Begitu melangkah dari teras masjid selepas sholat jum’at itu, ingatan saya langsung tertuju pada sumur. Ingatan yang terpicu oleh sebuah sumur juga. Sebuah sumur tidak jauh dari masjid itu. Sumur yang kemudian airnya sangat populer dikonsumsi oleh orang se-Indonesia raya. Saya yakin Anda juga. Yaa…siang itu saya sholat jum’at di komplek salah satu unit produksi air minum dalam kemasan merek Aqua dalam rangka sebuah pekerjaan SNF Consulting, kantor konsultan tempt saya bernaung.
Sumur milik Aqua yang tidak jauh dari masjid mengingatkan saya pada sebuah sumur yang juga terkait dengan masjid. Terkait dengan umat Islam. Kisahnya terjadi pada jaman Nabi SAW. Ketika itu, begitu hijrah ke Madinah, Nabi SAW dan para pengikutnya mengalami masalah dalam hal pasokan air. Padahal bagi suasan kota Madinah yang padang pasir dan sangat panas, air memiliki nilai strategis yang laur biasa. Masalah itu datang dari ketergantungan kaum muslimin pada sebuah sumur milik seorang Yahudi. Karena tidak ada alternatif maka si pemilik sumur suka memanfaatkannya kesempatan. Menjual air dengan harga mahal. Ini tentu memberatkan.
Demi mendapati masalah itu, Nabi SAW pun mencari solusi. Beli! Itulah alternatif solusi yang ketika itu mengemuka. Segeralah dicara siapa yang memiliki dana cukup untuk melakukan apa yang dalam dunia bisnis modern disebut akuisisi ini. Dan muncullah Utsman Bin Afan siap melakukannya. Singkat cerita, proses negopun berlangsung. Dengan serangkaian strategi dan proses tawar-menawar, akhirnya Utsman berhasil mengakuisis sumur tersebut dan kemudian membebaskan kaum muslimin untuk mengabil airnya secara gratis.
&&&
Bank Mutiara ditawarkan oleh LPS dengan harga Rp 6,7 Trilyun. Begitulah headline berbagai media beberapa waktu lalu. Angka Rp 6,7 Trilyun adalah sama persis dengan jumlah uang yang telah digelontorkan pemerintah kepada bank beraset sekitar Rp 15 Trilyun ini. Jadi pemerintah hanya meneginginan uang yang tentu saja berasal dari rakyat se Indonesia ini kembali apa adanya. Tanpa laba. Tanpa tambahan.
Dari berbagai media yang saya baca, terdapat 6 peminat pembeli bank. Yang menarik, seluruh peminat adalah investor asing. Jika berita ini valid dan kemudian salah satu diantara investor itu menjadi pemenang, bisa dipastikan bank Mutiara akan menambah makin panjangnya daftar bank-bank milik asing yang beroperasi di negeri ini: CIMB Niaga, BII Maybank, Rabobank, DBS Buana, HSBC, Citibank, Commonwealth, OCBC NISP dll…dll….
Bank adalah salah satu kebutuhan pokok manusia modern. Tingkat urgensinya saya kira sudah bisa disetarakan dengan kebutuhan air di padang pasir pada jaman nabi. Maka, andai saja Nabi SAW hari ini berada di sisi kita, tentu beliau akan mencari siapa yang bisa membebaskan “sumur” di sektor finansial ini.
Anda berminat menjadi Utsman untuk sektor perbankan? Bagus! Syaratnya “sederhana”: Rp 6,7 Trilyun. Monggo kalau sudah punya uangnya. Kalau belum? Ya…tidak ada cara lain kecuali memupuk kekuatan dari sekarang. Di buku FSQ, tulisan ke-4 saya, cara memupukki kekuatan itu adalah kedisiplinan menyisihkan pendapatan bulanan untuk dana investasi. Paling tidak 10% dari pendapatan bulanan. Jika cara ini dilakukan, dalam jangka panjang secara keseluruhan kita akan memiliki kekuatan untuk membebaskan “sumur-sumur” dunia modern seperti: perbankan, pertambangan, garam, kedelai, bawang putih, dan sebagainya. Dan yang juga tidak kalah penting: ribuan merek populer di masyarakat yang saat ini dimiliki asing. Seperti Aqua yang kini dimiliki Danone Perancis. Maka…. di sumur depan masjid komplek Aqua Pandaan semangat pembebasan itu memuncak. Mari pupuk kekuatan mulai sekarang. Mari meneladani Utsman Bin Afan. Bebaskan sumur!
Tulisan Iman Supriyono ini pernah dimuat di Majalah Matan, terbit di Surabaya