Bandara Soekarno Hatta selepas magrib awal Juli 2024. Penerbangan Citilink yang semula terjadwal jam 8 malam diundur menjadi jam 8.30. Artinya saya masih punya waktu cukup santai di ruang tunggu sehingga masih bisa mengerjakan tulisan ini. Sisi lain artinya saya akan sampai di rumah di Surabaya lebih malam. Paling tidak jam 11 lebih.
Dalam kondisi seperti ini, saya membayangkan seandainya ada layanan mandi di ruang tunggu. Seperti di Stasiun Gambir misalnya. Layanan mandi berbayar Rp 75 ribu dengan fasilitas sekelas kamar mandi hotel. Ada handuk, sabun, sikat gigi, air panas, dan sandal. Jika naik kereta api dari Gambir untuk perjalanan malam, saya biasa memanfaatkan fasilitas berbayar ini. Mandi di stasiun membuat perjalanan di kereta benar-benar segar dan ideal untuk istirahat. Tidur pun bisa pulas.
Mengapa saya ingin mandi di Bandara? Setelah seharian lelah agenda pekerjaan, waktu sejam lebih dalam penerbangan tentu sangat berharga untuk istirahat tidur. Nah, tidur dalam kondisi sudah mandi adalah ideal sekali. Apalagi jika mandinya air hangat. Sampai rumah hampir tengah malam lebih pun bisa langsung tidur. Tidak perlu lagi mandi di rumah. Apalagi saya juga siap dengan baju ganti di tas. Pas sudah.
Tapi itu semua hanya mimpi hehehe. Mengapa? Karena pengelola Bandara Soetta tidak sekreatif pengelola stasiun Gambir. Tidak menangkap pasar orang-orang seperti saya. Sesuatu yang ditangkap dengan baik di Stasiun Gambir. Setiap kali saya mandi di Stasiun Gambir, selalu saja ada orang lain yang mengantre mandi. Jadi memang pasarnya ada.
&&&
Laporan keuangan PT KAI tahun 2023 membukukan pendapatan Rp 35,1 triliun. Naik 37% dibanding penjualan tahun lalu yang sebesar Rp 25,6 triliun. Labanya Rp 1,8 triliun. Naik 11% dibanding Rp 1,7 triliun pada tahun sebelumnya. Sebuah catatan pertumbuhan pendapatan yang cukup mengesankan. Tentu ini tidak bisa dilepakan dari inovasi KAI dalam melayani penumpangnya.
Bahkan tidak hanya fasilitas mandi berbayar. Sebagai sesama perusahaan yang melayani orang dalam melakukan perjalanan, KAI juga lebih inovatif dibanding pengelola bandara dalam hal verifikasi penumpang untuk masuk ruang tunggu. Walaupun belum semua stasiun menyediakan, KAI sudah memberlakukan verifikasi dengan teknologi pengenalan wajah sejak beberapa tahun lalu. termasuk di Gambir. Masuk ruang tunggu melenggang tanpa verifikasi oleh manusia. Cukup berhenti sejenak di depan layar berkamera. Perangkat lunak pun akan langsung mengenali wajah orang yang sedang lewat. Jika wajah bersangkutan sesuai dengan data penumpang keberangkatan kereta, yang bersangkutan langsung bisa masuk ruang tunggu untuk selanjutnya naik kereta.
Pihak pengelola bandara mungkin punya alasan keamanan sehingga tidak menerapkan teknologi ini. Tapi alasan ini tidak bisa diterima karena bandara lain ada yang sudah menerapkan pemeriksaan penumpang sepenuhnya oleh komputer. Bandara Changi misalnya. Bahkan untuk penumpang yang tentu saja internasional bisa masuk ruang tunggu dan tentu saja termasuk pemeriksaan paspor sepenuhnya dengan perangkat komputer. Tidak perlu manusia sama sekali. Tidak butuh petugas imigrasi.
&&&
Pembaca yang baik, yang dilakukan KAI dalam pemeriksaan penumpang masuk ruang tunggu stasiun Gambir bahkan bisa menginspirasi perusahaan lain untuk memanfaatkan teknologi pengenalan wajah dalam mengenali pelanggan mereka dengan baik. Bahkan bisa menjadi alat bantu untuk mengelola data dalam membangun customer journey. Agar upaya pemasaran dan biaya iklan bisa dikelola dengan tingkat kepastian lebih tinggi.
Dengan pengenalan wajah, perusahaan akan bisa menghitung dengan akurat berapa biaya iklan yang dibutuhkan untuk mencapai target omzet tertentu. Bisa menghitung secara akurat apakah masih dibutuhkan tambahan biaya iklan atau menghentikannya dengan alasan menjaga kualitas layanan. Dengan alasan agar omzet di suatu titik layanan tidak terlalu tinggi. Omzet terlalu tinggi berarti kehadiran pelanggan yang terlalu padat sehingga mengganggu kualitas layanan.
Pembaca yang baik, bagaimana perusahaan Anda? Sudah tumbuh mengesankan seperti pertumbuhan pendapatan KAI? Sudah berinovasi seperti yang dilakukan stasiun Gambir? Atau terinspirasi untuk menggunakan teknologi yang telah digunakan oleh Stasiun Gambir? Pastikan perusahaan Anda tidak kehabisan kreativitas untuk berinovasi menjadi lebih baik. Untuk tumbuh lebih pesat.
Artikel ke-458 karya Iman Supriyono ditulis dan diterbitkan untuk Majalah Matan, edisi Agustus 2024, terbit di Surabaya. Tulisan ini juga terkait dengan peluncuran Korporatisasi 100, yaitu daftar 100 perusahaan-perusahaan terbesar dalam memonetisasi intangible assetnya.

Baca juga
Buruknya Nilai Intangible Asset Ciputra
Minusnya Nilai Intangible Asset Blue Bird
Kreatifitas Pakuwon City
Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram atau Grup WA KORPORATISASI atau hadiri KELAS KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi