Garuda, Air Asia & SQ Era Pandemi: Siapa Paling Parah?


Tidak terbantahkan. Maskapai penerbangan adalah industri yang terdampak akut oleh pandemi Covid-19. Mereka sedang mengalami ujian berat untuk tetap eksis di dunia bisnis. Mari kita lihat tiga perusahaan yang di berbagai rute penerbangan bersaing secara langsung: Garuda, Air Asia, dan Singapore Airlines.

Semester pertama 2020 PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., selanjutnya disebut Garuda, membukukan pendapatan USD 917 juta (IDR 13,64 triliun). Angka tersebut menurun 58% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar USD 2,19 miliar (IDR 32,59 triliun). Garuda menggunakan mata uang USD untuk laporan keuangannya. Dengan pendapatan yang menurun itu, national flag ini membukukan rugi periode berjalan sebesar USD 723 juta alias Rp 10,76 triliun. Periode yang sama tahun sebelumnya Garuda masih  membukukan laba USD 24 juta (Rp 357 miliar). Rugi tersebut menggerus ekuitas Garuda menjadi minus USD 81 Juta (Rp 1,21 triliun). Artinya, jika seluruh aset Garuda dijual dengan harga sesuai akuntansi (USD 10,29 miliar alis IDR 152,66 triliun) lalu digunakan untuk melunasi seluruh utangnya (USD 10,37 miliar alias IDR 153,85 triliun) maka masih ada kekurangan USD 81 juta (IDR 1,20 triliun). Ekuitas akhir tahun 2019 masih positif USD 721 juta (IDR 10,70 triliun). Utang garuda ini naik sebesar USD 6,63 miliar (IDR 98,36 triliun) dibanding posisi akhir tahun 2019 yang sebesar USD 3,74 miliar alias IDR 55,49 triliun). Kenaikan ini sebagian terkait dengan penerapan PSAK 73.

Periode yang sama Airasia Group Berhad, selanjutnya disebut Air Asia, membukukan pendapatan MYR 2,23 miliar (IDR 8,01 triliun). Angka tersebut menurun 59% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar MYR 5,44 miliar (IDR 19,54 triliun). Dengan penurunan itu Air Asia membukukan rugi periode berjalan sebesar MYR 2,11 miliar (IDR 7,58 triliun). Rugi menggerus ekuitas Air Asia menjadi MYR 30 juta (IDR 108 miliar). Ekuitas akhir tahun 2019 adalah MYR 2,91 miliar (IDR 10,45 triliun). Dengan posisi utang MYR 24,16 miliar maka rasio utang terhadap ekuitas Air Asia adalah 805. Akhir tahun 2019 rasionya adalah 7,79. Kenaikan rasio ini terjadi karena kerugian yang menggerus ekuitas. Bukan karena adanya tambahan utang. Posisi utang relatif tetap antara akhir 2019 dengan akhir semester pertama 2020.

Singapore airlines, selanjutnya disebut SQ,  menggunakan kalender pembukuan yang berbeda. Awal kalender adalah 1 April sehingga untuk akhir juni 2020 ini adalah laporan keuangan kuartal pertama tahun buku 2020-2021. Kuartal pertama 2020/21 ini SQ membukukan pendapatan SGD 851 juta (IDR 9,27 triliun). Pencapaian tersebut mengalami penurunan sebesar 79 % dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 4,10 miliar (IDR 44,69 triliun). Penurunan tersebut mengakibatkan maskapai ini mengalami kerugian periode berjalan sebesar SGD 1,12 miliar (IDR 12,24 triliun). Periode yang sama tahun sebelumnya SQ membukukan laba SGD 111 juta (IDR 1,21 triliun). Dalam kondisi rugi justru ekuitas SQ meningkat menjadi USD 17,6 miliar (IDR 191,76 triliun). Ekuitas tersebut justru naik sebesar SGD 8,3 miliar (IDR 90,43 triliun) karena pada kuartal pertama 2020/21 ini SQ melakukan rights issue alias menerbitkan saham baru. Menerbitkan saham baru ini menurunkan rasio utang terhadap ekuitas (DER, debt to equity) yang semula 1,27 menjadi 0,68

