Start Up, Bakar Uang, Pailit & Exit Strategy: OFO Bike


Banyak pertanyaan yang datang kepada saya tentang bagaimana hitungan finansial “bakar uang” yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan start up.  Untuk menyingkat, perusahaan start up selanjutnya saya sebut SU.  Bagaimana hitungan finansialnya? Benarkah investor perusahaan SU tidak membutuhkan laba?  Bagaimana SU bisa pailit? Berikut ini penjelasan saya dalam format poin-poin.

Sepedaku

Kegagalan OFO Bike Sharing asal China yang sebelum tutup telah berekspansi ke berbagai negara bisa menjadi pelajaran. Foto: koleksi pribadi penulis

  1. Yang dimaksud perusahaan SU pada tulisan in adalah perusahaan yang baru didirikan yang kondisinya belum mapan. Istilah lain dari SU adalah perusahaan rintisan. Ciri mapan paling tidak adalah: memperoleh laba yang stabil, memiliki sistem manajemen yang cukup dan tata kelola perusahaan yang memadai. Sistem manajemen yang cukup paling tidak ditandai dengan jumlah level jabatan efektif yang memadai (paling tidak 4 level) dan menjalankan sistem akuntansi yang sesuai standar. Tata kelola yang baik paling tidak adalah bahwa direksi, komisaris dan pemegang saham telah menjalankan fungsi check and balance sesuai undang-undang PT
  2. Dengan definisi di atas, SU atau perusahaan rintisan jauh lebih baik dipakai oleh para entrepreneur dari pada menggunakan istilah UKM, UMKM atau SME. Tiga istilah yang disebut terakhir ini merugikan masa depan seorang entrepreneur. Baca tulisan saya Entrepreneur Jangan Sebut diri UKM.
  3. Sebuah perusahaan akan memperoleh laba jika telah menemukan model bisnis yang diterima pasar dalam ukuran tertentu. Ada model bisnis yang cukup dengan skala kecil. Sebaliknya, ada model bisnis yang baru mendatangkan laba setelah mencapai skala sangat besar.
  4. Contoh model bisnis skala kecil misalnya adalah sebuah warung nasi. Modelnya: membeli bahan makanan, mengolahnya dan kemudian menjual kepada masyarakat. Dengan satu gerai pun sebuah warung nasi bisa memperoleh laba. Kita bisa menjumpai usaha warung nasi seperti ini dimana-mana. Banyak sekali yang masih berupa SU sebagaimana definisi di atas
  5. Contoh model bisnis skala besar adalah perusahaan prinsipal mobil. Modelnya: mendesain mobil, membuat prototype, menguji prototipe, memproduksi suku cadang tertentu dan membeli dari pihak lain sebagian besar suku cadang lain, merakit suku cadang menjadi mobil lalu menjualnya kepada masyarakat. Contoh SU dalam bidang ini adalah Tesla Motor. Perusahaan yang telah berusia belasan tahun dengan aset sekitar Rp 400 triliun ini sampai saat ini masih belum mapan. Belum mampu menghasilkan laba.
  6. Model bisnis yang hanya menuntut skala kecil tidak membutuhkan modal besar. Oleh karena itu istilah bakar uang tidak terjadi pada model ini. Bakar uang baru dibutuhkan oleh SU yang model bisnisnya menuntut skala besar. Seperti Tesla.
  7. Pada model bisnis yang menuntut skala besar, para pendirinya cenderung tidak mampu menyediakan modal dari kantongnya sendiri. Oleh karena itu, para pendiri SU seperti ini dituntut untuk mampu menarik para investor untuk masuk sebagai pemodal dalam kondisi perusahaan belum memperoleh laba. Dan masuknya dana investor pun hanya mungkin melalui pintu ekuitas alias kepemilikan saham. Tidak mungkin dari pintu utang.
  8. Perlu diketahui, hanya ada dua pintu untuk masuknya uang kepada perusahaan dari pihak luar yaitu ekuitas atau utang. Tidak ada pintu lain. Ciri ekuitas: tidak ada pengembalian dana yang telah masuk dari perusahaan penerimanya. Perusahaan hanya membagi dividen ketika sudah menghasilkan laba. Ciri utang: perusahaan wajib mengembalikan dana sesuai komitmen dan wajib membayar imbal hasil berupa bunga. Dalam skema syariah imbal hasil ini bisa berupa margin skema murabahah atau bagi hasil dalam skema mudharabah atau musyarakah
