Wakaf Korporat: Model Bisnis Sociopreneur


Tahun 1990-an mulai dirintis amil zakat modern. Di Surabaya berdiri YDSF tahun 1987.  Yatim Mandiri berdiri 1994. Di Jakarta berdiri Dompet Dhuafa tahun 1994.  Rumah Zakat tahun 1996. Dan lain-lain. Lembaga-lembaga ini bergerak sebagai amil modern. Model bisnis utamanya adalah mengumpulkan zakat atau sedekah atau infak dari masyarakat. Lalu mengambil hak amil sebesar 1/8 dari dana yang dikumpulkan untuk biaya organisasi seperti gaji pegawai, sewa atau pembelian kantor, biaya promosi, dan sebagainya.

Model ini terbukti berjalan dan diterima masyarakat. Dari waktu ke waktu dana yang dikumpulkan dari masyarakat baik berupa zakat maupun sedekah terus tumbuh. Laporan Bazis terbaru, tahun 2019 amil zakat infak nasional mengumpulkan dana Rp 10,2 triliun. Tentu bukan angka yang kecil. Hasil kerja istiqomah sejak tahun 90-an.

Lebih dari 3 dekade organisasi amil eksis bahkan berkembang. Amil telah membuktikan diri sepanjang sejarah sebagai model bisnis sociopreneur yang kokoh. Bahkan makin kokoh. Makin besar dana yang bisa dikumpulkan dari masyarakat. Makin banyak pula masyarakat yang merasakan manfaatnya.

Nah, kali ini saya akan membandingkan amil dengan nazir. Keduanya adalah model bisnis sociopreneur. Keduanya adalah badan hukum non profit. Badan hukum yang labanya tidak boleh diambil oleh siapa pun. Saya begitu kemecer dengan wakaf.  Sebagai periset manajemen, rasa ingin tahu saya tentang wakaf begitu besarnya. Maka setelah menulis banyak artikel tentang wakaf, kali ini saya ingin menggali angka perbandingan antara pengelola zakat infak dengan wakaf. Berolit ini hasilnya. Saya akan menuliskannya dalam bentuk poin-poin.

