Dari Bandara Hang Nadim, Batam, saya langsung “dibawa” oleh rombongan kawan-kawan penjemput untuk jalan-jalan. Tidak sembarang jalan-jalan. Kali ini saya dan rombongan akan jalan-jalan melintasi jembatan laut yang menyambungkan lima pulau sekaligus: Batam-Setoko-Rempang-Galang-Galang Baru. Jembatan yang dibangun sebagai bagian dari proyek pengembangan Batam dan pulau pulau sekitarnya tersebut dimaksudkan untuk “nebeng” dan bahkan menyaingi kemajuan Singapura sejak jaman Habibie.
Lengang. Itulah kesan kuat selama menyusuri jalan mulus yang bersambung dengan jembatan yang dikenal sebagai jembatan Barelang (singkatan dari Batam-Rempang-Galang) itu. Kontras dengan jalanan di dalam kota Batam yang padat dan mulai tampak macet.
Segeralah muncul pertanyaan dalam hati saya: apa manfaat jembatan spektakuler ini? Apa manfaat dari proyek yang menelan duit yang tidak sedikit ini? Alangkah naifnya bila duit milyaran bahkan trilyunan rupiah hanya menjadi semacam hiasan. Hanya menjadi sarana bersantai muda mudi dan keluarga di sore hari selepas kerja hari-hari libur.
Betapa tidak, sepanjang perjalanan yang menyita waktu sekitar satu jam menyusuri pulau Setoko, Rempang, Galang dan Galang Baru, di kiri kanan jalan hanya ada lahan kosong atau sedikit hutan yang masih tersisa. Nyaris tidak ada denyut ekonomi berupa pusat perbelanjaan, pertokoan, pabrik atau sejenisnya. Tidak nampak hiruk pikuk bisnis dan transaksi.
Para pembaca yang dermawan, ada sebuah pelajaran menarik dari Jembatan Barelang. Ternyata, keberadaan fasilitas fisik tidak menjamin sebuah kemajuan. Jembatan dan jalan yang mulus tidak mengubah pulau Setoko, Rempang, Galang dan Galang baru menjadi sebuah pulau yang makmur sebagaimana yang diinginkan. Jembatan Barelang tidak secara otomatis mampu merembeskan kemakmuran yang ada di Batam. Jembatan Barelang tidak secara otomatis menjadikan Setoko, Rempang, Galang dan Galang baru sebagai magnit bagi investor dan pendatang sebagaimana yang terjadi di Batam.
Dimana letak kesalahannya? Mari kita mencoba menjawabnya dari kacamata manajemen keuangan. Dalam kaca mata ini, terdapat pertanyaan paling mendasar. Asset apa yang harus dibeli? Ini adalah sebuah pertanyaan investasi yang sangat menentukan. Pertanyaan yang akan menentukan nasib sebuah satuan atau entitas ekonomi pada masa yang akan datang. Pertanyaan yang akan menentukan maju mundurnya kondisi ekonomi seseorang, sebuah keluarga, sebuah perusahaan, sebuah pulau, sebuah kabupaten, sebuah propinsi, negara, atau organisasi apapun.
Jawaban yang tepat terhadap pertanyaan mendasar ini akan meningkatkan nilai (finansial) sebuah entitas ekonomi. Sebaliknya, jawaban yang salah akan menurunkan nilai (fiinansial) sebuah entitas ekonomi. Paling tidak, kesalahan akan mengakibatkan nilai (finansial) sebuah entitas ekonomi stagnan. Tidak naik dan tidak turun.
Jembatan pulau Penang di Malaysia adalah contoh yang tepat. Dengan jembatan laut sepanjang lebih dari 15 km ini, Pulau Penang menjadi menyatu dengan Semenanjung Malaysia. Kesatuan yang ditunjang dengan berbagai kelebihannya sebagai sebuah pulau kecil, Penang maju pesat. Harga tanah melonjak jauh lebih mahal dari tanah di Semenanjung Malaysia. Universiti Sains Malaysia (alamamater Yusril Ihza Mahendra) yang berlokasi di kawasan Minden, Pulau Penang, tampil sebagai salah satu perguruan tinggi ternama berkelas dunia. Menjelang ramadhan tahun 2005 saja, saya merasakan kepadatan dan kemacetan lalu lintas di atas jembatan spektakuler ini pada jam pulang kerja. Pemerintah Malaysia pun sudah mulai mewacanakan untuk membangun dua jalur tambahan sepanjang jembatan untuk menampung arus kendaraan yang makin padat.