  9. SU yang model bisnisnya skala besar butuh suntikan dana investor secara terus-menerus sampai memperoleh laba. Suntikan dana ini harus terus menerus dilakukan sampai SU mencapai skala ekonomi yang cukup untuk memperoleh laba atau paling tidak sampai arus kas operasional positif. Oleh karena itu SU seperti ini dituntut terus-menerus menerbitkan saham baru untuk memenuhi kebutuhan dana operasional perusahaan (membayar gaji pegawai, membayar pemasok, membeli aset dan sebagainya)
  10. Yang bisa menyuntik dana SU dalam kondisi belum laba adalah perusahaan investasi (holding company, investment company, IC). Mengapa? Karena IC bekerja dengan prinsip portofolio “tidak menaruh telur pada satu keranjang”. Mereka harus menyebar aset kelolaan pada berbagai perusahaan di berbagai industri pada berbagai negara dengan berbagai model bisnis baik SU maupun perusahaan mapan. Inilah cara mereka untuk menerapkan konsep aman-aman-aman-hasil.
  11. Bagi IC, menempatkan sebagian dana ke SU adalah wajib. Mengapa? Paling tidak ada dua alasan. pertama, karena perusahaan-perusahaan mapan yang telah menjadi investee mereka suatu saat bisa jatuh pailit karena tidak bisa menyesuaikan terhadap perubahan. Nah, jika risiko itu terjadi, IC masih akan mendapat gantinya dari SU yang saat ini belum laba. Jadi masuk ke SU adalah pengamanan risiko IC sebagai pelaksanaan konsep aman-aman-aman-hasil
  12. IC memiliki anggaran sekitar 0,1-10% dari dana kelolaan untuk ditempatkan di SU. Prosentase ini tergantung pada preferensi risiko dan strategi mereka masing-masing. Khazanah Holding, IC miliki pemerintah Malaysia misalnya, menganggarkan sekitar 0,3% dari aset kelolaan untuk ditanamkan pada SU malalui ekuitas.
  13. Kedua, IC butuh tumbuh. Pertumbuhan yang paling penting bagi sebuah IC adalah hal aset kelolaan. Asal pertumbuhannya bisa dari laba bisa juga dari mendatangkan investor baru baik melalui skema ekuitas (sebagai proses korporatisasi si IC) ataupun melalui mekanisme reksa dana atau sejenisnya. Tumbuhnya aset kelolaan ini tentu harus diinvestasikan. Dan SU menjadi peluang untuk menampung pertumbuhan ini
  14. Prinsip IC adalah murni sebagai investor. Sifatnya pasif. Tidak ikut campur urusan pengelolaan perusahaan tempatnya berinvestasi. IC tidak memiliki kapasitas untuk mengelola atau menempatkan orangnya pada investeenya. Oleh karena itu, ketika masuk ke SU pun, ia akan memastikan bahwa SU tersebut telah memenuhi syarat bagi masuknya dana dengan konsep pasif ini. Oleh karena itu, perusahaan SU membutuhkan peran venture capitalist alias VC. VC membantu SU agar menarik bagi IC untuk masuk
  15. Contoh VC yang sangat aktif membantu SU dan telah memiliki track record puluhan tahun adalah Sequoia. Google, Facebook, Gojek adalah beberapa contoh SU asuhan Sequoia. Baca tulisan saya khusus tentang ini
  16. Kerja VC adalah membantu perusahaan SU untuk perbaikan sistem manajemen dan tata kelola perusahaan seiring dengan prosesnya menemukan model bisnis yang tepat. Selain bantuan penataan manajemen, VC masuk kepada SU juga melalui pintu ekuitas. Tetapi ekuitas ini sifatnya tidak permanen. Suatu saat mereka akan menjual ekuitas itu untuk menikmati capital gain sebagai pendapatan mereka. Inilah yang disebut sebagai exit strategy. Jadi, exit strategy adalah kebutuhan sebuah VC. Tunggu tulisan khusus tentang ini di web ini.
  17. SU membutuhkan suntikan dana secara terus-menerus untuk tumbuh. Untuk membayar gaji pegawai dan sebagainya. Untuk berinvestasi. Untuk menemukan model bisnis yang tepat. Bakar uang sampai akhirnya memperoleh laba. Pada proses inilah risiko kepailitan muncul. SU akan pailit jika dalam proses tersebut tidak mampu lagi menarik IC untuk menyuntik dana. Karena rugi dan cash flow minus, satu-satunya sumber dana adalah dari suntikan investor. Tidak adanya suntikan investor berakibat SU tidak mampu membayar kewajiban-kewajibannya kepada karyawan maupun pemasok. Pada saat seperti ini karyawan tentu tidak akan bisa bertahan. Pemasok bisa menggugat pailit. Lonceng kematian pun tiba. Inilah yang dialami oleh OFO, SU bike sharing asal RRC.
