Banyak pertanyaan kepada saya tentang scale up. Apa yang dimaksud scale up? Seperti apa scale up yang betulan? Seperti apa scale up yang omong doang? Pertanyaan datang umumnya dari kalangan pelaku bisnis. Di kalangan entrepreneur. Berikut ini jawaban saya.
- Scale up dalam bahasa Inggris artinya adalah meningkat. Dalam tulisan ini yang dimaksud adalah meningkatnya ukuran sebuah korporasi.
- Meningkat seperti apa? Sebuah korporasi disebut mengalami scale up jika empat ukuran utamanya meningkat secara simultan. Empat ukuran itu adalah omzet, laba, aset dan nilai pasar dari ekuitas. Tentang empat ukuran ini silakan baca tulisan saya di link ini.
- Sebaliknya, sebuah perusahaan mengalami peningkatan tetapi empat ukurannya tidak meningkat secara simultan tidak disebut scale up. Contohnya adalah perusahaan restoran yang gerainya tumbuh melalui skema waralaba. Karena dalam waralaba gerai-gerai dimiliki oleh investor maka aset franchisor (perusahaan pemilik merek) tidak meningkat. Omzet gerai pun milik si investor sehingga omzet franchisor tidak meningkat secara signifikan. Franchisor hanya kebagian sebagian kecil dari omzet gerai waralaba melalui fee waralaba. Laba gerai juga bukan milik si franchisor. Maka, sebuah perusahaan yang tumbuh pesat jumlah gerainya melalui waralaba tidak sedang melakukan scale up. Scale up yang sekedar omong doang. Omdo hehehe.
- Untuk memahami bagaimana scale up pada sebuah korporasi mari kita mempelajari apa yang terjadi pada Siloam Hospital pada tahun 2017-2018. Ini adalah laporan terbaru. Laporan tahun 2019 sampai saat ini belum terbit.
- Tahun 2017 Siloam mencatatkan laba Rp 103 miliar. Dengan laba sebesar itu Siloam menggelontorkan dana investasi sebesar Rp 3,078 triliun. Artinya, Siloam menggelontorkan kas 29,88 kali laba. Atau dibulatkan: 30 kali laba.
- Dari mana uang 30 kali laba? Dari laporan arus kas diketahui bahwa dari operasionalnya, Siloam mendapatkan uang sebesar Rp 226 miliar. Masih jauh dari yang digelontorkan untuk investasi. Perolehan dana terbesar bukanlah dari laba. Tetapi dari menerbitkan 325.153.125 lembar saham dengan nilai nominal Rp 100. Saham tersebut diserap investor dengan harga Rp 9500 per lembar. Rp 100 sebagai saham, Rp 9400 sebagai agio saham. Tingginya agio saham adalah bentuk penghargaan investor terhadap intangible aset Dengan demikian Siloam menerima dana dari penerbitan saham tersebut sebesar Rp 3,088 triliun. Inilah sumber dari gelontoran dana investasi 30 kali laba.
- Investasi tersebut mengakibatkan omzet Siloam naik sebesar 13% dari Rp 5,168 triliun pada akhir tahun 2016 menjadi Rp 5,848 triliun pada akhir tahun 2017. Labanya naik 5% dari Rp 99 miliar menjadi Rp 104 miliar. Aset meningkat 80% dari Rp 4,216 triliun menjadi Rp 7,596. Nilai perusahaan naik 39% dari Rp 12,668 triliun menjadi Rp 17,612 triliun.
- Pendek kata, tahun 2017 Siloam telah melakukan scale up. Berinvestasi dengan dana 30 kali laba yang berakibat omzet, laba, aset dan nilai perusahaan meningkat secara simultan.
- Bagaimana Siloam tahun 2018? Arus kas yang digelontorkan untuk investasi adalah Rp 944 miliar. Investasi tersebut adalah 36 kali labanya yang sebesar Rp 26 miliar. Uang investasi tersebut diperoleh dari kas operasional sebesar Rp 204 miliar dan memanfaatkan kas yang telah ada. Kas akhir tahun 2017 sebesar Rp 930 miliar dibelanjakan untuk investasi sehingga pada akhir 2018 posisi kas tinggal Rp 216 Bisa dikatakan bahwa tahun 2018 Siloam berinvestasi besar dengan memanfaatkan hasil penerbitan saham baru tahun 2017. Tahun 2018 adalah satu paket dengan aksi korporasi scale up pada tahun 2017.
- Secara umum, scale up bagi sebuah korporasi artinya adalah berinvestasi dengan belanja modal lebih dari 5x laba untuk menumbuhkan omzet, laba, aset dan nilai perusahaan secara simultan. Inilah definisi scale up menurut SNF Consulting.
