Curhat
Oleh Iman Supriyono, penulis buku2 dan konsultan bisnis pada SNF Consulting, http://www.snfconsulting.com
Mengapa Kartini dipilih menjadi pejuang kesetaraan perempuan Indonesia? Ini adalah sebuah pertanyaan yang sering muncul di sebuah situs jejaring sosial internet yang saya gemari sekitar tanggal 21 april tahun lalu. Sebuah pertanyaan yang sangat wajar mengingat adanya beberapa catatan sejarah tentang para pejuang perempuan selain Kartini. Cut Nyak Dhien misalnya. Pejuang wanita ini ikut secara langsung melawan penjajah belanda. Keberanian dan jiwa kepahlawanannya bahkan melebihi kebanyakan para pria. Ia mendampingi Teuku Umar suaminya melawan penjajah. Saat sang suami gugur di medan laga ia meneruskan perlawanan itu walaupun dalam kondisi sakit sebelum akhirnya ditangkap Belanda. Pejuang dari Aceh ini jauh lebih nyata dalam upaya mensejajarkan kaumnya di hadapan kaum adam. Melihat fotonya saja saya sudah merasakan aroma keberanian dan ketegasan ini hidup luar biasa dari perempuan kelahiran tahun 1848 ini.
Ada lagi Malahayati. Tidak tanggun- tanggung, perempuan kelahiran 1585 ini adalah seorang pimpinan angkatan laut kesultanan Aceh semasa kepemimpinan Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV. Masa perjuangannya pun jauh sebelum Kartini lahir. Jika disetarakan dengan struktur kepangkatan angkatan laut modern saat ini, ia adalah seorang laksamana. Maka, Malahayati sudah benar-benar berjuang dalam penyataraan diri kaumnya terhadap pria. Bukan sekedar wacana, tetapi sudah berupa tindakan nyata. Bahkan hasil nyata.
Masih ada Dewi sartika. Juga masih adai Nyai Walidah Ahmad Dahlan. Jika ditelusuri sejarah peranannya dalam peejuangan kaum perempuan, niscaya kita akan mendapatkan peran yang luar biasa dari kedua dan pahlawan nasional ini. Menurut saya jasanya secara riil bisa mengungguli Kartini
Lalu mengapa Kartini? Pikiran saya pun terus berputar untuk menemukan jawabannya. Dan….jawaban itupun akhirnya ketemu. Karena ini adalah murni hasil olah pikir saya sendiri, jawaban ini tentu bisa dinilai sangat subyektif.
Ada dua jawaban. Yang satu versi sangat santai dan satunya lagi cukup serius. Yang versi santai berhubungan dengan budaya kegemaran curhat orang Indonesia. Kartini dikenal karena surat-suratnya kepada beberapa sahabatnya kaum perempuan Belanda. Kalau dibaca dengan agak santai, surat-surat kepada Rosa Abendanon dan sahabat-sahabat lain itu isinya kurang lebih adalah sebuah curhat.
Dan….karena orang Indonesia gemar curhat (hehehe…. maaf….jika anda tidak setuju dengan pernyataan subyektif saya ini, berarti anda termasuk perkecualian… heheheh), maka Kartini disukai menjadi pahlawan emansipasi. Kartini suka curhat. Sesuatu yang tidak dilakukan okeh Malahayati, Dewi Sartika, Cut Nyak Dhien maupun Nyai Walidah Ahnad Dahlan. Hehehe….namanya saja pikiran subyektif dan santai Anda sangat diijinkan untuk tidak setuju.
Jawaban yang serius? Kartini diakui sebagai pahlawan emansipasi karena dia menulis. Yang ditulis memang hanya berupa surat pribadi. Surat kepada para sahabat. Tetapi, Sesederhana apapun, tulisan akan mengabadikan pemikirannya. Akan mengabadikan ide ide pencerahan yang diusungnya. Apalagi ide itu kemudian dibukukan. Mengalirlah pemikiran itu sampai’kapanpun. Saya senang terhadap jawaban ini karena saya dan Kartini sesama penulis….heheheh. Kartini menulis surat, saya menulis artikel, kolom media masa, dan buku. Sama-sama penulis.
