Di perusahaan-perusahaan banyak terjadi kesalahan atau kerancuan antara peran atau tugas direktur (jamak: direksi atau dewan direksi) dengan komisaris (jamak: dewan komisaris). Apa sebenarnya peran dan tugas direksi? Apa peran dan tugas komisaris? Ikuti poin-poin ini.

Tepatnya penataan peran direksi dan komisaris memungkinkan perusahaan terus eksis dan sahamnya bisa diwariskan dari generasi ke generasi. Foto: koleksi pribadi lokasi di Gunung Bromo
- Paling tidak ada dua tugas utama direksi yaitu tugas stratejik dan tugas administratif. Tugas stratejik direksi adalah bekerja agar perusahaan semakin eksis dari waktu ke waktu. Secara lebih teknis tugas ini adalah bekerja dengan sepenuh kekuatan agar perusahaan terus tumbuh dalam empat ukuran utama perusahaan: laba, omzet, aset dan nilainya.
- Tugas administratif direksi adalah mengelola setiap pergerakan aset perusahaan dan melaporkannya satu demi satu sesuai dengan standar akuntansi. Ini bukan tugas ringan. Tetapi direksi tidak harus mengerjakannya sendiri. Ia harus mendelegasikan tugas itu kepada para karyawan melalui job description dan SOP.
- Sebagai pengawas, komisaris paling tidak juga memiliki dua tugas terkait dengan dengan tugas direksi tersebut. Tugas stratejik dan administratif
- Tugas stratejik komisaris adalah melakukan pengawasan terhadap tugas stratejik direksi. Artinya, komisaris bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas stratejik direksi
- Tugas administratif komisaris adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas administratif direksi.
- Tugas komisaris bukan hal ringan. Mengawasi itu seperti polisi lalu lintas yang diam di pos pantau pinggir jalan. Para pengemudi tidak perlu melapor kepada polantas. Tetapi polantas akan terus mengamati gerak-gerik para pengemudi. Jika ada kesalahan, tanpa laporan si pengemudi polantas akan langsung meniup peluitnya dan memproses pelanggar sesuai aturan yang berlaku.
- Di berbagai perusahaan terjadi salah kaprah atau kerancuan peran komisaris. Yang paling umum adalah komisaris diposisikan sebagai atasan direksi. Bentuk teknisnya: direksi wajib mendapatkan persetujuan komisaris dalam pengambilan keputusan. Jika ini yang terjadi, maka fungsi pengawasan hilang. Komisaris telah menjalankan tugas eksekusi yang mestinya menjadi tugas direksi. Dan direksi telah mengalihkan tugas sebagai eksekutif kepada komisaris. Direksi hanya menjadi “tukang bikin proposal”. Keputusannya ada pada komisaris. Perusahaan yang biasanya menggaji direksi dengan gaji tinggi akan sangat dirugikan. Perusahaan menanggung risiko besar karena tidak adanya pengawasan.
- Bayangkan situasi begini. Dalam sebuah keputusan tertentu, komisaris telah menandatanganinya. Belakangan setelah keputusan dijalankan ternyata komisaris menjumpai adanya kesalahan pada keputusan tersebut. Dalam kondisi seperti itu, apakah komisaris akan berani mengungkapnya di depan RUPS? Tentu akan berat. Bagaimana bisa mengungkap kesalahan sendiri. Disebut kesalahan sendiri karena si komisaris sudah setuju dengan bukti kuat berupa tanda tangan
- Tegasnya, komisaris tidak boleh menandatangani keputusan yang menjadi tanggung jawab direksi. Tapi komisaris wajib mengawasinya. Dengan demikian komisaris harus mengetahui secara persis bagaimana direksi menjalankan tugas administratif maupun tugas stratejik
- Maka jika direksi berbuat menyimpang baik secara administratif maupun stratejik, komisaris dapat menegur atau memberi nasihat baik secara lisan maupun secara tertulis. Teguran atau nasihat tertulis akan menjadi bukti kuat bahwa komisaris telah menjalankan tugas pengawasannya. Baik pengawasan stratejik maupun pengawasan administratif
- Dengan peran yang jelas seperti di atas, maka direksi dan komisaris telah diposisikan benar-benar setara. Setara karena sama-sama dipilih, ditunjuk dan diberi mandat oleh pemegang saham melalui RUPS. Setara karena tidak ada satu pihak yang menjadi atasan pihak lain. Setara karena tidak ada pihak yang harus melapor kepada pihak lain
- Lalu bagaimana komisaris bisa menjalankan tugasnya dengan baik? Jelas sekali bahwa tanggung jawab pengawasan komisaris tidak bisa dilaksanakan sambil lalu. Butuh sepenuh tenaga untuk melakukannya dengan baik. Untuk keperluan itu komisaris dapat membentuk dan mengangkat komite audit. Komisaris dapat menugasi komite audit untuk bekerja full time tiap hari menjalankan fungsi pengawasan. Pengawasan stratejik maupun pengawasan administratif.
