Alumni? Reuni. Bersenang-senang dengan sahabat lama. Persahabatan sampai akhir hayat. Masa remaja yang indah. Teman tapi menikah. Itulah asosiasi bernuansa santai tentang alumni sekolah atau kampus. Kali ini saya akan menuliskan nuansa yang lebih serius. Bahwa alumni memiliki potensi yang luar biasa. Potensi ekonomi. Bahkan potensi itu juga bisa sekaligus menyelesaikan kebutuhan finansial alumni seperti biaya operasional ikatan alumni, membantu alumni atau keluarganya yang sedang mengalami musibah atau kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan. Bagaimana caranya? Saya akan menuliskannya dalam bentuk poin-poin. Silakan klik juga link-link untuk tulisan lebih detail tentang topik-topik terkait.

Jika dikelola dengan baik, komunitas atau ikatan alumni bisa berperan besar dalam kekuatan ekonomi masyarakat dan bangsa
- Yang dimaksud alumni dalam tulisan ini bisa alumni sebuah lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi, sekolah formal, pondok pesantren. Atau bisa juga alumni yang lebih spesifik seperti alumni jurusan, alumni sekelas, alumni program studi, alumni seangkatan, alumni ekstrakurikuler seperti Pramuka, alumni organisasi ekstra kampus seperti HMI atau GMNI. Secara umum adalah sekumpulan orang yang pernah menjalani proses pendidikan bersama-sama dalam jangka beberapa tahun. Semuanya memiliki potensi ekonomi yang besar.
- Banyak kegiatan komunitas alumni tersebut yang mengandung biaya. Menyelenggarakan reuni, menyelenggarakan kongres, menyelenggarakan kepengurusan, menyelenggarakan santunan untuk keluarga alumni yang mengalami musibah, dan sebagainya.
- Terhadap biaya-biaya itu, pada umumnya komunitas alumni akan melakukan penggalangan dana yang bersifat sekali pakai. Sekali dikumpulkan langsung habis dimanfaatkan. Dana yang bersifat konsumtif. Dengan cara ini, penggalangan dana bersifat jangka pendek. Hanya bermanfaat sekali saja yaitu saat digunakan.
- Penggalangan dana jangka pendek paling tidak memiliki tiga kelemahan. Pertama adalah dibutuhkan upaya penggalangan setiap ada kebutuhan. Dengan demikian pengurus komunitas alumni akan terus-menerus melakukan hal yang sama.
- Kelemahan kedua adalah hilangnya peluang akumulasi atas apa yang dilakukan oleh pengurus lintas generasi. Sepuluh tahun lalu pengurus telah mengumpulkan dana untuk kebutuhan mereka. Saat ini pengurus juga melakukan hal yang sama. sepuluh tahun kedepan pun sama. Sebuah kehilangan potensi akumulasi keahlian, jaringan, kekuatan.
- Kelemahan ketiga adalah kehilangan potensi keabadian kemanfaatan dan amal kebajikan. Setiap penggalangan dana langsung habis. Tidak ada sisa. Akhirnya pun tidak ada keabadian amal dan kemanfaatan atas dana tersebut.
- Bagaimana solusi terhadap kelemahan tersebut? Pengurus ikatan atau komunitas alumni harus berpikir jangka panjang. Membangun dana abadi alias endowment fund alias wakaf dalam terminologi Islam. Bagaimana langkah-langkahnya? Langkah pertama adalah membuat badan hukum ikatan alumni. Mengapa badan hukum? Dengan badan hukum maka ikatan alumni bisa memiliki aset-aset beratas nama seperti properti, tabungan, deposito, obligasi atau sukuk, dan saham di berbagai perusahaan. Aset beratas nama seperti inilah yang memungkinkan ikatan atau komunitas alumni melakukan akumulasi aset yang aman.
- Ada dua alternatif badan hukum untuk kepentingan non profit. Yayasan dan perkumpulan. Untuk kepentingan alumni, yayasan tidak cocok karena otoritas tertingginya berada di tangan pembina dan tidak ada keanggotaan. Padahal, pada ikatan atau komunitas alumni keputusan apapun akan diambil secara bersama-sama dalam musyawarah anggota.
- Badan hukum yang cocok untuk karakter tersebut adalah perkumpulan seperti badan hukum NU atau Muhammadiyah. Pada badan hukum perkumpulan terdapat keanggotaan. Semua alumni akan didaftar atau mendaftar menjadi anggota. Selanjutnya, otoritas pengambil keputusan tertinggi adalah pada anggota melalui rapat, muktamar, kongres atau sejenisnya.
- Rapat anggota, kongres atau muktamar memilih dan mengangkat pengurus dengan memberi wewenang dan batasannya. Secara keuangan misalnya diberi wewenang melakukan transaksi sampai nominal tertentu. Melebihi nominal tersebut harus dilakukan dengan izin rapat anggota.
- Untuk keberlanjutan strategi dan program kerja organisasi, akan lebih baik jika rapat anggota memilih pengurus yang bersifat formatur atau kolegial dengan anggota belasan orang. Seperti Muhammadiyah yang dikenal dengan team 13-nya. Team inilah yang kemudian memilih ketua. Karena team 13 selalu cenderung terdiri dari pengurus lama dan pengurus baru maka keberlanjutan strategi dan program organisasi akan terjaga
- Rapat anggota juga memilih dan mengangkat dewan pengawas untuk mengawasi kerja pengurus. Memastikan bahwa pengurus berjalan sesuai rel organisasi baik secara stratejik maupun secara administratif. Mirip tugas komisaris dalam sebuah perseroan terbatas. Jika pengurus melakukan penyimpangan dengan prosedur tertentu pengawas bisa mengundang rapat anggota untuk “mengadili” pengurus.
- Setelah aspek legal, langkah kedua adalah segera membuat rekening khusus untuk menampung dana abadi alias endowment fund alias wakaf. Maksudnya adalah agar jelas terbedakan mana yang dana operasional dan mana dana abadi. Pada tahap awal cukup berupa rekening bank.
- Langkah ketiga adalah menggalang dana. Pengurus harus memiliki program kreatif untuk membangkitkan minat anggota untuk menyetor dana abadi. Contoh: ada kebutuhan memberi beasiswa yatim piatu dari putra putri alumni. Penyebabnya bisa saja misalnya ada alumni kecelakaan dan meninggalkan anak yatim piatu yang masih duduk di bangku SD. Dalam kondisi seperti ini, misalkan untuk anak tersebut dibutuhkan dana beasiswa sebesar Rp 500 ribu perbulan. Pengurus jangan lagi berpikir tiap bulan menggalang dana Rp 500 ribu. Tapi berpikirlah bagaimana mengumpulkan dana sejumlah tertentu sedemikian hingga jika didepositokan (deposito wadiah bank syariah bagi yang ingin menghindari riba) menghasilkan Rp 500 ribu perbulan. Atau Rp 6 juta pertahun. Dengan kinerja deposito rupiah, dibutuhkan dana paling tidak Rp 100 juta untuk kebutuhan tersebut. Maka, pengurus bekerja keras untuk mengumpulkan dana Rp 100 juta dari warga alumni. Dana tersebut didepositokan dan hasilnya cukup untuk memberi beasiswa kepada si yatim piatu dalam jangka panjang. Tentu saja depositonya atas nama badan hukum perkumpulan. Bahkan ketika si yatim piatu sudah lulus kelak beasiswa serupa masih bisa diberikan kepada yatim piatu lain yang membutuhkan. Akan menjadi amal jariyah alias pahala yang terus mengalir bagi penyumbangnya.
- Langkah keempat adalah membangun kemampuan manajemen aset. Dana yang didepositokan untuk kebutuhan yatim piatu di atas adalah sekedar contoh sederhana. Cocok untuk masa-masa awal pengumpulan dana. Cocok secara manajemen aset karena keamanannya dijamin pemerintah. Dengan demikian menghindari kegagalan investasi pada masa awal yang menutup kemungkinan untuk pengumpulan dana berikutnya. Kacrek kata arek Suroboyo.