&&&

Dengan angka-angka di atas bisa ditarik paling tidak dua analisis. Analisis pertama, dalam hal penurunan pendapatan, SQ mengalami efek pandemi yang paling buruk. Menurun 79%. Penurunan seburuk ini terjadi karena memang SQ tidak memiliki penerbangan domestik. Semua penerbangannya adalah internasional dan negara manapun membatasi penerbangan internasional dalam era pandemi ini.

Penurunan drastis juga terjadi karena kalender laporan keuangan SQ yang berbeda dengan Air Asia dan Garuda. April – Juni 2020 semuanya sudah berada dalam situasi pandemi. Sementara itu Air Asia dan Garuda masih menikmati kuartal Januari-Maret 2020 yang masih mengandung masa sebelum pandemi.

Analisis kedua, secara posisi keuangan, Garuda mengalami kondisi paling parah. Ekuitasnya minus. Sebagaimana data di atas, rasio utang terhadap ekuitas (DER) Garuda pada akhir 2019 adalah 5,18 kali. Seandainya ekuitas Garuda masih positif, DER nya akan naik berkali lipat.

Dalam kondisi pandemi, Garuda justru menambah utang. Utang alias liabilitasnya meningkat IDR 98,36 triliun. Peningkatan utang ini terjadi akibat penerapan PSAK 74 yang diimbangi dengan kenaikan aset. Tetapi tetap ada peningkatan utang di luar akibat penerapan prinsip akuntansi itu. Padahal sebelum pandemi pun, yang juga berarti sebelum penerapan prinsip akuntansi tersebut, hutangnya sudah selangit. DER 5,18 kali. Bandingkan dengan SQ yang hanya 1,27 kali.

Dalam kondisi utang yang jauh lebih ringan daripada Garuda pun, SQ menyelesaikan permasalahan finansial yang terjadi akibat Covid-19 dengan menerbitkan saham baru. Dengan korporatisasi. Bukan dengan utang seperti yang dilakukan Garuda. Penerbitan saham baru mengakibatkan SQ menerima uang segar sehingga terjadi kenaikan ekuitas sebesar IDR 90,43 triliun. Rasio utang pun menurun tinggal 0,68.

Pandemi: Siapa paling tangguh?

Dibanding dengan Air Asia pun kebijakan Garuda jauh lebih rakus utang. Utang Air Asia posisi akhir tahun 2019 adalah MYR 22,68 miliar. Akhir semester pertama 2020 naik menjadi MYR 24,17 miliar. Hanya meningkat MYR 1,49 miliar (IDR 5,36 triliun).

Bagaimana kuartal ketiga tahun 2020 ini? Pandemi masih mengganas. Masyarakat masih takut terbang. Negara-negara masih menutup pintu penerbangan dari luar negeri. Tentu kondisinya masih sangat berat. Memperhatikan data di atas, kuartal ketiga ini nampaknya Garuda akan makin berat. SQ lebih kuat bernafas karena beban utang yang kecil. Air Asia berada diantara keduanya. Tapi semua hanya perkiraan. Hasilnya mari kita tunggu terbitnya laporan keuangan resminya. Ikuti terus www.korporatisasi.com.

Baca juga:
Pizza Hut era pandemi.
Pertamina versus AKR era pandemi
Pertamina versus ExxonMobil era pandemi

Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram  atau Grup WA SNF Consulting

*)Artikel ke-289 ini ditulis pada tanggal 16 September 2020 oleh Iman Supriyono, CEO SNF Consulting.

One response to “Garuda, Air Asia & SQ Era Pandemi: Siapa Paling Parah?

  1. Ping-balik: Pizza Hut Era Pandemi: Singkirkan Gengsi! | Catatan Iman Supriyono

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s