DMU Sebagai Investing Company: Connecting the Dots


Tulisan saya pada artikel ke-222 situs ini telah  membahas bagaimana ekonomi sebagai pilar ketiga Persyarikatan Muhammadiyah dirintis. Format logisnya adalah sebuah investment company. Almarhum Pak Afghon Anjasmara telah meletakkan dasarnya. Bagaimana selanjutnya? Bagaimana sebuah investment company seperti DMU bisa berperan dalam connecting the dots bagi unsur-unsur kekuatan ekonomi yang kini masih berserakan?

Pertanyaan-pertanyaan itu muncul terpicu oleh kehadiran saya pada acara peringatan 25 tahun KML Food yang kemudian di-rebranding  menjadi Kelola Group. Acaranya sungguh membanggakan. Pak Anwar Abbas ketua PP Muhammadiyah  pun naik panggung. Penyanyi Rossa dan Judika hadir untuk menghibur undangan.

IMG_20190909_192515-min (1)

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas pada acara rebranding KML Food menjadi Kelola Group. Foto koleksi pribadi penulis

Kelola Group  bisa dipandang sebagai sebuah dot dalam pilar ketiga Perserikatan. Mengapa? Tidak lain adalah karena perusahaan yang produknya diekspor ke puluhan negara ini didirikan dan dikelola oleh Pak Nadjik, ketua Majelis Ekonomi PP Muhammadiyah. Sebelumnya adalah ketua Majelis Ekonomi PWM Jawa Timur.

Dalam kategorisasi operating company (OC)-investing company (IC), perusahaan yang telah memiliki lebih dari 65 pabrik pengolahan seafood ini adalah sebuah OC. OC yang tumbuh pesat tidak bisa tidak akan membutuhkan kehadiran IC. Hubungannya adalah seperti DMU-MJB Pharma yang telah saya tulis pada periode lalu. Hubungan mutualistik.

Hubungan mutualistik itu paling tidak bisa dijelaskan dalam aspek finansial. OC akan tumbuh pesat jika bisa berinvestasi jauh lebih besar dari pada labanya. Sari Roti adalah contoh yang tepat untuk di copy paste. Penguasa pasar roti nasional ini misalnya tahun 2017 mengantongi laba Rp 135 milyar. Tahun 2018 Rp 127 miliar. Dua tahun tersebut Sari Roti menggelontorkan dana masing-masing Rp 369 milar dan Rp 367 milar. Masing-masing 2,7 kali laba dan 2,9 kali laba. Bisa dibulatkan sebagai 3x laba. Investasinya adalah membangun pabrik baru untuk masuk pada wilayah baru.

Kebijakan makin menjadi-jadi tahun ini.  Semester pertama 2019 ini labanya Rp 79 miliar. Kas yang digelontorkan untuk investasi adalah Rp 288 miliar alias 3,6 kali laba. Bisa dibulatkan 4x laba. Itulah mengapa Sari Roti hadir sangat masif di pasar. Boikot netizen terkaitt aksi 212 dulu tidak berpengaruh signifikan.

Apakah dengan ekspanasi yang super kencang itu pemegang saham benar-benar mengetatkan ikat pinggang tanpa mengambil dividen sama sekali? Tidak. tahun 2017 dividennya Rp 69 milar. Tahun 2018  Rp 36 milar. Masing-masing 51% dan 28% dari laba. Pemegang saham tetap bisa menikmati investasinya.

Lalu dari mana Sari Roti memperoleh dana untuk membangun pabrik dimana-mana tersebut? Tidak lain adalah dari menerbitkan saham baru. Mengundang investor yaitu perusahaan-perusahaan IC untuk berinvestasi. Tahun 2017 Sari Roti menerbitkan saham baru (rights issue) dan memperoleh dana sebesar Rp 1,308 triliun. Rp 500 milar dari dana itu digunakan untuk  melunasi utang. Selebihnya untuk membangun pabrik. Utang perlu dilunasi untuk melicinkan cash flow.  Perusahaan pun akan makin lincah bergerak di pasar.

Nah, pola pengembangan Sari Roti yang saya sebut korporatisasi inilah yang juga dilakukan oleh MJP Pharma yang saya tulis edisi lalu.  MJB sebagai OC menerbitkan saham sebesar 10%. Saham tersebut dibayar oleh IC. IC nya tidak  lain adalah adalah DMU yang sahamnya sepenuhnya dimiliki Muhammadiyah. Nah, jika MJB bisa bersinergi dengan DMU, tentu saja Kelola Group juga bisa. Bahkan lebih bisa karena pendiri Kelola Group bukan orang lain bagi Muhammadiyah.

Di kalangan Persyarikatan ada banyak dot yang juga bisa dikembangkan melalui sinergi OC-IC. Ada Jatinom sebagai perusahaan peternakan di Blitar. Ada Awam yang selama ini dikenal sebagai jaringa ritel yang kuat di Babat dan sekitarnya. Ada  Wardah yang juga dikenal luas sebagai kosmetik yang sedang naik daun. Ada hotel Sofyan yang dikenal sebagai perintis hotel syariah di negeri ini. Ada Parahita sebagai lab medis ternama. Masih banyak lagi dot yang bisa dikembangkan dengan mengoptimalkan peran DMU sebagai IC.

Lalu dari mana DMU memperoleh dana? Sebagai awalan DMU telah melakukannya dengan baik melalui tangan dingin Pak Afghon almarhum. Selanjutnya ada satu lagi pintu yang harus dibuka oleh Persyarikatan untuk memperkuat pilar ketiga ini yaitu dana wakaf. Pelaksanaannya bisa ditempelkan pada Lazizmu atau bisa juga membuat lembaga wakaf yang baru. Kerjanya adalah mengumpulkan dana wakaf sperti yang dilakukan oleh Universitas Al Azhar dari Kairo hingga mampu menggratiskan uang kuliah hampir untuk seluruh mahasiswanya. Aset wakaf itu kemudian dikelola oleh DMU dan diinvestasikan ke MJB Pharma, Kelola Group, Wardah, Lab mesis Parahita, Hotel Sofyan, Awam dan sebagainya sebagai OC. Menjadi investee bagi DMU. Mereka pun akan tumbuh pesat dengan investasi 3x laba atau lebih tanpa dibebani bunga dan tampa mengembalikan pokok. Tumbuh makin pesat. Mereknya makin kuat. Pasarnya makin luas. Kelak akan hadir dengan di berbagai negara. Melayani konsumen di berbagai negara. Dan yang penting, para karyawan perusahaan-perusahaan itu akan merasakan bahwa sebagian dari laba mereka akan dikontribusikan untuk kepentingan sosial keagamaan. Praktek teknis dari konsep bekerja sebagai ibadah. DMU berperan besar dalam connecting the dots. Saat itulah pilar ketiga benar-benar dirasakan oleh masyarakat dunia. Semoga. Aamin.

Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram  atau Grup WA SNF Consulting

*)Artikel ke-227 ini ditulis oleh Iman Supriyono, CEO SNF Consulting. Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Matan edisi Oktober 2019, terbit di Surabaya

 

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s