- Kembali ke contoh penggalangan dana beasiswa si yatim piatu. Setelah itu misalnya ada kebutuhan lagi untuk dana santunan anggota yang sakit. Formatnya sama, galang dana sejumlah tertentu dan depositokan. Deposito dengan jumlah sedemikian hingga bunga atau bagi hasil (bank syariah) cukup untuk kebutuhan santunan warga alumni yang sakit. Demikian seterusnya tetap berskema deposito sampai jumlah yang aman untuk masuk ke portofolio aset lain berupa properti dan saham pada berbagai perusahaan.
- Aset properti juga aman. Tentu saja properti harus bersertifikat hak milik (atau sertifikat HGB) atas nama badan hukum perkumpulan. Yang dimaksud adalah properti yang disewakan seperti ruko di kawasan bisnis. Mengapa properti dilakukan setelah deposito? Karena membutuhkan dana yang lebih besar dan imbal hasil dari sewa biasanya lebih kecil dari imbal hasil deposito. Kebutuhan dana yang besar ini membutuhkan dasar berupa kepercayaan anggota yang telah dibuktikan dengan program deposito yang telah terbukti aman.
- Pada tahap berikutnya, ketika dana sudah semakin membesar properti dan deposito saja sudah tidak cukup. Harus diikuti dengan skema investasi yang mampu menampung dana lebih besar dengan manfaat yang lebih signifikan di masyarakat. Apa itu? Obligasi (sukuk alias obligasi syariah) dan saham. Keduanya mengandung risiko yang lebih besar dari pada deposito dan properti. Tapi keduanya mampu menampung dana yang lebih besar.
- Secara kemanfaatan, obligasi dan saham memiliki efek menumbuhkan bisnis perusahaan. Obligasi (sukuk) dan saham adalah dua skema yang menjadikan perusahaan mampu membangun apa yang disebut sebagai gergaji korporatisasi untuk tumbuh pesat. Menjadi perusahaan yang mampu tumbuh pesat melampaui batas-batas negara melalui baik melalui pertumbuhan organik maupun anorganik melalui merger dan akuisisi. Mampu menghasilkan perusahaan-perusahaan prinsipal yang mampu membiayai riset untuk pertumbuhan bisnisnya.
- Dalam tinjauan manajemen keuangan perusahaan, obligasi adalah utang. Oleh karena itu memiliki keterbatasan dalam cash flow. Tidak bisa digunakan untuk investasi jangka panjang karena pokoknya harus dikembalikan. Apalagi jika pengelolanya sensitif terhadap halal haram dan riba. Maka, sahamlah yang merupakan skema investasi yang nyaris tanpa batas. Murni bagi hasil sehingga tidak ada keraguan dalam hal halal haramnya. Tidak heran jika lebih dari separuh aset Harvard Management Company diinvestasikan kepada berbagai perusahaan melalui skema saham ini. Imbal hasilnya adalah berupa dividen. Obligasi (sukuk) menempati posisi kedua dengan alokasi sekitar 30% dana kelolaan Harvard Management Company
- Saham pun harus diperhatikan faktor keamanan. Sebagian besar (sekitar 99%) harus berupa saham perusahaan yang telah mapan. Ciri cirinya finansialnya adalah omzet dan labanya terus menerus tumbuh dalam jangka panjang. Dalam kerangka corporate life cycle, perusahaan seperti ini sudah berada pada tahap ke-6 dari 8 tahap siklus hidup perusahaan.
- Perusahaan yang belum memenuhi ciri finansial dan ciri organisatoris di atas karena masih baru atau masih kecil disebut sebagai perusahaan start up. Hanya sekitar 1% dana abadi yang boleh ditanamkan pada perusahaan start up.
- Deposito, properti, obligasi (sukuk) dan saham. Badan hukum alumni yang telah memiliki aset dengan portofolio lengkap seperti ini sudah wajib untuk mengelola asetnya dengan menggaji para profesional manajemen aset. Tentu saja aset harus sudah dikelola secara terpisah dalam badan hukum perseroan terbatas seperti Harvard Management Company sebagaimana telah disebut di atas. Pada saat inilah ikatan alumni telah benar-benar berperan besar dalam masyarakat. Berperan dalam solusi permasalahan sosial dengan imbal hasil atas investasinya. Berperan secara ekonomi dengan mendorong perusahaan untuk tumbuh sebagai high growth enterprise melalui proses korporatisasi. Berperan dalam membangun enam pilar kemerdekaan ekonomi bangsa.
- Rp 20 miliar. Ini adalah angka minimum agar aset bisa dialokasikan sesuai dengan portofolio benchmark endowment fund. Proporsi benchmarknya adalah 50% untuk saham, 30% untuk fix income aset (sukuk, obligasi, deposito), dan 20% untuk aset lain-lain (properti disewakan, konsesi sumber daya alam, dll). Dengan Rp 20 miliar, alokasi lain yang bisa dirupakan properti disewakan adalah Rp 4 miliar. properti ini harus berada di kawasan bisnis yang berupa ruko untuk disewakan. Dengan pendapatan sewa sekitar 5% dari nilai properti maka pendapatan dari aset lain-lain adalah sekitar Rp 200 juta.
- Alokasi fixed income (30%) dari aset Rp 20 miliar adalah Rp 6 miliar. Dana ini jika ditanamkan di deposito bank syariah misalnya, paling tidak juga akan mendapatkan bagi hasil sekitar 5% yaitu sekitar Rp 300 juta.
- alokasi saham (50%) dari aset Rp 20 miliar adalah Rp 10 miliar. Dengan ditanamkan pada saham perusahaan mapan (sudah mencapai tahap ke 6 dari 8 tahap corporate life cycle) maka pendapatan dividen secara umum akan berkisar antara 2-3% dari dana investasi. Katakan 2% maka pendapatan dividen akan sebesar Rp 200 juta.
- Dengan demikian, pendapatan investasi total adalah Rp 700 juta. ini adalah pendapatan yang berupa arus kas. Diluar itu masih ada pendapatan capital gain. Yang ini sebenarnya lebih besar tetapi tidak untuk diambil. Dibiarkan untuk masa depan yang lebih panjang. Pendapatan kas Rp 700 juta itu sudah bisa digunakan untuk kebutuhan sosial dan sebagian (sekitar 10% alias Rp 70 juta) bisa digunakkan untuk biaya operasional organisasi.
- Peran sosial yang menantang: membiayai riset yang dilakukan oleh almamater secara berkelanjutan, memberi beasiswa kepada mahasiswa atau siswa kampus atau sekolah almamater, santunan korban bencana alam, biaya operasional tempat ibadah, biaya reboisasi untuk pengendalian banjir, dan masih banyak lagi. Maka, saatnya para aktivis ikatan alumni untuk bekerja keras dan cerdas melalui akumulasi endowment fund.
Demikianlah perjalanan peran besar sebuah ikatan atau komunitas alumni. Tentu saja tidak semudah membalik telapak tangan. Tetapi variabel pokoknya adalah waktu. Persis seperti menanam pohon jati. Jika kita beruntung telah menanam pohon jati 50 tahun yang lalu, maka sekarang saatnya panen. Tetapi jika belum, masih ada kesempatan kedua yaitu sekarang. Segera tanam sekarang untuk panen 50 tahun yang akan datang. Akan sulit di awalnya. Tetapi akan tidak terbendung saat sudah besar. Aset endowment fund yang dikelola oleh Harvard Management Company mulai dikumpulkan pertama kali tahun 1974. Empat puluh enam tahun lalu. Itulah “tanaman jati” Harvard University. Ikatan alumni kita juga bisa. Bismillah! Ayo!
Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram atau Grup WA SNF Consulting
*)Artikel ke-248 ini ditulis di Surabaya pada tanggal 26 Januari 2020 sebagai masukan bagi IKA ITS yang sedang menyelenggarakan rapat kerja oleh Iman Supriyono, CEO SNF Consulting. Tulisan diharapkan bisa menginspirasi ikatan alumni kampus atau lembaga pendidikan lain.
Pemikiran yang luar biasa; membangun jiwa yang kreativ dan innovatif serta dapat diterapkan di semua strata masyrakat, dalam menginspirasi bangunan dalam manajemen. Trima kasih Caj
Makasih apresiasinya. Moga bermanfaat
Ping-balik: Sekolah Internasional Vs. Bertaraf Internasional | Korporatisasi