Jogja suatu pagi di awal tahun 2023. Matahari belum terbit saat saya meninggalkan hotel untuk berlari pagi. Seperti biasa, target saya adalah 7 kilometer dalam durasi 1 jam. Seperti biasa juga, menjalankan rutinitas dua kali seminggu ini sekalian saya manfaatkan untuk eksplorasi. Mencari hal-hal menarik untuk menjadi inspirasi tulisan.
Setelah sejenak memeriksa peta Google di gawai, saya putuskan untuk berlari ke arah utara. Hanya sekitar 1 km dari hotel ada kampus UGM. Tidak sampai 10 menit saya sudah masuk kampus UGM. Makin semangatlah saya berlari menyusuri jalan-jalan di dalam kampus. Suasananya asri. Pohon-pohon besar indah mulai terasa sejak berada di jalan depan UPPT. Keindahan lebih terasa ketika masuk di kawasan Wisdom Park salah satu kampus tertua itu. Ada danau indah di tengah-tengah taman. Di sekelilingnya banyak sekali orang-orang yang berolah raga pagi seperti saya. Keringat segar di badan dibalut sejuknya udara dan indahnya pemandangan. Kenikmatan sempurna pagi itu.
&&&
Salah satu sudut menarik di kampus rakyat ini adalah sekretariat Jamaah Shalahudin. Lokasinya di salah satu ruangan Masjid Kampus UGM. Ini adalah nama unit kegiatan mahasiswa kerohanian Islam di kampus Bulak Sumur itu. Saya pun berswafoto di sudut itu. Mengenang kembali suasana tahun 1992 saat-saat saya aktif di unit kegiatan mahasiswa kerohanian Islam di Kampus ITS yang bernama JMMI. Jamaah Masjid Manarul Ilmi. Sebagai staf divisi humas ketika itu saya mendapatkan tugas untuk mencari nara sumber acara seminar. Targetnya adalah Pak Amien Rais. Karena beliau adalah dosen UGM maka saya menghubungi teman-teman pengurus Jamaah Shalahuddin.
Di kalangan aktivis muslim kampus, Jamaah Shalahuddin ketika itu adalah sebuah nama besar. Acara-acara yang digelar selalu bertabur nara sumber-nara sumber tokoh nasional. Karena ketika itu Pak Amien Rais juga tokoh kenamaan nasional dan pembina Jamaah Shalahuddin, maka begitu menginjakkan kaki di kampus ternama ini, saya langsung menuju Gelanggang Mahasiswa. Di tempat inilah Jamaah Shalahudin bermarkas. Acara-acara keagamaan yang mendatangkan narasumber ternama pun banyak diselenggarakan di tempat ini. Ketika itu Masjid Kampus UGM belum berdiri.
&&&
Web resmi Kagama menyebut bahwa Jamaah Shalahuddin mulai eksis sejak tahun 1974-1975. Ketika itu Dewan Mahasiswa (Dema) UGM menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi dengan kemasan menarik yang diberi nama Maulid Pop. Penyelenggaranya disebut Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Kegiatan itu menampilkan Islam dalam perspektif budaya ilmiah menghadirkan tokoh berbagai golongan seperti YB Mangunwijaya dan Amri Yahya bertempat di Gelanggang Mahasiswa.
Sebagai kelanjutan kegiatan keislaman di atas, tahun 1976 dadakan kegiatan Ramadan In Campus. Atas usul beberapa orang LDK diberi nama Jamaah Shalahuddin. Nama ini dipilih karena merupakan nama besar dalam sejarah umat Islam.
Yang menarik, nama itu tetap eksis sampai saat ini. Usianya sudah 47 tahun. Saya tidak tahu pemikiran apa yang ada di benak para pimpinan UGM. Tapi di balik itu ada sebuah kesadaran besar tentang apa yang di dunia pemasaran disebut branding. Sebuah nama yang terus-menerus disebut dan diingat oleh banyak orang akan menjadi sebuah aset tak berwujud alias intangible asset.
Kalau perusahaan mempertahankan merek dalam jangka panjang sudah hal biasa. Merek semir sepatu Kiwi misalnya, sudah mulai hadir di pasar sejak tahun 1906. Merek pasta gigi Pepsodent sudah hadir di pasar sejak tahun 1915. Rinso hadir sejak tahun 1918. Bagi perusahaan, merek adalah sumber intangible aset. Unilever misalnya, secara akuntansi nilanya “hanya” Rp EUR 20 miliar. Tapi nilai pasarnya adalah GBP 106 miliar alias EUR 119 miliar. Dengan demikian nilai intangible assetnya adalah EUR 99 miliar alias sekitar IDR 1823 Triliun. Intangble assetnya jauh lebih besar dari pada tangible aset alias aset nyata. Bisa diuangkan menjadi modal riil melalui penerbitan saham. Jika Unilever menerbitkan 10% saham baru saat ini, uang EUR 11,9 miliar alias IDR 195 triliun akan masuk perusahaan.

Foto saat lari pagi di kawasan kampus UGM , 13 Januari 2023
Tidak banyak kampus yang menyadari pentingnya intangible asset. Apalagi di level unit kegiatan kemahasiswaan. Saat ini misalnya, saya dengar nama JMMI yang pada tahun 1992 menaungi aktivitas kunjungan saya ke Jamaah Shalahuddin sudah tidak dipakai lagi. Sayang sekali. Anda pelaku bisnis? Belajarlah dari Jamaah Shalahuddin. Pertahankan nama sebagai merek dalam jangka panjang. Agar kelak bisa bernilai ratusan bahkan ribuan triliun seperti Unilever.
Tulisan ke-398 Iman Supriyono di web ini. Artikel ini dimuat di Majalah Matan, terbit di Surabaya, edisi Februari 2023
Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram atau Grup WA KORPORATISASI atau hadiri KELAS KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi
Baca juga catatan perjalanan inspiratif lainya:
Jamaah Salahuddin: Intangible Asset
Sudu: Miri Municipal Council
Manokwari: Menang Tanpa Pesaing
Moscow: Korporasi USA
Osh: Pasar Tradisional Kyrgistan
Uzbekistan: Agar Rupiah Laku Dimana-Mana
Ho Chi Minh: Kota Tanpa Mal
Pnom Penh: Hyundai
Makkah: Koperasi KPF
Singapura: Totalitas Melayani
Kuala Lumpur: TKI
Anjing Bangkok: Sahabat atau Musuh
Khao San Road: 7 Pagi 11 Malam
Palembang: Kewaspadaan Korporat
Nha Hang: Hijrah Tumbuh Berpresati
Tanjung Selor Tarakan: Cessna Grand Caravan
Simpadan Ligitan: Tuban

Ping-balik: Jembatan Terpanjang Dunia | Korporatisasi
Ping-balik: Raya Caruban Orchard Road | Korporatisasi
Ping-balik: Korporasi USA di Moscow | Korporatisasi
Ping-balik: Chatsworth Road: Tujuhbelasan | Korporatisasi