  18. OFO didirikan di RRC tahun 2014. Tahun 2016 mulai berekspansi ke luar negeri. Masuk Singapura Februari Masuk UK bulan April  tahun yang sama. Masuk USA Agustus tahun yang sama. Masuk Australia Oktober tahun itu pula. Desember masuk Perancis.
  19. Juli 2018 OFO mengumumkan akan menutup operasinya di beberapa negara sekaligus mengurangi kehadirannya di beberapa kota. Efisiensi. Ini adalah tanda bahwa OFO sudah tidak memenuhi minusnya arus kas operasional dengan mendatangkan investor baru. Bisa disengaja oleh manajemen sebagai sebuah strategi. Bisa juga karena keterpaksaan. Manajemen masih mau mencari investor tetapi sudah tidak ada IC yang mau.
  20. Oktober 2018 mulai terjadi arus penarikan deposit dari customer OFO. Inilah tanda lonceng kematian itu. Dicabutnya kepercayaan oleh pelanggan. Akhir 2018 OFO mempertimbangkan untuk menyatakan pailit karena masalah arus kas. Januari 2019 OFO telah menutup divisi internasionalnya. Tanggal 3 Februari 2019 website OFO telah ditutup dan menyisakan halaman putih kosong sampai hari ini.
  21. Jadi, “bakar uang” bagi SU adalah sesuatu yang sangat matematis dalam kacamata IC. Mereka akan ikut “bakar uang” pada SU yang dipandangnya masih punya prospek. Menarik duit mereka harus dilakukan oleh SU sebelum mampu menghasilkan laba. Atau lebih tepatnya sebelum arus kas operasionalnya positif. Jika gagal mereka akan tutup.
  22. Terkadang di tengah perjalanan mendapatkan laba, sebuah SU sudah perlu mengerem diri untuk menghemat dana dari investor. Pengurangan karyawan Bukalapak yang sempat mencuat ke media beberapa waktu lalu, jika benar terjadi, adalah contoh cara SU untuk mengerem diri. Menghemat uang kepercayaan investor sampai kelak menghasilkan laba dan tidak bergantung lagi pada suntikan dana baru dari investor
  23. Pertanyaannya, jika SU pailit siapa yang paling rugi? Para pendiri, manajemen dan karyawan merekalah yang paling rugi. Mereka kehilangan pekerjaan. Bahkan bisa jadi para pendiri yang umumnya merangkap sebagai direksi dan CEO akan dikasuskan di pengadilan. Bisa menerima sanksi yang sangat berat seperti dicabutnya hak untuk mendirikan perusahaan lagi, dicabutnya hak untuk memiliki rekening bank dan sebagainya. Pak Dahlan Iskan pernah menulis tentang sanksi seperti ini yang dirasakan oleh CEO dan pendiri OFO
  24. Apakah IC tidak menderita dengan pailitnya SU investee mereka? Yang jelaas mereka pasti kehilangan uang. Tetapi kehilangan itu tidak akan mengganggu kinerja mereka. Return tahunan (dari dividen dan capital gain) rata-rata sebuah IC adalah sekitar 5-10% dari aset kelolaan. Jika mereka menanamkan 0,3% dari aset seperti yang dilakukan Khazanah dan semua SU itu pailit, mereka hanya kehilangan sebagian kecil dari return yang 5-10% itu. Apalagi yang 0,3% pun akan disebar kepada banyak SU. Tidak hanya satu. Dan tidak mungkin SU yang banyak itu pailit semua. Apalagi IC itu umumnya memiliki dana kelolaan yanG super besar. BlackRock misalnya memiliki dana kelolaan sekitar USD 6,8 triliun alias sekitar IDR 90 ribu triliun. Dengan 0,1% saja sudah ada IDR 90 triliun. Angka ini sudah cukup mudah untuk disebar kepada ratusan SU agar risikonya mengecil dan aman.
  25. Apa yang bisa menjadi daya tarik IC untuk menyuntik dana ke SU? Ada banyak kemungkinan. Paling tidak: model bisnis yang sama sekali baru, prospek yang bagus, proyeksi laba masa depan yang masuk akal, kepercayaan kepada si pendiri. Model bisnis yang sama sekali baru menjadi poin yang sangat penting. Sama sekali baru artinya belum ada pesaing khususnya pesaing yang berupa perusahaan mapan. Jika tidak, IC secara logis matematis akan masuk pada perusahaan yang telah mapan.

    Kelas Start Up

    Ikuti kelas START UP. Daftar https://wa.me/6281358447267

  26. Dengan demikian, bagi Anda yang akan memasuki dunia entrepreneurship, pilihannya ada dua: masuk pada bisnis yang sama sekali baru atau masuk pada bisnis yang sudah ada pesaing. Jika masuk pada bisnis yang sama sekali baru polanya adalah mengikuti uraian di atas. Jika masuk pada bisnis yang bukan baru maka harus sudah mampu menghasilkan laba tanpa butuh suntikan dana investor. Suntikan dana investor baru mungkin dan baru dibutuhkan setelah perusahaan laba dan menemukan revenue and profit driver (RPD) dengan melakukan korporatisasi

Demikian penjelasan tentang pertanyaan-pertanyaan penting seputar SU. Semoga bermanfaat. Anda para entrepreneur yang sedang bergelut membangun SU bisa bergabung ke grup WA SNF Consulting atau menghubungi divisi start up SNF Consulting untuk mendapatkan bantuan dalam proses seperti di atas. Semoga bermanfaat.

Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram  atau Grup WA SNF Consulting

Baca juga:
Mengapa Start Up dan Unicorn Kita Dikuasai Asing?

*)Artikel ke-229 ini Ditulis di SNF Consulting House of Management, Surabaya,  pada tanggal 11 Oktober 2019 oleh Iman Supriyono, CEO SNF Consulting

