Tangerang, 25 Maret 2006. Suatu pagi di kantor cabang Bank BRI. Pagi itu saya terkesima dengan sebuah foto yang terpampang di salah satu sudut kantor bank dengan corporate identity warna biru itu. Bukan foto artis populer. Juga bukan tokoh politik terkenal. Melainkan poto seorang lelaki paruh baya mengenakan setelan jawa lengkap dengan balangkon-nya. Raden Bei Aria Wiraatmadja. Itulah nama lelaki itu.
Lalu kenapa lelaki jawa itu dipajang di kantor cabang bank sebesar BRI? Tidak lain karena peran penting lelaki itu. Dialah perintis pendirian bank yang pada daftar 2000 perusahaan dunia majalah Forbes 2015 ini masuk pada urutan 457 bersama 5 perusahaan Indonesia yang lain: Bank Mandiri pada urutan 490, BCA urutan 630, Telkom urutan 783, BNI urutan 927, PGN urutan 1542, dan Gudang Garam pada urutan 1679.
Dan yang lebih membuat saya terkesima adalah asal usul dana yang digunakan untuk merintis bank terbesar Indonesia itu: uang kas masjid. Ya, itulah informasi yang membuat saya terkesima. Informasi itu terkonfirmasi saat saya tanyakan kepada pak Mangapul Nasution, pimpinan cabang BRI Tangerang ketika itu.
Merujuk pada buku “Seratus Tahun Bank Rakyat 1895-1995”, penulis blog http://www.blogketinggalanzaman.blogspot.com bahkan lebih detail menggambarkan tentang asal usul bank yang terkenal beroperasi ke berbagai pelosok negeri itu. Bermula dari rasa iba pada sorang guru yang terjerat hutang dengan bunga tinggi, sang bangsawan menggunakan dana pribadinya untuk menolong. Menolong dengan cicilan ringan selama 20 bulan. Karena ternyata banyak orang orang membutuhkan pertolongan serupa, sang patih di Banyumas ini akhirnya menggunakan dana kas masjid. Tentu saja harus mengembalikannya sebagaimana apa yang dilakukan bank pada saat ini, dengan pembayaran yang ringan. Itulah yang kini menjadi bank beraset 700-an Trilyun dengan laba tahunan 20-an Trilyun itu.
&&&
Meg, Brian dan Satya. Ketiganya adalah CEO perusahaan raksasa global dibidangnya masing-masing. Meg Whitman adalah CEO HP, Brian Krzanich CEO Intell, dan Satya Nadella CEO Microsoft. Saya sangat terkesima ketika ketiganya bertemu dalam sebuah acara CEO Panel yang dimoderatori oleh kolumnis New York Times pemenang hadiah Pulitzer Thomas Friedman. Ada konten yang sangat menarik dalam acara yang bisa ditonton di Youtube itu: spesialisasi dan sinergi.
Mereka bertiga adalah ibarat tiga sahabat yang masing masing membawa kopi, gula dan tremos air panas dan kemudian membuat sebuah minuman yang menyegarkan: kopi panas. Meg membuat komputer HP yang tahun lalu beromset sekitar Rp 1300 Trilyun sebagai “tremos air panas”. Brian menuang “kopi” dengan Intel nya yang tahun lalu beromset sekitar Rp 700 Trilyun. Satya menuang “gula” dengan Microsoft nya yang tahun lalu beromset skitar Rp 110 Trilyun. Ketiganya adalah perusahaan raksasa dunia pada bidangnya masing masing yang duduk pada peringkat 96, 25, dan 67 pada daftar 2000 perusahaan dunia 2015 berdasar omset, aset, laba dan kapitalisasi pasar. Ketiganya adalah perusahaan luar biasa yang saling bersinergi dengan keahiannya masing-masing. Ketiganya terus bergandengan tangan untuk menaklukkan dunia.
&&&
Spesialisasi adalah kata kunci. Enam perusahaan Indonesia yang tampil pada daftar 2000 perusahaan terbesar dunia semuanya adalah para spesialis. BRI, Mandiri, BCA dan BNI spesialis pada sektor finansial dan tidak mengerjakan apapun diluar itu. Telkom spesialis telekomunikasi dan meninggalkan apapun dilaur itu. PGN spesialis bebisnis gas saja. Gudang Garam jagonya rokok. Itulah pahlawan korporasi negeri ini. Menjadi pahlahwan dengan spesialisnya. Mengalahkan perusahaan perusahan konglomerasi seperti grup Lippo, grup Sinar Mas, Grup CT Corp dan sebagainya yang apa saja dikerjakan.
Untuk hasil yang lebih besar, spesialisasi harus didukung dengan sinergi alias kolaborasi. HP, Intel dan Microsoft menjadi juara bisnis dunia dengan mensinergikan spesialisasinya masing-masing. Walaupun HP tahu bahwa processor adalah otak tiap komputer atau gadged yang dijualnya, ia tidak tergoda untuk membuat perusahaan processor sendiri. HP juga tidak membuat software walau dia tahu bahwa itu adalah salah satu komponen vital produknya. Sebaliknya, Intel dan Microsoft juga tidak tergoda untuk membut komputer atau gadged. Cukup mengisi komputer yang sudah dibuat oleh HP. Itulah konsistensi pada spesialisasi dan kemudian mengisi kekurangannya dengan sinergi dengan para spesialis lain. Spesialisasi dan sinergi adalah kata kunci yang menempatkan HP, Intel dan Microsoft pada ranking atas perusahaan-perusaan kelas dunia. Sekali lagi spesialisasi dan sinergi. Bukan konglomerasi. Seperti Meg, Brian dan Satya. Bisa!
Tulisan Iman Supriyono ini pernah dimuat di majalah Matan, terbit di Surabaya
Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram atau Grup WA KORPORATISASI atau hadiri KELAS KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi