Simpadan Ligitan
oleh Iman Supriyono, konsultan pada SNF Consulting, http://www.snfconsulting.com
SJ 232. Ini adalah nomer penerbangan saya menuju Tarakan yang sudah fix. Tiket pulang ke Surabaya pun sudah fix. Ini artinya segala sesuatu yang bersangkut paut dengan rencana pekerjaan dan kepergian sudah beres. Selanjutnya tinggal mencari-cari sesuatu agar keberangkatan ke Tarakan di akhir tahun 2010 ini bisa lebih efektif dan optimal.
Salah satu yang muncul di lintasan pikiran saya adalah tentang Simpadan Ligitan. Ya, dua pulau yang kini lepas ke Malaysia melalui keputusan Mahkamah Internasional itu memang berlokasi tidak jauh dari Tarakan.
Saya pun menanyakan tentang kabar dua pulau ini kepada kawan di Tarakan. Informasi dari mereka: Simpadan dan Ligitan jadi lebih bersih, rapi, tertata setelah dikuasai oleh Malaysia. Tidak ada sampah tercecer. Tidak ada orang buang sampah sembarangan.
Ini adalah perjalanan pulang dari Tuban. Saya tidak terlalu berminat untuk membeli oleh oleh karena memang beberapa hari terakhir ini sering kali bepergian dan membawa pulang oleh oleh. Disamping itu, saya juga lumayan sering pergi ke Tuban. Tetapi saya tidak sendirian. Semobil ada beberapa kawan yang membutuhkan oleh oleh untuk keluarga mereka di rumah. Jadilah diputuskan mobil berhenti di sebuah toko oleh berolkasi di jalan raya tepat di bibir pantai tidak jauh dari pusat kota Tuban.
Kawan kawan yang membutuhkan oleh oleh masuk toko. Saya menunggu mereka. Maka, demi melihat di kiri jalan ada pantai terbentang, saya pun keluar dari mobil membawa kamera. Mengamati suasana pantai barang kali ada sesuatu yang menarik untuk dipotret.
Memandang jauh ke hamparan laut memang menyegarkan. Menikmati mahakarya sang pencipta. Merenung tentang kekuasaannya yang mahadahsyat. Terlintas juga bagaimana laut yang tanang seperti ini sesekali bisa mengganas seperti tsunami di Aceh. Timbulallah rasa syukur bahwa di sini aman aman saja. Timbul rasa kecil. Muncul rasa dekat dengan Sang Pencipta.
Puas memandang jauh di hamparan laut, mata ini pun beralih memandang bibir pantai. Suasana kontras muncul. Mendadak saya jadi tidak enak hati. Perpaduan antara marah dan ketidaktahuan kepada siapa saya harus marah. Di sepanjang bibir pantai yang tampak menonjol adalah sampah plastik bekas kemasan makanan atau minuman yang tercecer dimana mana. Ada lembaran plastik bekas pembungkus mie instan, ada tas kresek kumal, ada gelas bekar air dalam kemasan, ada botol bekas minuman rasa buah, dan masih banyak lagi.
Muncul pertanyaan, bagaimana orang bisa nyaman menikmati panorama laut kalau kondisinya kotor begini. Bagaimana pantai yang mestinya indah bisa menarik wisatawan kalau kondisinya jorok seperti ini. Bagaimana ekonomi pariwisata bisa dibangkitkan dengan kondisi penuh sampah seperti ini. Bagaimana pula kita bisa berharap adanya multiplier ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat dalam kondisi penuh sampah seperti ini.
Maka, perkembangan Simpadan Ligitan setelah lepas kepada Malaysia seolah mendapatkan pembenaran. Bukankah tujuan adanya penguasaan wilayah adalah untuk menjaga alam dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan masyarakat sekitar? Malaysia terbukti bisa melakukannya. Lalu apa gunanya kita kuasasi bila justru terkotiri dengan sampah? Apa gunanya kita kuasai tanpa peningkatan kesejahteraan masyarakat?
Mas Iman, berarti Anda setuju lepasnya Simpadan Ligitan ke Malaysia? Hehehe…tentu tidak. Saya hanya ingin agar kita bisa memperbaiki diri. Mari menjaga keindahan alam karunia-Nya ini dengan tidak mengotorinya dengan sampah. Agar segalanya tampak indah dan menarik untuk timbulknya putaran ekonomi.
