Kedelai: De-tempe-isasi, De-tahu-isasi


Caruban di suatu malam. Hari itu saya sedang bertandang ke kampung halaman. Sebagai pemudik, menyantap makanan kampung halaman adalah salah satu “ritual” yang “harus” dijalani. Jadah bakar adalah santapan malam itu. Kue berbahan ketan dan kelapa ditumbuk halus lalu dibakar ini menjadi menu spesial. Kue yang di daerah lain juga disebut tetel ini menemani bincang santai dengan ayah ibu di ruang tamu.

jadah tempe sketch

Jadah tempe: kedelainya impor

Jadah hangat dengan bagian-bagian gosong adalah sebuah kenikmatan luar biasa. Aroma arang kayu pun merasuk kuat di sekujur “tubuh” warisan kuliner nenek moyang ini. Jika sudah demikian, keberadaan tempe goreng menjadi “kebutuhan mutlak”. Sebuah pasangan menu murah meriah penuh sensasi kenikmatan. Saya jadi teringat sebuah gending jawa yang mengangkat menu ini sebagai tema: jadah tempe….eee..eee…

♦♦♦

Menurut Wikipedia, kedelai adalah tanaman yang aslinya berasal dari Asia Timur. Tanaman ini kemudian menyebar ke berbagai penjuru. Kini kedelai adalah salah satu komoditas global yang berperan luar biasa dalam kehidupan. Kedelai memenuhi kebutuhan umat manusia untuk makanan maupun non makanan. Total produksi kedelai dunia pada tahun 2006 adalahh 221,5 juta metric ton. Betapa pentingnya komoditas ini bisa dibandingkan dengan produksi beras global yang menurut Wikipedia sebesar 380 ton lebih. Artinya, volume produksi kedelai yang bukan bahan makanan pokok ini ternyata lebih dari separo produksi beras yang merupakan makanan pokok pada banyak bangsa.

panen kedelai amerika serikat

Perlu dicatat, tidak ada satu bangsapun yang menjadikan kedelai sebagai bahan makanan pokok. Kedelai memang bukan sumber karbohidrat sehingga tidak memungkinkan menjadi makanan pokok. Tetapi, kedelai adalah sumber protein yang juga sangat dibutuhkan tubuh manusia selain karbohidrat. Bahkan keberadaan protein dalam menu makanan keseharian menjadi unsur pokok untuk kualitas fisik seseorang. Jangan berharap anak-anak kita menjadi cerdas tanpa konsumsi protein yang cukup dalam makanan kesehariannya.

Begitu pentingnya kedelai, maka bangsa-bangsa pun berlomba memproduksinya. Bersaing teknologi pertanian untuk menanamnya. Dan hingga kini…pemenangnya adalah: Amerika Serikat. Lengkapnya, berikut ini adalah delapan besar negara produsen kedelai dunia setelah USA sebagai juara pertama: Brazil, Argentina, China, India, Paraguay, Canada, dan Bolivia pada urutan terakhir.

Ada yang menarik: dari delapan besar, tujuh di antaranya berada di benua Amerika. Inilah barang kali penyebab adanya keraguan akan catatan sejarah yang nenyatakan bahwa habitat asli kedelai adalah Asia Timur. Seorang kawan doktor Biologi lulusan Jerman menyatakan bahwa habitat Asli kedelai adalah Amerika. Keyakinan ini lebih cocok dengan logika bahwa tanaman apapun akan lebih bagus tumbuh di habitat aslinya. Amerika yang kini menjadi sumber pasokan kedelai dunia diyakini sebagai habitat asli kedelai.

Atau kalau dalam logika saya sebagai orang awam di bidang biologi dan pertanian, Asia Timur maupun Amerika sama-sama beriklim subtropis. Bangsa2 raja kedelai juga memiliki wilayah yang beriklim subtropis. Sesuatu yang sangat masuk akal.

