PHK Goto dan Investasi Telkomsel


Sebagaimana dalam tulisan saya terdahulu, IPO Gojek adalah pertaruhan hidup dan mati. Cukupkah dana besar hasil IPO mengantarkan perusahaan ini memperoleh laba sebagai langkah keempat dalam Corporate Life Cycle (CLC)? Jika bisa mencapai langkah paling kritis dari 8 langkah CLC ini, Goto akan tetap eksis. Jika tidak, Goto terancam pailit.

Nah, belakangan Goto melakukan PHK cukup besar. Apa arti langkah itu? Positif kah? Atau merupakan tanda bahaya? Apa artinya langkah tersebut bagi pemegang sahamnya seperti Telkom melalui Telkomsel? Saya akan menuliskannya dalam bentuk poin-poin.

  1. Laporan triwulan ketiga 2022 Goto menunjukkan pertumbuhan yang cukup bagus dalam hal pendapatan. Jika sampai triwulan ketiga tahun lalu pendapatannya Rp 3,40 triliun, tahun ini naik lebih dari 2x lipat menjadi Rp 7,97 triliun.
  2. Namun demikian, dibalik sukses melipatgandakan omzet tersebut terdapat biaya penjualan dan pemasaran Rp 11,3 triliun. Naik hampir 3x lipat dibanding tahun sebelumnya Rp 4,71 triliun. Artinya, pertumbuhan omzet masih merupakan hasil dari “bakar uang” berupa biaya penjualan dan pemasaran. Di dalamnya ada biaya promosi sebesar Rp 6,90 triliun. Naik hampir 3x lipat dibanding tahun sebelumnya Rp 2,50 triliun.
  3. Setelah dikenai seluruh beban dan biaya, akhirnya laba periode tahun berjalan Goto adalah minus Rp 20,9 triliun. Naik hampir dua kali lipat dari periode sebelumnya minus Rp 12,3 triliun. Rugi Goto makin dalam.
  4. Uang kas adalah darahnya perusahaan. Arus kas operasional Goto minus Rp 13,84 triliun. Naik hampir 2x lipat dari tahun lalu yang minus Rp 7,17 triliun
  5. Kita lihat neracanya. Modal disetor Goto posisi per 30 September 2022 adalah Rp 1,18 triliun. Naik dibanding posisi akhir tahun lalu yang sebesar Rp 1,14 triliun. Kenaikan ini terjadi karena Goto melakukan IPO awal tahun ini.
  6. Tambahan modal disetor Goto posisi 30 September adalah Rp 240 triliun. Naik Rp 14 triliun   dibanding akhir tahun lalu yang sebesar Rp 226 triliun. Rp 14 triliun ini adalah cermin penghargaan para pemegang saham baru (investor) yang memperolehnya melalui IPO terhadap intangible asset Goto.
  7. November 2022 Goto resmi mengumumkan PHK 1300 karyawan. Media menyebut PHK itu mengurangi jumlah karyawan Goto sebesar 12%. Apa arti PHK ini? Jika diasumsikan yang dianggap gaji rata-rata karyawan yang di PHK sama dengan gaji rata-rata seluruh karyawan lain, maka PHK itu akan mengurangi beban gaji Goto sebesar 12% juga. Biaya gaji tiga triwulan pertama tahun ini adalah Rp 11,3 triliun. Maka dengan asumsi tersebut periode yang sama tahun depan akan turun 12% (Rp 1,36 triliun) menjadi Rp 9,94 triliun. Dibandingkan kerugian Rp 20,9 triliun, pemotongan ini tidak berefek signifikan. Juga tidak signifikan terhadap perbaikan minusnya arus kas operasional.
  8. Posisi kas setara kas per 30 september adalah Rp 31,6 triliun. Angka ini tidak jauh berbeda dengan posisi per 31 Desember 2021 yang sebesar Rp 31,2 triliun. Artinya, tambahan dana IPO sudah “menguap” menambal minusnya arus kas selama tiga triwulan ini.
  9. Jika minusnya arus kas operasional tiga triwulan tahun ini yang Rp 13,84 triliun berjalan terus secara rata (setara dengan Rp 4,61 triliun per triwulan) dalam tahun-tahun ke depan, Goto hanya punya waktu 6,85 triwulan alias 20 bulan untuk mampu membayar beban-beban arus kas operasionalnya.
  10. Pertanyaannya, mampukah dalam waktu 20 bulan Goto mengubah arus kas operasional yang minus dalam menjadi positif atau setidaknya tidak minus? Melihat data pertumbuhan omzet dibanding dengan pertumbuhan biaya pemasaran dan penjualannya, sepertinya hampir tidak mungkin mampu. PHK tidak banyak bisa mengerem minusnya arus kas operasional secara signifikan.
  11. Bagaimana cara menambal minusnya arus kas operasional? Sebelum IPO Goto bisa menggaet investor baru dengan penerbitan saham baru yang harganya makin lama makin meningkat. Tingginya agio saham adalah hasil dari proses ini. Proses menguangkan intangible asset perusahaan. Ini bisa terjadi karena para investor yang merupakan perusahaan-perusahaan investasi itu memang memiliki alokasi sekitar 1% dari aset kelolaan mereka untuk masuk pada perusahaan start up seperti Goto. Dana ini cukup besar karena misalnya 1% dari aset kelolaan BlackRock nilainya adalah sekitar Rp 1500 triliun. Masuk ke start up adalah bagian penting dari portofolio investasi mereka. Tapi itu semua bisa dilakukan sebelum IPO karena tidak ada harga pasar di lantai bursa sebagai pembanding. Begitu IPO kondisinya sangat berbeda.
  12. Hari ini harga saham Goto adalah Rp 123.  Menurun jauh dari harga IPO Rp 338.  Harga IPO adalah  harga terakhir penerbitan saham baru. Harapan investor, mestinya jika menerbitkan saham baru lagi untuk menambal kerugian dan arus kas operasional yang minus, harganya harus lebih tinggi dari Rp 338. Tapi ini akan sangat amat sulit sekali dilakukan. Mengapa? Dalam kaca mata investor, mengapa harus beli di atas Rp 338 jika bisa beli di pasar dengan harga Rp 123. Yang mau melakukannya hanyalah investor khilaf hehehehe.
  13. Nah, sampai di sini Goto menunjukkan bahwa IPO sebagai pertaruhan hidup mati makin mendekati lonceng kematian. Lalu bagaimana nasib para investor?
  14. Semestinya yang bisa berinvestasi dengan aman menjadi pemegang saham Goto adalah perusahaan-perusahaan investasi seperti Blackrock. Mereka rata-rata memiliki ROI sekitar 10% dari aset kelolaan. Dengan mengalokasikan tidak 1% aset kelolaan, andai Goto gagal dalam pertaruhan hidup mati 20 bulan ke depan, hilangnya uang tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kinerja investasi mereka secara keseluruhan.
  15. Nah, bagaimana dengan Telkom melalui Telkomsel (karena Telkomsel adalah anak perusahaan Telkom) yang masuk juga sebagai pemegang saham Goto padahal mereka adalah operating company? Mari kita lihat. Laporan triwulan ketiga tahun ini Telkom mencatatkan omzet Rp 109 triliun. Omzet tersebut menghasilkan laba periode berjalan sebesar Rp 22,8 triliun.
  16. Berikut ini adalah kutipan catatan laporan keuangan Telkom untuk neraca per tanggal 30 September 2022.  “Pada tanggal 16 November 2020, Telkomsel mengadakan perjanjian dengan AKAB untuk investasi dalam bentuk Obligasi Konversi (“CB”) tanpa bunga sebesar US$150 juta (setara dengan Rp2.116 miliar per 31 Desember 2020). CB tersebut akan jatuh tempo pada tanggal 16 November 2023. Investasi pada CB oleh Telkomsel tersebut dengan model bisnis yang tujuannya bukan untuk mengumpulkan arus kas kontraktual dan bukan semata-mata pembayaran pokok dan bunga atas pokok yang terhutang, sehingga CB diklasifikasikan sebagai FVTPL. Opsi beli saham preferen memberikan hak kepada Telkomsel untuk membeli saham preferen tambahan dari AKAB. Opsi beli saham preferen memberikan hak kepada Telkomsel untuk membeli tambahan saham preferen dari AKAB sebesar US$300 juta dan dapat dieksekusi dalam waktu 12 bulan setelah tanggal efektif pada harga US$5.049 per saham. Opsi beli saham preferen adalah derivatif dan dicatat pada FVTPL. Pada tanggal 17 Mei 2021, AKAB dan PT Tokopedia merger menjadi PT GoTo Gojek Tokopedia (“GoTo”). Merger ini membuat Telkomsel mengeksekusi CB sesuai dengan perjanjian CB, di mana CB akan dikonversi menjadi saham. Berdasarkan perjanjian CB, GoTo akan membayar total jumlah konversi kepada Telkomsel, dan setelah menerima jumlah konversi tersebut, Telkomsel harus segera membayar jumlah konversi kepada GoTo sesuai dengan Perjanjian Pemesanan Saham. Pada tanggal 18 Mei 2021, Telkomsel telah menandatangani Perjanjian Pembelian Saham untuk memesan 29.708 lembar saham konversi atau sebesar US$150 juta (setara dengan Rp2.110 miliar) dan 59.417 lembar saham tambahan dari opsi pembelian saham atau senilai US$300 juta (setara dengan Rp4.290 miliar). Berdasarkan perubahan akta pada tanggal 19 Oktober 2021, GoTo melakukan stock split dan mengubah jumlah kepemilikan saham Telkomsel dari 89.125 lembar saham menjadi 23.722.133.875 lembar saham. Per tanggal 30 September 2022, Telkomsel menilai nilai wajar investasi di GoTo dengan menggunakan nilai pasar saham GoTo sebesar Rp246 per saham. Jumlah kerugian yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar investasi Telkomsel pada GoTo pada tanggal 30 September 2022 adalah sebesar Rp3.064 miliar disajikan sebagai kerugian yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar atas investasi dalam laporan laba rugi konsolidasian
  17. Jadi, laba tahun berjalan Telkom yang Rp 22,8 triliun itu di dalamnya sudah dimasukkan rugi yang belum direalisasikan sebesar 3,06 triliun. Pertanyaannya, apakah laba Rp 22,8 triliun itu sudah bagus?
  18. Nilai buku Telkom saat ini adalah Rp 145 triliun. Artinya laba tersebut bermakna Return on Equity (ROE) sampai triwulan ketiga sebesar 15,7%. Nilai pasar Telkom saat ini adalah Rp 380 triliun. Artinya, bagi investor saat ini Telkom memberikan ROI sampai triwulan ketiga sebesar 6%. Sampai akhir tahun hampir bisa dipastikan masih terus bertambah. Jadi dari ROE dan ROI cukup aman
  19. Market value Telkom per 20 September 2005 adalah Rp 106 triliun. Dengan demikian sepanjang 17 secara rata-rata (CAGR) tiap tahun tumbuh 7,8%.
  20. Pertumbuhannya tidak beda jauh dengan inflasi. Besar atau kecil? Sekedar gambaran, jika Anda berinvestasi pada saham Alfamart, dalam 13 tahun terakhir ini CAGR nya adalah 38,7%. Tiap tahun nilainya rata-rata tumbuh 38,7%.  Memang keduanya adalah perusahaan yang bergerak di industri yang berbeda. Tetapi sebagai sesama perusahaan publik, Anda dapat dengan mudah memindahkan uang antara keduanya. Dan itu bisa dilakukan sewaktu-waktu oleh investor pada jam kerja lantai bursa.
  21. Apa kunci CAGR yang tinggi? Tidak lain adalah pertumbuhan laba. Tepatnya adalah pertumbuhan laba per lembar saham. Nah, bagi operating company yang bagus, pertumbuhan laba akan seiring dengan pertumbuhan aset. Artinya, operationg company dituntut untuk menggunakan pertumbuhan asetnya untuk memperbesar pendapatan operasionalnya. Bukan dengan berspekulasi dengan membeli saham seperti yang dilakukan Teklomsel pada saham Goto.
  22. Kalaupun membeli saham, mestinya adalah bukan pada prosentase kecil. Pembelian saham pada prosentase kecil hanya tepat dilakukan oleh investing company. Operating company seperti Telkom membeli saham sebagai langkah akuisisi dengan prosentase 99,9%. Bahkan jika perusahaan yang sahamnya dibeli (diakuisisi) adalah perusahaan yang sudah IPO harus dilakukan tender offer. Membeli seluruh saham publik di lantai bursa dengan harga di atas harga pasar untuk selanjutnya dilakukan delisted. Cabut dari lantai bursa. Seperti yang dilakukan Danone saat mengakuisisi Aqua. Atau Nutricia saat mengakuisisi Sari Husada (susu SGM). Atau seperti saat IHH Health dari Malaysia saat mengakusisi Mount Elizabeth Hospital di Singapura.
  23. Jadi, kalaupun investasi Telkom pada Goto itu menghasilkan laba, secara stratejik sudah salah karena akan menghambat CAGR nya. Apalagi investasi di Goto rugi. Akan makin mengganggu. Apalagi dalam 20 bulan kedepan Goto terancam tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan arus kas operasionalnya. Pintu mudah untuk pailit.
  24. Lain halnya jika yang melakukan adalah investing company. Kehilangan seluruh investasi pada Goto bahkan seluruh start up pun tidak akan mengganggu kinerjanya. Kerugian itu sudah masuk sebagai bagian dari portofolio super besar investasi mereka yang berprinsip aman-aman-aman-hasil. Konsep portofolio ini mirip seperti ketika nasabah Bank Mandiri ngemplang misalnya. Tiap tahun selalu ada debitur yang tidak membayar utang mereka. Bank Mandiri tidak terganggu karena sejak awal sudah dicadangkan kerugian 2 koma sekian persen atas kehilangan dana yang dipinjamkan kepada debitur itu. Bank dan invetment company sama dalam hal keduanya bekerja dengan konsep portofolio. Perusahaan investasi mengelola portofolio investee. Bank mengelola portofolio debitur. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh Telkomsel sebagai bagian dari Telkom yang merupakan operating company.

Pembaca yang baik, begitulah kondisi Goto dalam pertaruhan hidup dan matinya. Demikianlah nasib Telkomsel sebagai salah satu pemegang sahamnya. Anda sudah mendapatkan pelajaran pentingnya?

Tulisan ke-394 Iman Supriyono di web ini. Artikel ini ditulis di SNF Consulting House of Management pada tanggal 6 Desember 2022.

Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram  atau Grup WA KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi
Atau ikuti KELAS KORPORATISASI

Baca Juga
Investasi Telkomsel Pada Goto, Strategic Fool?
Pertaruhan Hidup Mati Goto
Corporate Life Cycle
Perusahaan Investasi Apa dan Bagaimana Memulainya
Perbedaan Investing dan Operating Company

2 responses to “PHK Goto dan Investasi Telkomsel

  1. Terimakasih, saya jadi tercerahkan tentang goto dan investasi telkomsel

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s