Simulasi amil versus nazir selama 40 tahun dengan kemampuan mengumupulkan dana masyarakat dan biaya operasional yang sama
  1. Perhatikan tabel di atas. Ada dua lembaga. Satu lembaga amil alias pengelola zakat infak. Sebut saya ABC. Satunya lembaga nazir alias pengelola wakaf. Sebut saja DEF. ABC dan DEF memiliki kemampuan yang sama dalam mengumpulkan dana masyarakat di bidangnya masing-masing. ABC mengumpulkan dana zakat infak dari masyarakat sebesar Rp 100 miliar tiap tahun. DEF mengumpulkan dana wakaf sebesar Rp 100 miliar juga. Keduanya juga membutuhkan biaya operasional untuk gaji pegawai, sewa gedung dan sebagainya Rp 12,5 miliar. Mari kita bandingkan keduanya dalam waktu 40 tahun. Sepanjang periode itu kemampuan mengumpulkan uang dan biaya operasional keduanya dibuat tetap.
  2. Tahun pertama, ABC mengumpulkan dan zakat infak Rp 100 miliar. Maka, hak ABC sebagai amil adalah 12,5% dari dana yang dikumpulkannya. Nominalnya adalah Rp 12,5 miliar dan tepat untuk memenuhi biaya operasional. Tidak ada defisit juga tidak ada surplus. Sementara itu para mustahik mendapatkan Rp 87,5 miliar.
  3. Tahun pertama juga, DEF mengumpulkan dana wakaf dari masyarakat Rp 100 miliar. Karena dana wakaf, maka seluruh dana diinvestasikan. Dengan demikian pada tahun pertama ABC mengalami defisit sebesar biaya operasionalnya yaitu Rp 12,5 miliar. Para maukuf alaihi, para penerima manfaat wakaf, juga sama tidak menerima uang sepeser pun.
  4. Tahun kedua, kondisi  ABC tetap seperti tahun pertama. Tetap mengumpulkan dana infak zakat Rp 100 miliar. Menerima jatah amil Rp 12,5 miliar. Para mustahik juga tetap menerima Rp 87,5 miliar.
  5. DEF juga tatap mengumpulkan dana wakaf Rp 100 miliar. Dana tersebut juga diinvestasikan. Tapi sudah menerima hasil investasi dari dana wakaf tahun pertama. Katakan ROI nya adalah 10%. Maka hasil investasi aset wakaf yang dikumpulkan pada tahun pertama adalah Rp 10 miliar. Dari dana hasil investasi tersebut, 90% yaitu Rp 9 miliar disalurkan kepada maukuf alaihi. Sebesar 10% yaitu Rp 1 miliar diterima sebagai pendapatan DEF. Dengan demikian untuk membayar biaya operasional Rp 12,5 DEF masih mengalami defisit Rp 11,5 miliar. Dengan demikian akumulasi defisit tahun pertama dan kedua adalah Rp 24 miliar.
  6. Dan seterusnya. Tiap tahun ABC terus-menerus mengumpulkan Rp 100 miliar, menyalurkan Rp 87,5 miliar untuk kaum duafa, dan menerima Rp 12,5 miliar sebagai hak amil lalu menggunakannya untuk biaya operasional. Tidak ada surplus. Pun tidak ada defisit. Itu terjadi sampai tahun ke-40. Semua konstan. Termasuk dana yang diterima oleh para duafa sebagai mustahik.
  7. DEF berbeda. Defisit biaya operasional masih terus terjadi sampai tahun ke-13. Tapi nilai defisitnya menurun.  Sepanjang waktu itu, hak kaum duafa yang menerima hasil investasi dana wakaf terus tumbuh. Dari nol pada tahun pertama, Rp 9 miliar pada tahun kedua, dan seterusnya menjadi Rp 90 miliar pada tahun ke-11. Inilah tonggak luar biasa pertama bagi wakaf. Saat dimana hak kaum duafa atau maukuf alaihi sudah melampai hak yang diterima kaum duafa sebagai mustahik dana infak zakat.
  8. Tahun ke-14 adalah tonggak luar biasa kedua bagi DEF. Mengapa? Pada saat itu DEF sudah bisa membiayai seluruh kebutuhan operasionalnya. Sudah tidak lagi defisit. Saat dimana gaji para pegawai, biaya transportasi, biaya sewa ruangan dan seluruh biaya operasional telah mampu dibayar dari hak nazir dalam mengelola wakaf. Saat dimana kesejahteraan para karyawan DEF sama persis dengan karyawan ABC.
  9. Tahun ke-21 adalah tonggak luar biasa ketiga bagi DEF. Saat dimana DEF sudah bisa mempersembahkan kesejahteraan bagi kaum duafa yang menjadi maukuf alaihi lebih dari 2x lipat dari yang dipersembahkan oleh ABC. Saat ABC tetap mempersembahkan Rp 87,5 miliar bagi kaum duafa, DEF mempersembahkan Rp 180 miliar. Lebih dari 2x lipat.