Dalam pikiran para entrepreneur, tidak terlalu penting untuk mencari dari mana asal-usul kedelai yang benar. Yang penting, kita tahu bahwa negeri ini memiliki kebutuhan kedelai yang sangat tinggi. Menurut BPS yang juga dikutip oleh Supadi dari Departemen Pertanian, Sejak tahun 1975 kita adalah bangsa pengimpor kedelai. Bahkan sejak tahun 2001 hingga kini, kebutuhan kedelai nasional lebih banyak dipenuhi oleh petani Amerika daripada petani lokal. Kita mengimpor lebih dari satu juta ton per tahun. Produksi lokal tidak sampai 1 juta ton. Bila harga per kilogram Rp 10 000 saja, dibutuhkan uang lebih dari Rp 10 Trilyun. Dalam kacamata para entrepreneur: ada peluang pasar Rp 10 trilyun pertahun. Luar biasa!

Sayang, para petani kita tidak banyak yang berpikir sebagai entrepreneur.  dan yang sudah bermindset entrepreneur pun belum banyak yang kemudian melakukan korporatisasi pertanian. Aktivitasnya menghasilkan kedelai, membayar tenaga kerja buruh tani, dan kemudian menjual produk pertanian hasil panen tidak dianggap sebagai bisnis. Pertanian lebih dianggap sebagai sebuah tradisi turun-temurun. Melakukan aktivitas pertanian tidak sebagai korporasi.  Jauh sekali dari pemenuhan kebutuhan kedelai.

Logo SNF Consulting dengan tagline korporatisasi efek star

Korporatisasi pertanian. Kita membutuhkannya

Ada lagi yang harus kita renungkan. Dengan membaca data tentang perkedelaian, kita jadi tahu bahwa tempe dan tahu berbahan baku impor. Tanamannya pun bukan berhabitat asli dari negeri ini. Jadi benar-benar impor sejak akar akarnya. Bagaimana menyelesaikan ketergantungan pada kedelai impor? salah satunya adalah dengan menurunkan tingkat konsumsi tempe dan tahu. Mungkin bisa disebut de-tempe-isasi atau de-tahu-isasi. Paling tidak sebelum korporatisasi pertanian kita bisa berjalan dan mendatangkan hasil.  Akal sehat mengatakan memang harus dilakukan, walau tentu saja berat. Jadah tempee…eee…eeee

Baca juga:
Korporatisasi pertanian edamame
Korporatisasi peternakan

Artikel ini ditulis oleh Iman Supriyono, CEO SNF Consulting,  pernah dimuat di majalah Muslim, terbit di Surabaya dengan judul “Kedelai” dan kemudian menjadi bagian dari buku karya ke 8 penulis “Anda Jago Kandang atau Kelas Dunia?” dengan pengeditan sesuai dengan suasana terkini

9 responses to “Kedelai: De-tempe-isasi, De-tahu-isasi

  1. Wow..amazing,pdhl bngsa qt slain trknl sbg bgs pelaut(nenek moyangku seorg pelaut)jg seorg petani.bny tokoh2 bsr negeri ini lhr dr klrg petani,tp knp kedelai,jagung,bahkn beras hrs import?? Apa krn sawah2 skrg brubah jd mall/apartement? Sy rasa bkn itu.mnrt sy krn jd petani tdk bs jd sejahtera,jd petani identik dg kmiskinan.bahkn suami sy sndr pny sawah peninggalan ortuny hrs djual krn ngrumat sawah mdlny bny.hrg pu2k yg selangit tdk sesuai dg hsl yg dpanen.sharusny ini tgs pemerintah buat mensejahterakn rakyat trutama petani agr dberi kmudahan dlm mengolah sawah spy bs mghslkn produk prtanian yg brmutu tinggi hingga qt bs mnjd negara pengexport bhn pangan.

  2. impor kedele sudah terjadi sejak th 70 an sampe sekarang. dibutuhkan petani petani entrepreneur seperti di amrik!

  3. makin keren aja cak … ayo bikin diskusi lagi di ngalam

  4. wah….kulinernya kelihatannya enak itu ustadz hehe

  5. Ping-balik: Hilangnya Swasembada Ayam: si Blirik Klawu dan Bendan | Korporatisasi

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s