Dalam skala perusahaan, kesalahan menjawab pertanyaan ini pernah dilakukan oleh sebuah perusahaan operator telepon seluler ketika akhir dekade 90-an mengusung teknologi AMPS. Perusahaan yang mengoperasikan telepon seluler dengan nomor awalan 082 ini akhirnya harus gigit jari ketika teknologi AMPS kemudian kalah dengan teknologi GSM yang hingga kini berada di puncak kejayaan.
Pada awal kemunculannya, sebuah handphone dengan teknologi AMPS laku dijual dengan kisaran harga Rp 20 juta. Begitu muncul GSM sebagai teknologi baru yang lebih bagus dan jauh lebih murah, harga handphone berbasis AMPS pun jatuh. Saya masih ingat betul karena sempat membeli handphone AMPS pada saat-saat akhir kehidupan perusahaan ini dengan harga tidak sampai 1 % harga awal. Berbagai upaya pemasaran akhirnya tidak mampu menjaga kelangsungan hidup perusahaan ini. Ujung-ujugnya bangkrut. Investasi pun melayang.
Dalam level individu atau keluarga, Anda akan dengan mudah mencari contoh. Mike Tyson, si petinju leher beton, bisa menjadi contoh. Uang milyaran rupiah yang diperoleh dari hasil bertanding sebagai juara dunia sejati tidak dibelanjakan dengan tepat. Tidak bisa meningkatkan nilai finansial dari asset-asset yang dimiliki diri dan keluarganya. Bahkan kini ia menghadapi berbagai permasalahan termasuk utang-utangnya yang menggunung pada saat “leher beton”nya sudah tidak laku lagi
.Pembaca yang baik, pada saat ini di di negeri kita telah dibangun sebuah jembatan laut terpanjang di dunia bernama Suramadu. Betul, terpanjang di dunia. Tentu saja bukan terpanjang bentangannya karena jembatan yang menghubungan Surabaya dan Pulau Madura ini hanya sekitar 5,5 km. Hanya sepertiga Jembatan Pulau Penang yang 15,5 km. Tetapi, Jembatan Suramadu tetap yang terpanjang di dunia. Terpanjang masa pembuatannya. Desain sudah dibuat sejak tahun 90 dan baru selesai pada tahun 2009 alias butuh waktu hampir 20 tahun.
Tepatkah investasi “jembatan terpanjang di dunia” versi Indonesia ini? Yaa…semoga saja. Kita tunggu apa yang akan terjadi pada pulau Madura. Yang lebih penting bagi Anda, cermatlah dalam menjawab pertanyaan mendasar manajemen keuangan. Cermatlah dalam membeli aset (baca: berinvestasi). Jangan mencontoh Jembatan Berelang! Jangan mencontoh handphone AMPS! Jangan mencontoh Mike Tyson! Contohlah Jembatan Pulau Penang! Apa yang akan Anda beli?
Tulisan Iman Supriyono ini pernah dimuat di majalah Oase, terbit di Surabaya tahun 2011 dengan judul “Suramadu: Jembatan Laut Terpanjang di Dunia”
Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram atau Grup WA KORPORATISASI atau hadiri KELAS KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi
Baca juga catatan perjalanan inspiratif lainya:
Jamaah Salahuddin: Intangible Asset
Sudu: Miri Municipal Council
Manokwari: Menang Tanpa Pesaing
Moscow: Korporasi USA
Osh: Pasar Tradisional Kyrgistan
Uzbekistan: Agar Rupiah Laku Dimana-Mana
Ho Chi Minh: Kota Tanpa Mal
Pnom Penh: Hyundai
Makkah: Koperasi KPF
Singapura: Totalitas Melayani
Kuala Lumpur: TKI
Anjing Bangkok: Sahabat atau Musuh
Khao San Road: 7 Pagi 11 Malam
Palembang: Kewaspadaan Korporat
Nha Hang: Hijrah Tumbuh Berpresati
Tanjung Selor Tarakan: Cessna Grand Caravan
Simpadan Ligitan: Tuban
Mungkin,lebih tepat bila pertanyaannya adalah apa beda pulau penang dgn pulau madura?Mungkin pulau penang dilengkapi dgn fasilitas infrastruktur yg lengkap?Mungkin pulau penang punya universitas hebat tadi?Apa yg dipunyai pulau madura yg mampu membuat ekonomi mengalir deras kesana?Kalo saya paling2 ya kesana makan bebek Sinjay di bangkalan.Itu aja.Bener ndak,ust?
bisa jadi memang itu. artinya, investasi memang harus seimbang dengan vasilitas pendukukunnya. kalo ndak ibarat mbangun pondasi pakai tiang pancang tapi ternyatan rumahnya hanya satu lantai. rugi kan?