  10. Tahun ke-26 adalah tonggak luar biasa keempat bagi DEF. Saat dimana akumulasi defisit untuk biaya operasional sudah nol. Artinya, andai untuk membayar defisit tahun-tahun sebelumnya DEF harus berutang kepada lembaga lain melalui qord al hasan misalnya, tahun itu semua utang sudah lunas. Andai untuk membayar defisit digunakan modal setor dari para pendiri, modal itu sudah kembali berada ditangan DEF sepenuhnya. Bisa digunakan untuk perkembangan DEF berikutnya. Misal, membangun gedung kantor pusat yang representatif.
  11. Tahun ke-26 juga saat dimana hak DEF dari investasi dana wakaf mencapai dua kali lipat hak ABC sebagai amil. Dengan demikian, kesejahteraan untuk karyawan DEF juga akan menjadi 2x lipat karyawan ABC. Sebagai catatan, karena ABC dan DEF keduanya adalah organisasi non profit, tidak ada dividen atau sejenisnya yang diberikan kepada para pendiri, pengurus, pembina (jika badan hukumnya yayasan), pengawas maupun anggota (jika badan hukumnya perkumpulan). Tapi, para karyawan yang bekerja tetap mendapatkan hak layaknya karyawan pada umumnya. Karyawan mendapatkan gaji, bonus kinerja, THR, fasilitas BPJS kesehatan, BPJS ketenagakerjaan dan sebagainya.
  12. Tahun ke-31 adalah tonggak luar biasa  kelima bagi DEF. Saat itu DEF sudah bisa mempersembahkan dana manfaat bagi kaum duafa yang menjadi maukuf alaihi lebih dari 3x lipat dibanding dana serupa yang dipersembahkan oleh ABC. DEF mempersembahkan dana Rp 270 miliar sementara ABC tetap mempersembahkan Rp 87,5.
  13. Tahun ke-39 adalah tonggak luar biasa keenam bagi DEF. Saat itu pendapatan DEF dari hak sebagai nazir adalah Rp 38 miliar. Sudah lebih dari 3x lipat hak yang diterima ABC sebagai amil yang konstan pada angka Rp 12,5.
  14. Yang menarik lagi, apa yang dikumpulkan DEF sebesar Rp 100 miliar per tahun terus terakumulasi. Pada tahun ke-40, akumulasi dana wakaf sudah Rp 4 triliun. Setara dengan sekitar 4 ribu gerai minimarket seperti Alfamart atau Indomaret. Sebuah kekuatan ekonomi yang luar biasa. Bayangkan kalau per tahun adalah Rp 10 triliun seperti yang dilaporkan oleh Bazis pada pengantar tulisan ini dan sudah berjalan ratusan tahun. Sebuah kekuatan ekonomi luar biasa.
  15. Begitulah enam tonggak luar biasa sebuah lembaga nazir wakaf. Tapi apa yang disimulasikan di atas baru bisa berjalan jika pengelolaannya bermodel wakaf korporat. Paling tidak ada empat prinsip dasar wakaf korporat. Prinsip pertama, dana wakaf hanya boleh diinvestasikan pada korporasi yang telah  mencapai tahap scale up dalam corporate life cycle (CLC) untuk tumbuhnya perusahaan dakwah. Dengan demikian dana wakaf akan aman karena sudah ada peredam risiko sebagai pengaman investasi. Investasi pada perusahaan start up hanya boleh maksimum menggunakan 1% dari total dana wakaf. Silakan klik link-link warna biru jika Anda belum familier dengan istilah-istilah tersebut.
  16. Prinsip kedua, dana wakaf hanya boleh diinvestasikan dengan prinsip portofolio sebagaimana layaknya sebuah investment company. Pengeloa wakaf seperti DEF sama sekali tidak boleh menjadi operating company apalagi “banci” company. Strictly prohibited! Berbahaya sekali baik secara stratejik maupun teknis.
  17. Prinsip ketiga, lembaga pengelola wakaf harus tunduk terhadap seluruh kaidah fikih dan peraturan perundangan yang berlaku. Ini penting karena organisasi pengelola wakaf bersifat jangka panjang. Jangan sampai membuat blunder dengan melakukan pelanggaran baik terhadap syariat maupun peraturan perundangan yang berlaku.
  18. Prinsip keempat, dana wakaf harus dikelola dengan manajemen dan tata kelola organisasi modern. Fungsi pengawas harus benar-benar efektif. Fungsinya persis seperti fungsi komisaris dalam perseroan terbatas. Hanya berbeda dalam kompensasi. Komisaris dibayar. Pengawas organisasi wakaf tidak dibayar. Murni hanya untuk membangun amal jariah. Laporan keuangan harus standar akuntansi, diaudit, dan dipublikasikan untuk bisa diakses oleh masyarakat luas.
Pelajari lebih lanjut di KELAS WAKAF KORPORAT melalui zoom full day full interactive terbatas untuk 15 peserta. Cek jadwal terdekat melalui link WA berikut http://www.klikwa.net/snfconsulting