- Selanjutnya, direksi dan komisaris berkewajiban membuat laporan pelaksanaan tugasnya masing-masing. Direksi membuat laporan manajemen dan keuangan dengan audit akuntan publik. Komisaris membuat laporan pengawasan. Laporan-laporan itu akan dibahas di RUPS sebagai dasar keputusan para pemegang saham untuk memperpanjang atau menghentikan para direktur dan para komisaris lalu menunjuk penggantinya
- Muncul pertanyaan, apakah direksi berwenang mutlak untuk mengambil keputusan stratejik maupun administratif? Tidak. direksi juga harus diberi batasan. Dalam undang undang PT disebutkan bahwa direksi diberi mandat untuk melakukan transaksi sampai nilai 50% aset bersih perusahaan. Lebih dari batas itu direksi harus meminta izin kepada RUPS. Sekali lagi kepada RUPS, bukan kepada komisaris. Angka 50% ini bisa digeser oleh RUPS
- RUPS memang bisa saja mendelegasikan wewenang terkait persetujuan tindakan direksi ini kepada komisari. Tetapi jika ini dilakukan, 50% aset bersih perusahaan akan dikelola tanpa pengawasan. Mengapa? Sebagaimana penjelasan sebelumnya, komisaris telah berubah fungsi menjadi direksi.
- Mungkin ada yang bertanya, enak sekali direksi diberi wewenang seperti itu? Tidak. Setiap wewenang mengandung tanggung jawab dan konsekuensi. Sebagaimana Undang-Undang, direksi dan komisaris bertanggung jawab terhadap kerugian perusahaan bisa sampai pada harta pribadinya. Berbeda dengan pemegang saham yang hanya bertanggung jawab sebatas modal yang telah disetorkannya.
- Tanggung jawab sampai harta pribadi direksi dan komisaris ini memang bukan otomatis. Tetapi melalui keputusan pengadilan. Tapi para kreditur dan pemegang saham tentu saja tidak tinggal diam jika haknya dilanggar. Untuk BUMN ada menteri BUMN yang bisa memerankannya dengan baik. Undang-undang kepailitan memberi mereka akses mudah untuk menuntut direksi dan komisaris di pengadilan.
Dengan demikian, tata kelola perusahaan berjalan dengan baik. Perusahaan terhindar dari fenomena Pseudo CEO yang merugikan seluruh stake holdernya. Investor yaitu para pemegang saham dapat “duduk manis” menerima dividen dan capital gain. Risiko pun termitigasi dengan baik. Perusahaan siap melakukan proses korporatisasi. Siap menjual intangible assetnya kepada para investor. Mampu mendapatkan sumber modal murah nyaris tanpa batas untuk melakukan akuisisi. Mampu menjalankan riset yang produktif sebagai perusahaan prisipal. Sudah jelas? Bagaimana perusahaan tempat Anda berkarya?
Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram atau Grup WA SNF Consulting
*)Artikel ke-221 ini ditulis di Surabaya oleh Iman Supriyono, konsultan dan CEO SNF Consulting
Ping-balik: Start Up & OFO Bike: Bakar Uang, Pailit, Exit Strategy | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Ahok dan Kemustahilan Pertamina | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Jiwasraya-Prudential Si Kakak-Adik Beda Nasib: Masalah Stratejik atau Fraud? | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Endowment Fund Alumni: Peran Besar | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Pseudo CEO: BUMN & Perusahaan Keluarga | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Wakaf Modern Untuk Keabadian Amal dan Kemerdekaan Ekonomi | Catatan Iman Supriyono
Sama dengan ketua Majelis dikdasmen merangkap jadi kepala sekolah
👍👍👍
sangat mencerahkan
Terimkasih
dari sahabat matahatimu.org
moga bermanfaat dan bisa diaplikasikan
Ping-balik: Karen Agustiawan, Pseudo CEO Pertamina dan Vonis Penjara | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Utang Segunung dan Pusingnya Direksi Garuda | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Entrepreneur, Jangan Bangga Disebut Owner! | Catatan Iman Supriyono
Tkasih. Pak
Manfaat.
Ping-balik: Pertamina Vs. ExxonMobil: Bisakah Dimaklumi Ruginya? | Catatan Iman Supriyono
Terimakasih Pak Iman, tulisannya sangat bermanfaat. Wajib dibaca oleh Direksi dan Komisaris agar paham tugas & wewenangnya, karena saat ini masih ada jabatan komisaris yg hanya karena politis dan asal tunjuk…utamanya di lingkungan BUMN dan anak perusahaannya.
Terimakasih kembali. Semoga bermanfaat
Ping-balik: Pertamina Rugi Vs. AKR Laba: Buka-bukaan, Siapa Takut? | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Endowment Fund Alumni: Peran Besar – SNF Consulting
Ping-balik: Utang Segunung dan Pusingnya Direksi Garuda – SNF Consulting
Ping-balik: Zakat Mal Era Korporasi: Menjadi Bangsa Produsen | Korporatisasi
Ping-balik: Garuda Masker Lima: Masalah Tata Kelola | Korporatisasi
Ping-balik: Garuda, Inalum, Pertamina : Direksi & Komisaris Lalai? | Korporatisasi
Ping-balik: Simalakama Garuda: Pailit Atau Korporatisasi? | Korporatisasi
Ping-balik: Wakaf Korporat: Nazir Sebagai Model Bisnis Sociopreneur | Korporatisasi
Ping-balik: Wakaf Korporat: Model Bisnis Sociopreneur | Korporatisasi
Ping-balik: Entrepreneur CEO Komisaris, Amankan Uang Investor! | Korporatisasi
Ping-balik: Pertamina Versus Petronas 2021: Siapa Pemenangnya? | Korporatisasi