Buka Donasi Corona: Pemerintah Panik?


Mengejutkan. Pemerintah akan membuka akun khusus untuk menerima donasi masyarakat dalam mengatasi permasalahan corona. Muncul berbagai tanggapan masyarakat. Tentu pro dan kontra. Apalagi saniter juga terberitakan kekurangan APD untuk tenaga kesehatan yang harus bekerja keras menangani masalah corona. Pertanyaannya, tepatkah pemerintah menarik donasi dari masyarakat? Paling tidak ada 3 argumentasi untuk pertanyaan ini.

Pertama, sejak tahun 90-an, di negeri ini telah hadir organisasi sosial pengumpul donasi berupa zakat, infaq dan sedekah seperti YDSF, Lazismu, BMH, Dompet Duafa, LMI, PKPU, Rumah Zakat, Yatim Mandiri, Nurul Hayat, ACT, Yayasan Manarul Ilmi, dan sebagainya. Lembaga-lembaga ini telah berpengalaman panjang dan dipercaya publik untuk melakukan penggalangan dana sosial secara profesional. Kinerja mereka dikontrol oleh pemerintah sebagai amanat Undang-Undang. Pemerintah sebagai wasit.

Lazismu corona
Penggalangan dana corona oleh Lazismu. Yang seperti ini tinggal didorong, diperkuat dan dikontrol oleh pemerintah sebagai pemegang otoritas

Masuknya pemerintah pada penggalangan dana sosial artinya adalah menyaingi mereka. Tentu tidak fair negara yang mestinya tetap pegang posisi mengontrol kemudian menjadi pemain. Menyaingi yang dikontrol. Wasit yang kemudian ikut menjadi pemain. Lantas, siapa yang akan mengontrol pemerintah dalam penggalanan dana sosial dari masyarakat ini?

Kedua, Sebagai konsultan manajemen, saya dan team SNF Consulting terus mengedukasi kalangan bisnis dan klien untuk membayar pajak dengan baik. Ada aspek visi korporasi yang bisa berekspansi menguasai pasar berbagai negara disana.  Mengibarkan tinggi-tinggi merah putih. Tetapi sekaligus juga ada visi religiusitas di dalamnya. Saya menulis artikel khusus untuk ini “Pajak: Dikejar Petugas atau Beramal?”. Dengan tulisan tersebut, boleh disebut bahwa pajak adalah “donasinya donasi”, “core of the core” dari donasi. Pajak adalah donasi wajib. Dalam istilah agama Islam itu bersifat seperti zakat. Siapa saja yang memenuhi syarat wajib membayar.

Brosur studi kelayakan sederhana
Studi kelayakan sebagai salah satu layanan SNF Consulting untuk perusahaan Anda. Hubungi SNF Consulting 0813-5844-7267

Ketiga, pemerintah memiliki otoritas untuk “mengambil paksa” uang dari seluruh masyarakat melalui pencetakan Rupiah. Pada Undang-Undang no. 7 tahun 2011 tentang mata uang, secara teknis wewenang pencetakan uang itu ada di Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah.  Secara umum, akibat dari pencetakan rupiah adalah penurunan nilai Rupiah alias terjadinya inflasi.

Sebagai gambaran, akhir tahun 2017 BI memiliki tagihan kepada pemerintah sebesar Rp 188 triliun. Akhir tahun 2018 tagihan ini turun menjadi Rp 180 triliun. Sementara dari sudut uang yang beredar, akhir tahun 2018 adalah Rp 749 triliun. Naik 7,7% dibanding akhir tahun sebelumnya yang sebesar Rp 695 triliun. Uang pada dasarnya adalah surat utang. Oleh kerena itu, uang yang beredar dibukukan sebagai utang dalam laporan BI. Dengan demikian, jumlah tersebut adalah uang yang telah dicetak dan diedarkan oleh BI.

Nah, jika pendapatan negara dari pajak menurun karena pengaruh corona. Sementara di sisi lain pemerintah membutuhkan uang untuk penanggulangan corona, pemerintah meminjam uang BI. Jika BI juga kekurangan uang dan tidak ada cara lain untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, pintu  pencetakan uang terbuka sesuai Undang-Undang. Toh tahun lalu pun BI sudah mencetak uang baru sebesar Rp 54 triliun. Dan tahun lalu utang pemerintah ke BI juga berkurang.

CEO Sparring partner3
CEO Sparring Partner secara online sebagai layanan SNF Consulting pada suasana social distancing atau bahkan lock down

Akibatnya akan berupa peningkatan inflasi. Yang menanggung adalah masyarakat luas. Inilah cara pemerintah “mengambil paksa” uang masyarakat tanpa diketahui oleh orang yang uangnya “diambil”. Bahkan bisa terjadi saat uang yang dipegang masyarakat itu ditaruh dibawah bantal  saat tidur nyenyak. Tanpa sedikitpun pemerintah mengusik tidur nyenyaknya.  Berapa sih kebutuhan pemerintah untuk penanggulangan wabah corona? Sampai 54 triliun?

&&&

Tiga argumentasi di atas mengatakan tidak terhadap rencana pemerintah mebuka akun donasi corona. Memaksakannya adalah sebuah tindakan buruk. Sebuah kekonyolan. Tanda kepanikan.  Lalu, apa cara terbaik untuk menyelesaikan kebutuhan dana penanggulangan corona? Dari ketiga argumentasi tersebut, cara terbaiknya adalah mengumpulkan semua lembaga-lembaga sosial penggalang donasi dari masyarakat dari berbagai komunitas. Dari berbagai agama. Tanyai kesanggupan mereka untuk bekerja lebih keras dan mengumpulkan dana khusus untuk corona. Beri target. Identifikasikan kebutuhan apa saja dimana saja terkait corona. Bagi habis seluruh kebutuhan itu kepada seluruh lembaga sosial sesuai dengan kemampuan masing-masing. sebagai target mereka. Jangan ada sedikitpun kebutuhan yang tidak terbagi. Kontrol ketat pencapaian targetnya.

logo tag line korporatisasi animasi awan
Korporatisasi sebagai layanan orisinil SNF Consulting untuk perusahaan unggul dari generasi ke generasi

Saya kira tidak terlalu sulit bagi lembaga-lembaga sosial tersebut untuk menggalang dana. Mereka sudah biasa melakukannya melalui rekening yang telah dipercaya masyarakat. Tinggal sedikit dikampanyekan. Atau jika perlu dibuka akun khusus untuk corona. Apalagi jika didorong dengan kampanye masif yang terkoordinasi secara nasional. Akan sangat powerfull.

Dengan cara ini, pemerintah benar-benar telah menjalankan fungsinya sebagai otoritas yang mengayomi dan mengontrol lembaga-lembaga sosial penggalang dana masyarakat. Menjadi wasit. Bukan sebaliknya  malah menyaingi mereka. Tidak elok kalau wasit juga sekaligus menjadi pemain. Mengacaukan pertandingan. Pemeritah jangan panik.

Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram  atau Grup WA SNF Consulting

*)Artikel ke-256 ini ditulis di Surabaya pada tanggal 28 Maret 2020 oleh Iman Supriyono, CEO SNF Consulting.

2 responses to “Buka Donasi Corona: Pemerintah Panik?

  1. Masalahnya apakah pemerintah punya database yg reliable atas lembaga2 sosial kemasyarakatan itu? Kalau mau mendata ulang wahh perlu waktu yg tidak sedikit.. Di saat krisis kemunculan kebijakan yang lamban dan lemot pasti tidak populis

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s