Itulah wakaf korporat. Peluang membangun amal jariah luar biasa bagi para entrepreneur, founder, direksi, komisaris, manajer, profesional,  pemegang saham dan Anda yang peduli.  Peduli terhadap kehidupan di negeri abadi. Peduli terhadap nasib kaum duafa. Peduli untuk memperkuat ekonomi umat dan bangsa. Wakaf adalah salah satu pilarnya. Wakaf korporat adalah solusi sosial sekaligus solusi ekonomi. Jika tahun 1990-an para sociopreneur melahirkan amil modern. Kini saatnya melahirkan nazir wakaf modern. Saaatnya wakaf korporat. Kita bisa!

Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram  atau Grup WA KORPORATISASI

Baca juga:
Peredam Risiko Investasi Wakaf
Wakaf Modern Untuk Keabadian Amal dan Kemerdekaan Ekonomi
Konversi Kotak Infaq ke Kotak Wakaf
Kesalahan Wakaf Saham Dan Perbaikannya
Wakaf Untuk Beasiswa: Fulbright Dari Timur
Wakaf Moncer dengan Puasa Infaq
Wakaf Para Alumni untuk Adik Kelasnya
Wakaf Agar Rp 10 Triliun Tidak Melayang Tiap Tahun
Wakaf Uang
Enam Pilar Kemerdekaan Ekonomi Umat dan Bangsa
Korporatisasi: Asal Muasal

Artikel ke-340 karya Iman Supriyono ini ditulis sambil WFH di Surabaya pada tanggal 14 Juli 2021

17 responses to “Wakaf Korporat: Model Bisnis Sociopreneur

  1. Terima kasih telah berbagi informasi yang sangat bermanfaat. Sekedar pemikiran saya, sepertinya perolehan jumlah wakaf tidak bisa disamakan dengan zakat, karena masyarakat awam (setidaknya saya) menganggap bahwa zakat adalah wajib sedangkan wakaf bukan wajib. Sehingga saya belum pernah berwakaf meskipun telah berpuluh kali membayar zakat.
    Selain itu ROI 10% baru bisa didapat jika menghire konsultan keuangan khusus, masyarakat umum hanya berpatokan pada bagi hasil (nota bene mungkin sekitar 5-8% pertahun).

    Demikian

    • terimakasih apresiasinya. Bagi pembayarnya, zakat tentu berbeda dengan infak. Tapi bagi amil, haknya sama yaitu 1/8 dari nilai zakat/infak yang dikumpulkan. ROI 10% ini wajar untuk dana kelolaan yang besar

  2. Ping-balik: Perusahaan Dakwah: Korporatisasi | Korporatisasi

  3. Ping-balik: Mematematikakan Untuk Memudahkan: Obituari Pak Towik | Korporatisasi

  4. Ping-balik: Bu Prayogo: Obituari Guru Yang Membawa Visi Global Untuk Muridnya | Korporatisasi

  5. Ping-balik: Sensei Munzaid: Obituari Untuk Seorang Guru Pengukir Jiwa | Korporatisasi

  6. Ping-balik: Tes Kelayakan Insan Korporasi | Korporatisasi

  7. Ping-balik: Entrepreneur CEO Komisaris, Amankan Uang Investor! | Korporatisasi

  8. Ping-balik: Kampus Sekolah Pesantren, Jangan Berbisnis! | Korporatisasi

  9. Ping-balik: Glorifikasi IPO Kioson: Lunglai Dalam Badai | Korporatisasi

  10. Ping-balik: ROE & ROI: Bayi Melawan Raksasa | Korporatisasi

  11. Ping-balik: Uang Kasur Uang Kasir Pak Sis | Korporatisasi

  12. Ping-balik: Kumowani: Blunder Nazir Menjadi Startup | Korporatisasi

  13. Ping-balik: ACT, Lions Club dan Sejarah Melayani 200 Negara | Korporatisasi

  14. Ping-balik: Hayyu x ACR: Perusahaan Dakwah | Korporatisasi

  15. Ping-balik: Perampok Budiman | Korporatisasi

  16. Ping-balik: Cheng Hoo | Korporatisasi

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s