Rabu, 13 Maret 2019 waktu Washington. Presiden Trump mengumumkan larangan terbang seluruh pesawat Boeing 737 Max 8 dan 9, selanjutnya saya sebut Max, di wilayah USA. Sebuah keputusan penting setelah datangnya tekanan dari dalam maupun luar negeri pasca jatuhnya pesawat laris itu di Ethiopia menyusul kecelakaan serupa di Indonesia beberapa bulan sebelumnya.
Sebagaimana diketahui, Boeing adalah pabrikan pesawat terbesar dunia. Dan seri 737 adalah sumber utama pendapatannya. Sejauh ini lebih dari 10 ribu seri 737 telah diproduksi. Pertama kali pencapaian volume produksi 5 digit sepanjang sejarah umat manusia. Saat si Max telah mengantongi lebih order sebesar dari 5000 unit. Lebih dari 300 pesawat Max telah beroperasi di berbagai negara. Harga satu unit Max adalah sekitar USD 100 Juta alias sekitar Rp 1,4 Trilyun. Dengan demikian, pengumuman larangan terbang oleh Presiden Trump berakibat Boeing berpotensi kehilangan order senilai sekitar Rp 7000 Trilyun lebih.
Boeing 737 MAX yang dioperasikan oleh Lion Air
Tahun 2018 Boeing mencatatkan penjualan senilai USD 101,1 Milyar alias sekitar Rp 1 415 Trilyun. Angka tersebut adalah naik 8% dari tahun sebelumnya. Dengan omzet tersebut perusahaan yang didirikan oleh William Boeing itu mencatatkan laba USD 10,5 Milyar alias Rp 147 T. Laba tersebut naik 24% dari tahun sebelumnya. Yang tidak kalah menarik lagi adalah arus kas hasil operasi sebesar USD 15,3 Milyar alias Rp 214 T yaitu naik 15% dari periode sebelumnya. Angka Boeing benar-benar raksasa dalam skala bisnis global. Boeing adalah perusahaan terbesar ke-52 dunia.
@@@
Pebisnis harus masuk kekuasaan untuk mengamankan pundi-pundi uangnya. Pebisnis harus masuk politik untuk mengamankan sumber rupiahnya. Ini adalah pernyataan-pernyataan seputar hubungan bisnis dan kekuasaan. Seputar hubungan antara bisnis dengan politik. Pernyataan-pernyataan itu sedemikian sering muncul baik secara verbal maupun secara tulisan. Begitu seringnya sampai-sampai dianggap seolah-olah sebagai kebenaran. Apa memang demikian? Kasus larangan terbang Boeing 737 Max memberikan pembuktian sebaliknya.
Sampai dengan saat ini USA adalah negara adidaya. Secara ekonomi, PDB USA masih jauh diatas RRC si nomor 2. Secara bisnis kekuatan juga tercermin dari peran perusahaan-perusahaan asal negeri Paman Sam di percaturan bisnis global. Sekitar 30% dari 2000 perusahaan terbesar dunia (berdasarkan omzet, laba, aset dan kapitalisasi pasar) dalam daftar Forbes berasal dari USA. Tidak hanya itu, 7 dari 10 perusahaan investasi dengan aset kelolaan terbesar dunia adalah dari USA. Secara politik USA juga terasa sekali keadidgayaannya. Ini misalnya tercermin dari pemindahan Kedubes USA dari Tel Aviv ke Yerusalem beberapa waktu lalu. Tidak ada yang mampu menghalangi keputusan ini yang diprotes banyak kalangan ini.
Nah, kasus Max menunjukkan bahwa supremasi USA di ekonomi, politik, militer, maupun supremasi secara umum tidak mampu melindungi kepentingan Boeing. Padahal Boeing adalah simbol supremasi USA di industri penerbangan. Dan keputusan pemerintah USA untuk melarang si Max terbang akan sangat melemahkan Boeing melawan Airbus si pesaing utamanya. Bahkan pelarangan USA setelah sebelumnya berbagai negara juga sudah melarangnya berpotensi berakibat batalnya order lebih dari 5000 pesawat seperti yang disebut di atas.
Posisi USA sebagai negara super power saja ternyata tidak mampu melindungi perusahaan andalan negerinya. Apalagi pemerintah yang lemah dan mudah ditekan oleh luar negeri. Inilah bantahan telak terhadap pernyataan bahwa kekuasan dan politik dibutuhkan untuk melindungi bisnis.
Pembaca yang baik, kasus Max memberi pelajaran kepada kita tentang pentingnya nilai untuk pelanggan. Pentingnya value. Nilai di mata pelanggan jauh lebih penting dari kekuatan negara. Presiden Trump yang selama ini dikenal sering membuat kebijakan yang melindungi kepentingan negaranya tanpa peduli kepentingan negara lain pun tidak berdaya. Maka, Anda para pebisnis jangan tergoda masuk politik. Jangan tergoda merebut kekuasaan. Fokuslah pada penciptaan nilai untuk pelanggan.
Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram atau Grup WA SNF Consulting
Tulisan ini juga dimuat di Majalah Matan, terbit di Surabaya
Ping-balik: Dari Monopoli ke Monopolistik | Catatan Iman Supriyono