Apalagi saya menemukan fakta yang menarik. Belum pernah ada orang yang membeli buku dan kemudian sengaja merusaknya. Kalaupun pembeli buku akhirnya tidak pernah membaca buku yang dibelinya karena sebuah alasan tertentu, dia tetap akan menyimpan buku itu di lemari atau rak yang terhormat di rumah atau kantornya. Suatu saat nanti akan ada saja orang yang melihat dan akhirnya tertarik untuk membacanya. Mungkin kawannya, anaknya, cucunya, tetangganya, anak tetanggnya, kawan anaknya atau yang lain. Pembaca inilah yang akan mengabadikan pemikiran si penulis. Dan ingat, tidak ada bangsa maju kecuali masyarakatnya gembar membaca. Iqro!
Maka…jika ingin pemikiran, gagasan atau pengalaman Anda diabadikan orang dari generasi ke generasi….menulislah. Bahkan sekalipun tulisan itu hanya sebuah surat pribadi atau curhat seperti yang dilakukan oleh Kartini. Jika tulisan itu menarik, nanti akan ada orang lain yang membukukannya. Jika kualitasnya bagus, pemikiran Anda akan menginspirasi banyak orang seperti Kartini. Atau paling tidak menginspirasi anak cucu Anda sendiri. Jika disertai niat iklas, Anda akan mendapatkan pahala yang pahalanya terus mengalir. Dan….jika buku itu laris terjual….anda akan mendapatkan royalti yang banyak. Mau curhat?
Tulisan ini pernah dimuat di majalah Baz, terbit di Surabaya
ini adalah artikel terjelek yg pernah saya baca
o ya? maaf deh tidak bisa menulis yang bisa memuaskan semua orang. kalo boleh tahu, jelek dari kaca mata apanya ya?
JELEKNYA…
anda menulis dari sudut pandangan anda…
para perintis kemerdekaan dahulu sudah meneliti dan mempelajari sejarah dari perjuangan para wanita dahulu.
kalau Kartini, murni ingin mencerdaskan kaum wanita pada jaman dahulu dan walau banyak mendapat rintangan dari para kaum Agamis dan Daerah, tapi beliau tetap pada pendirian beliau.
sedangkan pahlawan wanita yang lain, lebih tepat kalau disebut pahlawan agama, sebab tujuan utama mereka bukan kemerdekaan apalagi untuk kaum wanita, tapi untuk mempertahankan dan menyebarkan agama.
iya…saya tidak mungkin menulis essay dari sudut pandang orang lain……
malahayati setara dengan ratu isabela dan yekaterina yang agung dari rusia
malahayati luar biasa!
Yg diolok2 blm tentu lbh buruk dr yg mengolok-olok. Cb buktikan tulisan yg bagus itu kayak gmn? Ah bisanya cm jelekin karya orang, suruh bikin paling banter mah cm copy paste kali… Huuuuu…
siapa yg mengolok2? siapa yg diolok2?
mungkin bisa dibilang, jika Kartini berada pada posisi ‘the right (wo)man in the right place, and momment’.. kalo bahasa sekarang termasuk orang ‘bejo’.. Ato mungkin jelas sebagai orang yang cerdas.. karena yakin bahwa dengan ‘segala daya upaya’-nya tersebut, mampu merubah pola pikir sebagian besar masyarakat kita.. Dan mendapat assigned status sebagai Pahlawan…
Bentuk perjuangan bisa berupa apa saja, ‘salah dua-nya’ adalah perjuangan yang menggunakan kemampuan fisik (ambil saja contoh malahayati), dan perjuangan yang menggunakan kemampuan intelektual (ya contohnya Kartini).. Tapi saya rasa esensinya sama.. Sebagai agent of change.. berupaya merubah sebuah keadaan menjadi lebih baik.. (pada masanya..).
Tapi saya setuju pada satu hal… menulis dapat saja dijadikan saluran untuk mengkomunikasikan sebuah pesan, yang seringkali efeknya diluar prediksi kita… Menjadi sebuah kekuatan yang luar biasa..
— Salam dari Caruban —
siiip! menulis….moga menjadi amal jariyah..aamin…terimakasih….salam kangen untuk caruban dari surabaya….