Menguangkan Intangible Asset: Sari Roti


Intangible asset. Saya yakin kalangan bisnis sering mendengar dan menggunakan istilah itu. Bagaimana membangun intangible asset? Bagaimana mengubah intangible asset menjadi uang tunai? Ikuti penjelasan berikut ini:

gadis muslimah makan roti

Ketika makan pagi dengan roti tawar menjadi budaya, Sari Roti menikmatinya sebagai pasar dan sebagai intangible asset yang bisa diuangkan menjadi modal murah

  1. Kalau perusahaan Anda membeli mesin, maka akan ada uang yang dikeluarkan. Ada bukti transaksi yang valid dan legal. Dengan mudah bukti transaksi tersebut dibukukan dengan sistem akuntansi. Mesin akan ditampilkan di neraca beserta nilainya. Inilah tangible asset.
  2. Tetapi, kalau para karyawan perusahaan Anda bekerja keras membenahi sistem manajemen maka hasil kerja mereka tidak bisa dimasukkan ke dalam akuntansi. Memang tidak ada bukti transaksi. Pun tidak ada uang yang keluar untuk pekerjaan itu. Mereka sedang membangun apa yang disebut intangible asset.
  3. Contoh intangible asset lain: kekuatan merek, hubungan kuat dengan pemasok, hubungan kuat dengan distributor, kekuatan team riset, lokasi yang premium, dan sebagainya.
  4. Ada dan dirasakan secara nyata dalam perusahaan. Tetapi tidak muncul dalam akuntansi. Itulah sifat intangible asset. Yakin perusahaan Anda terus membangun intangible asset kan?
  5. Kabar baiknya, ada cara untuk mengubah intangible asset menjadi uang kas. Menjadi tangible asset. Dan uang tersebut bisa dipakai untuk membeli tangible asset baru. Atau untuk membangun intangible asset lebih lanjut.
  6. Sebagai gambaran, mari kita perhatikan Sari Roti. Laporan keuangan terbarunya menunjukkan bahwa nilai total aset penguasa pasar roti tanah air itu adalah Rp 4,408 triliun. Total utangnya adalah Rp 2,500 triliun. Dengan demikian aset bersihnya (aset dikurangi utang, ekuitas) adalah Rp 1,908 triliun.
  7. Dengan jumlah lembar saham sebesar 6.186.488.888 lembar maka nilai aset bersih per lembar saham adalah Rp. 308 per lembar saham.
  8. Harga saham Sari Roti hari ini adalah Rp 1.315 per lembar. Dengan demikian bisa dibaca bahwa nilai dari intangible asset Sari Roti adalah Rp 1.315 dikurangi Rp. 308 alias Rp 1.007 per lembar saham.
  9. Secara total perusahaan nilai intangible asset adalah sebesar nilai seluruh perusahaan (market cap) Rp 8,14 triliun dikurangi aset bersih 1,908 triliun yaitu Rp 6,23 triliun. Perhatikan bahwa nilai intangible asset lebih besar yaitu 3,3 kali dari tangible asset.
  10. Bagaimana Sari Roti menguangkan intangible assetnya? Jika saat ini Sari Roti menerbitkan saham baru sebesar 1 miliar lembar maka publik investor akan menyerapnya dengan harga Rp. 1.315 per lembar. Sesuai harga pasar. Sari roti akan mendapatkan Rp 1,315 triliun. Rinciannya, Rp. 308 miliar adalah untuk membayar tangible asset dan sisanya yaitu Rp. 1,007 triliun untuk membayar intangible asset.
  11. Saham baru 1 miliar lembar itu setara dengan 13,9% dari total saham setelah penerbitan saham baru. Inilah persentase dilusi kepemilikan si pemegang saham lama. Dilusi yang dibonusi Rp. 1,007 triliun dari total Rp. 1,315 triliun.
  12. Apakah dilusi tersebut tidak merugikan pemegang saham? Tentu saja tidak. Rp 1,007 triliun itu kedudukannya dalam perusahaan adalah seperti laba ditahan. Menjadi hak seluruh pemegang saham. Lama maupun baru. Artinya, pemegang saham lama berhak sebesar 86,1% dari angka itu. Pemegang saham baru 13,9%. Angka ini persis seperti proporsi kepemilikan dari pemegang saham baru.
  13. Setelah masuk di perusahaan, uang itu akan digunakan untuk modal ekspansi. Meluaskan pasar dan meningkatkan kapasitas produksi yaitu membangun pabrik baru. Otomatis akan meningkatkan laba perusahaan. Peningkatan laba akan dinikmati oleh seluruh pemegang saham dengan komposisi 86.1 % dinikmati pemegang saham lama dan 13,9% dinikmati pemegang saham baru. Dilusi itu nikmat.
  14. Pertanyaannya, kenapa pemegang saham baru mau membeli saham yang nominalnya (par value, nilai di akta perusahaan) Rp. 20 dengan harga Rp. 1.315 alias 66x dari harga saham yang dibayar oleh pendiri? Tidak lain adalah karena adanya intangible asset tadi. Penghargaan terhadap pengalaman, merek, kekuatan manajemen, kekuatan hubungan dengan pemasok, kekuatan saluran distribusi dan lain-lain yang tidak bisa dicatat secara akuntansi.
  15. Pertanyaan lebih lanjut, mengapa pemegang baru tetap mau membeli padahal tahu bahwa ROI pada harga tersebut adalah hanya 2,9%? Tidak lain adalah karena investor melihat adanya potensi capital gain yang besar. Sejarahnya, PT. Nipon Indosari Corpindo berdiri tahun 1995. Artinya, harga Rp. 20 per lembar saham tahun 1995 kini, 24 tahun kemudian, naik menjadi 66x. Naik 66 x lipat dalam waktu 24 tahun. Investasi properti pun kalah. Dulu Rp. 20 kini Rp 1.315. Dengan stabilitas pertumbuhan omzet dan laba Sari Roti, pertumbuhan seperti itu dipercaya oleh investor juga akan terjadi pada masa yang akan datang. Ini memungkinkan karena Sari Roti terus menerus menerbitkan saham baru untuk ekspansi seperti selama ini.
    Ikuti kelas MENGUANGKAN INTANGIBLE ASSET via Zoom. Daftar: https://wa.me/62813584447267
  16. Itulah kenapa Sari Roti terus menerus menerbitkan saham baru untuk pengembangan perusahaan. Tahun 2017 menerbitkan 1,125 miliar lembar saham baru (setara dengan 18% total saham setelah penerbitan saham baru) dengan harga Rp. 1.275 sehingga total menerima Rp. 1,434 triliun. Dalam prospektusnya dana tersebut akan digunakan untuk membangun 4-6 pabrik baru.
  17. Penerbitan saham baru terus menerus adalah proses korporatisasi. Bisa dilakukan baik di lantai bursa maupun di luar lantai bursa. Hasilnya adalah perusahaan fully public companyPerusahaan yang terbebas dari fenomena pseudo CEO. Perusahaan yang mampu menghadapi fenomena crowding effect. Perusahaan yang mampu menghadapi fenomena career choice effect. Perusahaan yang mampu mengakuisisi. Bukan diakuisisi.  Silakan baca link-link tersebut untuk bahasan lebih detail.
Peran ingangible asset

