Ekonomi desa sedang seksi. Kenapa? Karena ada dana desa yang digelontorkan pemerintah. Seiring dengan itu muncullah konsep BUMDES. Badan usaha milik desa.

Pertanian adalah salah satu sektor yang bisa menjadi investee BUMDES. Foto koleksi pribadi penulis saat mencangkok tanaman buah Lengkeng
Muncullah berbagai upaya untuk membangun BUMDES. Lebih tepatnya upaya untuk mencoba-coba format atau model bisnis yang tepat. Trial and error.
Pertanyaannya, haruskah trial and error? Haruskah buang-buang uang untuk coba-coba? Tidak adakah format yang sudah terbukti dan tinggal melanjutkan? Saya akan menjelaskannya dalam format poin-poin:
- Bicara BUMDES adalah bicara perusahaan. Ada dua kelompok besar perusahaan. Operating dan Investing Company. Saya sudah menuliskannya dengan dengan detail. Silakan baca di link ini.
- Di desa-desa seperti di desa saya di Madiun, sejak dulu kala sudah dikenal kepemilikan desa atas aset berupa tanah. Di desa saya disebut tanah bengkok. Karakternya tidak kurang tidak lebih adalah sebuah investment company alias IC. Kepemilikan aset oleh desa yang manfaatnya digunakan untuk kebutuhan desa tersebut. Di desa saya semua perangkat desa diberi kompensasi berupa pemanfaatan tanah bengkok. Kepala desa misalnya diberi hak memanfaatkan 7 hektar sawah selama masa jabatannya. Sawah ini bisa ditanami sendiri ataupun bisa juga disewakan oleh si kepala desa.
- Tanah tersebut mengandung paling tidak 2 manfaat. Manfaat pertama adalah bagi pemerintahan desa yaitu sebagai biaya gaji bagi perangkat desa. Manfaat kedua adalah bagi masyarakat desa berupa lapangan kerja untuk menggarap sawah itu
- Jika desa mendapatkan dana dari anggaran negara, secara sederhana bisa dikelola seperti tanah desa. Dibelikan aset yang bisa bermanfaat baik bagi pemerintah desa maupun bagi masyarakat tanpa ada dengan risiko yang sangat kecil. Nyaris tanpa risiko
BUMDES sebagai investment company berperan penting dalam membesarkan pelaku ekonomi di pedesaan melalui korporatisasi
- Aset yang dibeli bisa properti seperti tanah desa bisa juga aset lain sebagaimana layaknya sebuah IC yaitu saham atau obligasi/sukuk berbagai perusahaan. Silakan baca link ini untuk portofolio investasi sebuah IC.
- Jika besar, BUMDES yang besar akan menjadi perusahaan seperti Temasek Holding nya pemerintah Singapura atau Khazanah Holding-nya Malaysia
- Mengapa harus IC dan tidak boleh OC? Paling tidak ada empat alasan. Pertama, OC mengandung risiko rugi dan pailit. Apalagi yang bersifat rintisan dan skala kecil. Tidak stabil, tidak ada sistem manajemen, dan cenderung mudah bangkrut. Uang desa akan hilang. Ini sangat tidak baik untuk dana milik negara atau milik masyarakat banyak
- Kedua, OC bersaing dengan OC lain yang sejenis. Jika membangun toko kelontong misalnya, BUMDES akan bersaing head to head dengan toko kelontong milik warga desa. Ini tentu tidak fair karena desa adalah pengayom masyarakat. Bagaimana bisa mengayomi jika harus bersaing.
- Hanya IC yang tidak bersaing dengan perusahaan manapun. IC akan menjadi mitra perusahaan lain manapun. IC lain maupun OC. Dengan sesama IC ia akan berpartner masuk sebagai pemegang saham OC sebagai investee. Prinsipnya tidak mau menaruh “telur” di satu keranjang. Dengan OC bidang apapun ia akan menjadi investor.
- Ketiga, desa adalah wasit bagi para pelaku ekonomi di desa itu. Tentu tidak fair jika wasit juga merangkap pemain. Pertandingannya pasti akan buruk dan tidak menarik
- Keempat, adalanya dilema OC. Untuk sukses dan terbangun sistem, sebuah OC butuh melakukan korporatisasi. Jika tidak dilakukan perusahaan akan kerdil atau tercekik utang seperti Pertamina, Inalum, Garuda, Krakatau Steel, dll. Kalah dalam persaingan. Jika dilakukan ujung-ujungnya juga akan menjadi perusahaan full public company dan tidak lagi menjadi BUMDES. Seperti DHL yang semula BUMN Jerman atau Embraer BUMN Brazil kini menjadi fully public company Tanpa pemegang saham pengendali
- Maka, hanya IC format yang tepat bagi BUMDES. Lalu, bagaimana langkah-langkah untuk mewujudkannya? Langkah pertama adalah pembentukan badan hukum BUMDES sesuai undang-undang. Tanda sederhana selesainya langkah pertama ini adalah adanya rekening bank atas nama BUMDES tersebut
- Langkah kedua adalah mulai berinvestasi. Pedoman penting bagi IC adalah aman-aman-aman-hasil. Pengelola IC yaitu direksinya harus benar-benar faham konsep portofolio investasi. SNF Consulting bisa menjadi sparring partner direksi untuk keperluan ini
- Langkah ketiga adalah terus membesarkan BUMDES dengan kebijakan surplus pada anggaran desa. Pendapatan lebih besar daripada beban. Surplusnya untuk menambah aset BUMDES. Seperti anggaran pemerintah Singapura. Surplusnya diinvestasikan untuk menambah aset Temasek.
Demikian tulisan saya tentang BUMDES. Kembali ke tradisi tanah bengkok alias tanah desa alias tanah ganjaran. Tradisi yang sesuai dengan ilmu korporatisasi modern. Anda kepala desa? Atau perangkat desa? Atau pengelola BUMDES? Selamat mempraktekkan.
Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram atau Grup WA SNF Consulting
Artikel ke-228 ini ditulis dalam perjalanan di Toll Malang- Surabaya oleh Iman Supriyono, CEO SNF Consulting