50 responses to “Start Up, Bakar Uang, Pailit & Exit Strategy: OFO Bike

  1. Ping-balik: SNF Consulting: Peran Sosial & Pembiayaannya | Catatan Iman Supriyono

  2. Ping-balik: SNF Consulting: Peran Kemasyarakatan & Pembiayaannya | Catatan Iman Supriyono

  3. Ping-balik: Nadim Makarim Menteri: Kita Untung atau Buntung? | Catatan Iman Supriyono

  4. Ping-balik: Nadiem Makarim Menteri: Kita Untung atau Buntung? | Catatan Iman Supriyono

  5. Ping-balik: Investor China atau Arab? | Catatan Iman Supriyono

  6. Ping-balik: Korporatisasi Langkah Demi Langkah | Catatan Iman Supriyono

  7. Ping-balik: 212 | Catatan Iman Supriyono

  8. Ping-balik: 212: Potensi Investment Company | Catatan Iman Supriyono

  9. Ping-balik: Dari Monopoli ke Monopolistik | Catatan Iman Supriyono

  10. Ping-balik: SNF Consulting: Budaya, Peran Kemasyarkatan & Pembiayaannya | Catatan Iman Supriyono

  11. Ping-balik: ROE & ROI: Bayi Melawan Raksasa | Catatan Iman Supriyono

  12. Ping-balik: BUMN Berjamaah: Merger, Akuisisi, Korporatisasi, Investment Company | Catatan Iman Supriyono

  13. Ping-balik: Mengapa Unicorn Kita Dikuasai Asing? | Catatan Iman Supriyono

  14. Ping-balik: Samudera Indonesia: Pejuang Dulu Pejuang Kini | Catatan Iman Supriyono

  15. Ping-balik: Kanzen: Melawan Dominasi Motor Asing…. Jangan Menyerah! | Catatan Iman Supriyono

  16. Ping-balik: Corporate Life Cycle | Catatan Iman Supriyono

  17. Ping-balik: Corporate Life Cycle – SNF Consulting

  18. Ping-balik: Korporatisasi Langkah Demi Langkah – SNF Consulting

  19. Ping-balik: 212: Potensi Investment Company – SNF Consulting

  20. Ping-balik: CLC: Mengapa Gojek & Tokopedia Harus Merger? | Korporatisasi

  21. Ping-balik: Tesla: Laba Setelah 16 Tahun Rugi | Korporatisasi

  22. Ping-balik: IPO Bukalapak: Prospektif atau Buang Uang? | Korporatisasi

  23. Ping-balik: Wakaf Korporat: Nazir Sebagai Model Bisnis Sociopreneur | Korporatisasi

  24. Ping-balik: Wakaf Korporat: Model Bisnis Sociopreneur | Korporatisasi

  25. Ping-balik: Entrepreneur CEO Komisaris, Amankan Uang Investor! | Korporatisasi

  26. Ping-balik: Glorifikasi IPO Kioson: Lunglai Dalam Badai | Korporatisasi

  27. Ping-balik: ARA ARB Bukalapak: Anda Penjudi atau Investor? | Korporatisasi

  28. Ping-balik: Bank Jago Melangit: Karena Kinerja? | Korporatisasi

  29. Ping-balik: Korporatisasi Di Luar Lantai Bursa | Korporatisasi

  30. Ping-balik: Buta Sejarah Korporasi: Bisnis Sekedar Berjualan | Korporatisasi

  31. Ping-balik: Sejarah Korporasi: Ilmu Wajib Para Founder CEO Entrepreneur | Korporatisasi

  32. Ping-balik: Bentoel Delisting Saat Marak IPO, Mengapa? | Korporatisasi

  33. Ping-balik: Kumowani: Blunder Nazir Menjadi Startup | Korporatisasi

  34. Ping-balik: Japfa, Bangun! | Korporatisasi

  35. Ping-balik: Sodexo: Catering Olympiade Bisa! | Korporatisasi

  36. Ping-balik: Menjadi Korporasi Sejati | Korporatisasi

  37. Ping-balik: Investasi Telkom ke Goto: Strategic Fool? | Korporatisasi

  38. Ping-balik: Dekomposisi Manajemen: Belajar Naik Sepeda | Korporatisasi

  39. Ping-balik: Pertaruhan Hidup Mati Goto | Korporatisasi

  40. Ping-balik: Si Tukang Bakso Triliuner | Korporatisasi

  41. Ping-balik: Iklan Holywings: Salah Karyawan atau Direksi? | Korporatisasi

  42. Ping-balik: Isu-isu Stratejik IPO RAFI: Layak Belikah? | Korporatisasi

  43. Ping-balik: Revlon: Sejarah & Kepailitan | Korporatisasi

  44. Ping-balik: Alfamart Vs. Sari Roti: Adu Kuat, Bukan Hulu Hilir | Korporatisasi

  45. Ping-balik: Palugada atau Fokus: Hyundai Vs. Astra | Korporatisasi

  46. Ping-balik: Bluebird: Terdisrupsi Atau Peluang? | Korporatisasi

  47. Ping-balik: PKPU & Kepailitan: DPUM | Korporatisasi

  48. Ping-balik: Sejarah Yonex: Rudi Hartono dan Ekspor Sepatu | Korporatisasi

  49. Ping-balik: Tinggalkan Mentalitas Business Owner | Korporatisasi

  50. Ping-balik: PHK Goto dan Investasi Telkomsel | Korporatisasi

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s