Demikianlah cara menguangkan intangible asset. Artinya, perusahaan yang tidak pernah menerbitkan saham baru selain saham pendiri berarti perusahaan tersebut tidak pernah menjual intangible assetnya kepada investor. Karena tidak pernah dijual maka juga tidak pernah diketahui berapa nilai intangible assetnya. Rugi kan? Perusahaan Anda bagaimana? Sudah seperti Sari Roti?

Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram  atau Grup WA SNF Consulting

Baca juga:Intangible asset yang membakar habis tangible asset

*)Artikel ke-220 ini ditulis di Jakarta oleh Iman Supriyono, CEO SNF Consulting

56 responses to “Menguangkan Intangible Asset: Sari Roti

  1. Ping-balik: Direktur & Komisaris: Rancunya Peran Stratejik & Administratif | Catatan Iman Supriyono

  2. Ping-balik: N250 & Kemustahilan Habibie | Catatan Iman Supriyono

  3. Ping-balik: SNF Consulting: Peran Sosial & Pembiayaannya | Catatan Iman Supriyono

  4. Ping-balik: Erick Thohir Jadi Raja Utang atau BUMN Insyaf? | Catatan Iman Supriyono

  5. Ping-balik: Perusahaan Keluarga Haruskah Melakukan Korporatisasi? | Catatan Iman Supriyono

  6. Ping-balik: Waralaba atau Korporatisasi? | Catatan Iman Supriyono

  7. Ping-balik: Perusahaan Berkemajuan: Toyota | Catatan Iman Supriyono

  8. Ping-balik: Jiwasraya-Prudential Si Kakak-Adik Beda Nasib: Masalah Stratejik atau Fraud? | Catatan Iman Supriyono

  9. Ping-balik: Dilusi Itu Nikmat: Cleo | Catatan Iman Supriyono

  10. Ping-balik: Lacoste: Merek yang Bernilai Jauh Lebih Tinggi dari Produknya | Catatan Iman Supriyono

  11. Ping-balik: Obituari Gus Sholah: Estafet Perbankan Umat | Catatan Iman Supriyono

  12. Ping-balik: Scale Up: Betulan atau Omong Doang? | Catatan Iman Supriyono

  13. Ping-balik: Sendyakala BUMN: Dierencankan atau Pasrah? | Catatan Iman Supriyono

  14. Ping-balik: Sendyakala BUMN: Dierencanakan atau Pasrah? | Catatan Iman Supriyono

  15. Ping-balik: Pajak: Dikejar Petugas atau Beramal? | Catatan Iman Supriyono

  16. Ping-balik: Ironi Buy Back OJK: Dekorporatisasi | Catatan Iman Supriyono

  17. Ping-balik: IPO Trap: Dua Putra Utama Makmur | Catatan Iman Supriyono

  18. Ping-balik: Mengapa Koperasi Kita Kerdil? | Catatan Iman Supriyono

  19. Ping-balik: Kurangi Jumlah Entrepreneur | Catatan Iman Supriyono

  20. Ping-balik: WIKA: BUMN Gali Lobang Tutup Lobang | Catatan Iman Supriyono

  21. Ping-balik: Bekerja di Perusahaan Kecil, Bisakah Kaya Raya? | Catatan Iman Supriyono

  22. Ping-balik: Utang Segunung dan Pusingnya Direksi Garuda | Catatan Iman Supriyono

  23. Ping-balik: Korporatisasi Terpaksa: Agung Podomoro | Catatan Iman Supriyono

  24. Ping-balik: ROE & ROI: Bayi Melawan Raksasa | Catatan Iman Supriyono

  25. Ping-balik: Saham Pendiri Non Dilutif, Mungkinkah? | Catatan Iman Supriyono

  26. Ping-balik: Sentul City: Intangible Asset Membakar Tangible Asset | Catatan Iman Supriyono

  27. Ping-balik: Samudera Indonesia: Pejuang Dulu Pejuang Kini | Catatan Iman Supriyono

  28. Ping-balik: Pertamina: IPO Anak Perusahaan? | Catatan Iman Supriyono

  29. Ping-balik: Pizza Hut Terancam Bangkrut? | Catatan Iman Supriyono

  30. Ping-balik: Corporate Life Cycle | Catatan Iman Supriyono

  31. Ping-balik: Kesalahan Wakaf Saham: Bagaimana Perbaikannya? | Catatan Iman Supriyono

  32. Ping-balik: Pizza Hut Era Pandemi: Singkirkan Gengsi! | Catatan Iman Supriyono

  33. Ping-balik: Investasi Aman ROI 445% | Catatan Iman Supriyono

  34. Ping-balik: Corporate Life Cycle – SNF Consulting

  35. Ping-balik: Jiwasraya-Prudential Si Kakak-Adik Beda Nasib: Masalah Stratejik atau Fraud? – SNF Consulting

  36. Ping-balik: WIKA: Gali Lobang Tutup Lobang – SNF Consulting

  37. Ping-balik: Mengapa Koperasi Kita Kerdil? – SNF Consulting

  38. Ping-balik: CLS: Mengapa Gojek & Tokopedia Harus Merger? | Korporatisasi

  39. Ping-balik: CLC: Mengapa Gojek & Tokopedia Harus Merger? | Korporatisasi

  40. Ping-balik: Waskita di Tepi Jurang: Koreksi Diri Atau Mati? | Korporatisasi

  41. Ping-balik: Bagaimana Gadjah Tunggal – Sjamsul Nursalim Mengembalikan Rp 4,58 T? | Korporatisasi

  42. Ping-balik: Tesla: Laba Setelah 16 Tahun Rugi | Korporatisasi

  43. Ping-balik: Simalakama Garuda: Pailit Atau Korporatisasi? | Korporatisasi

  44. Ping-balik: Sapi Perah: 4 Level Pertumbuhan Bisnis | Korporatisasi

  45. Ping-balik: IPO Bukalapak: Prospektif atau Buang Uang? | Korporatisasi

  46. Ping-balik: Entrepreneur CEO Komisaris, Amankan Uang Investor! | Korporatisasi

  47. Ping-balik: Bank Jago Melangit: Karena Kinerja? | Korporatisasi

  48. Ping-balik: Rebranding: Ya atau Tidak? | Korporatisasi

  49. Ping-balik: Rebranding Jangan Sembarangan | Korporatisasi

  50. Ping-balik: Garuda, Evergrande: Beresi Utang Sebelum Terlambat | Korporatisasi

  51. Ping-balik: Si Tukang Bakso Triliuner | Korporatisasi

  52. Ping-balik: Isu-isu Stratejik IPO RAFI: Layak Belikah? | Korporatisasi

  53. Ping-balik: Tinggalkan Mentalitas Business Owner | Korporatisasi

  54. Ping-balik: Tinggalkan Mentalitas Business Owner - SMN Digest

  55. Ping-balik: PHK Goto dan Investasi Telkomsel | Korporatisasi

  56. Ping-balik: Jamaah Shalahuddin | Korporatisasi

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s