- Scale up tidak bisa dipisahkan dari konsep corporate life cycle (CLC) yang terdiri dari dari 8 tahapan. Scale up adalah tahapan ke-5 dalam konsep yang merupakan hasil riset sejarah berbagai perusahaan oleh SNF Consulting ini. Tahap sebelumnya adalah berdiri, rugi, BEP dan laba. Scale up jarang dilakukan perusahaan-perusahaan di negeri ini karena terjebak pada persimpangan jalan laba yang merupakan titik krusial dalam perjalanan sebuah perusahaan. Baca lebih lengkap tentang hal ini pada CLC.
- Itulah scale up. itulah Scale up betulan. Scale up sebenarnya. Siloam melakukan scale up dengan penerbitan saham baru sebagai prose menapaki 8 step pada CLC. Penerbitan saham adalah tanda utama dari proses korporatisasi. Mendapatkan modal besar dengan menguangkan intangible assetnya. Perusahaan tempat Anda berkarya butuh scale up? Hubungi SNF Consulting.

Demikian penjelasan tentang scale up. Bekerja keras untuk tumbuhnya korporasi. Dengan niat yang ikhlas semata memperoleh ridho-Nya, scale up adalah bagian dari upaya membangun amal jariyah melalui korporatisasi. Kemanfaatan abadi bagi umat manusia. Semoga.
Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram atau Grup WA KORPORATISASI
Baca juga:
Wakaf Modern Untuk Keabadian Amal dan Kemerdekaan Ekonomi
Giant Tutup: Menemukan kembali RPD
Korporatisasi perusahaan keluarga
Korporatisasi menghindari pseudo CEO
Waskita Beton digugat pailit: anak sakit induk sakit
Harapan BSI, nyata atau fatamorgana
BUMN berjamaah merger akuisisi
Wika gali lobang tutup lobang
SWF antara harapan dan belenggu
Corporate life cycle
Enam Pilar Kemerdekaan Ekonomi Umat dan Bangsa
Korporatisasi: Asal Muasal
Kalo istilah scale up scale up yang lagi rami sekarang ini rada rada mendekati omdo dong ya
hehehe….iyesss
Ping-balik: Enam Pilar Kemerdekaan Ekonomi Umat & Bangsa | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Kesalahan Wakaf Saham: Bagaimana Perbaikannya? | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Valuasi: Gojek & Tokopedia, Mengapa Merger? | Korporatisasi
Ping-balik: CLS: Mengapa Gojek & Tokopedia Harus Merger? | Korporatisasi
Ping-balik: CLC: Mengapa Gojek & Tokopedia Harus Merger? | Korporatisasi
Ping-balik: Sparring Partner Untuk CEO & Entrepreneur Hebat | Korporatisasi
Ping-balik: Bagaimana Gadjah Tunggal – Sjamsul Nursalim Mengembalikan Rp 4,58 T? | Korporatisasi
Ping-balik: Tesla: Laba Setelah 16 Tahun Rugi | Korporatisasi
Ping-balik: Zakat Mal Era Korporasi: Menjadi Bangsa Produsen | Korporatisasi
Ping-balik: Vaksin Covid: Yunior-Senior Astra Zeneca-Kimia Farma | Korporatisasi
Ping-balik: Giant Tutup: Sulitanya Menemukan Kembali RPD | Korporatisasi
Ping-balik: BTS Meal McD: Tantangan Langkah Kedelapan CLC | Korporatisasi
Ping-balik: Guru Besar Hati Putih: Obituari Untuk Pak Arsono Laksmana | Korporatisasi
Ping-balik: Peredam Risiko Investasi Wakaf | Korporatisasi
Ping-balik: Sapi Perah: 4 Level Pertumbuhan Bisnis | Korporatisasi
Ping-balik: IPO Bukalapak: Prospektif atau Buang Uang? | Korporatisasi
Ping-balik: Wakaf Korporat: Nazir Sebagai Model Bisnis Sociopreneur | Korporatisasi
Ping-balik: Wakaf Korporat: Model Bisnis Sociopreneur | Korporatisasi
Ping-balik: Entrepreneur CEO Komisaris, Amankan Uang Investor! | Korporatisasi
Ping-balik: Glorifikasi IPO Kioson: Lunglai Dalam Badai | Korporatisasi
Ping-balik: Investasi ROI 4000 % Lebih | Korporatisasi
Ping-balik: Bank Jago Melangit: Karena Kinerja? | Korporatisasi
Ping-balik: Gojek & Tokopedia, Mengapa Merger? – SuaraKupang.com
Ping-balik: Menjadi Korporasi Sejati | Korporatisasi
Ping-balik: Si Tukang Bakso Triliuner | Korporatisasi
Ping-balik: Hayyu x ACR: Perusahaan Dakwah | Korporatisasi
Ping-balik: Tinggalkan Mentalitas Business Owner | Korporatisasi
Ping-balik: Tinggalkan Mentalitas Business Owner - SMN Digest
Ping-balik: Mitra Keluarga Menyalip Siloam: Modal Murah 2% Per Tahun | Korporatisasi
Ping-balik: Perusahaan Yang Menua | Korporatisasi
Ping-balik: Alfamart: Pendiri Untung Investor Gigit Jari? | Korporatisasi