Tetapi memang faktanya banyak sekali orang yang suka membuang sampah sembarangan. Termasuk di pantai Tuban. Nah, yang ini kewajiban pemerintah untuk memberinya pelajaran yang bagus. Membuat mereka yang ngawur menjadi baik. Dengan cara cara persuasif maupun sanksi yang tegas. Inilah “hasil sampingan” dari pekerjaan saya di Tarakan. Tidak lain adalah sebuah pertanyaan besar: Apakah untuk bersih dan bisa memicu pertumbuhan ekonomi pariwisata Tuban harus meniru Simpadan Ligitan. Malu kan? Bagaiman dengan “Tuban-Tuban” lain?
tulisan ini pernah dimuat di majalah Matan, terbit di Surabaya
nice pak…
terkadang kita hanya dikuasai rasa egoisme nasionalis sehingga ketika pulau direbut demo sana sini, bakar sana sini, kecam sana sini, boikot sana sini tapi ketika nanti tetep dimiliki indonesia, yah dibiarkan begitu saja..huft…
insyallah harapan itu masih ada 🙂
betul! mari bekerja keras sesuai dengan bidang kita masing2 untuk kebaikana negri ini dunia akhirat!
salam kenal, saya salah satu orang yang pernah menjadi murid bapak saat saya nyantri di pesantren persis bangil.
salam kenal kembali. terima kasih masih ingat saat saat kita saling belajar di pesantren persis dulu. moga bermanfaat!
banget malunya meskipun aku g ikut buag sampah. meski tggl d tuban aku pasti paling sring ngalarang anak anaku mandi d pantai ya itu sih krn pantainya jorok sgala macam sampah tumpek blek sampai kotoran org pokonya jijai. emang kesadarn masy kita ttg kebrhan adhwuee mengenaskan kadang aku mbyangkan pantai kita ky d luar negri begitu damainya main d pantai. Alhandullillah skrg dah g sejorok waktu tu , teman teman kita d PA sering ngadakan keg. bersih pantai n konservsi pantai dgn menanam pohon bakau d sekitar pantai u mencgh hilangnya kota tuban karn abrasi..(takut k gusur juga rmh ku..he..he..)semoga ddn ni masy n Pemrth terkai terpaju untuk slalu menjga kebrhan d ling kita. SHrsnya klo kit nyadar kebersihan itu sebgian dr iman g da yg buang sampah sembarangan. pingsan x…..semua kita mulai dr diri kita sendiri kemudian ke klg kita dgn mbiasakan buang sampah pd temptnya walaupun sampah secuil bungks permen.” Gimana mi klo g da tempat sampah ?” tanya anakku . ya disimpan dulu d tasmu ato d kantong plastik.nti klo dah k temu tempat sampah br d buang.” tu kebiasan klg kami. buang sampah sembarangan,..pa kata dunia. Hallo hallo orang tuban…
jempol dua! moga makin banyak orang yang sadar kebersihan. moga pante tuban tidak perlu diakuisisi malaysia untuk jadi bersih….hehehehe
kata pak guru iman s : Lalu apa gunanya kita kuasasi bila justru terkotiri dengan sampah? Apa gunanya kita kuasai tanpa peningkatan kesejahteraan masyarakat? …………. jadi teringat pilkada di beberapa daerah di indonesia yang sedang saya jalanin untuk bantu real quick count, sama persis apa yang terjadi APA GUNANYA PILKADA UNTUK MEREBUT KEKUASAAN TANPA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT……. di beberapa daerah kadang pergantian kekuasaan tidak merubah keadaan, malah justru menjadi lebih buruk…..perenungan yang mendalam untuk intropeksi agar bangsa ini semakin makmur dan sejahtera., sukses pak iman salam kesejahteraan from helmi panggabean
tengyu lei….moga bermanfaat. moga dirimu makin sukses!
Ping-balik: Jembatan Terpanjang Dunia | Korporatisasi
Ping-balik: Jamaah Shalahuddin | Korporatisasi
Ping-balik: Raya Caruban Orchard Road | Korporatisasi
Ping-balik: Korporasi USA di Moscow | Korporatisasi
Ping-balik: Chatsworth Road: Tujuhbelasan | Korporatisasi