Merger tidak bisa dipisahkan dari valuasi. Berapa valuasi Gojek? Berapa valuasi Tokopedia? Kata “valuasi” pada dua pertanyaan ini sebenarnya salah. Tetapi karena banyak yang menggunakannya maka sudah dianggap seperti benar. Orang Jawa menyebutnya salah kaprah.
Berapa value Gojek? Berapa nilai Gojek? Berapa value Tokopedia? Berapa nilai Tokopedia? Ini mestinya pertanyaan yang benar. Valuasi berasal dari kata valuation yang artinya adalah proses untuk menentukan nilai sebuah perusahaan.

Hari-hari ini sedang ramai dibicarakan tentang rencana merger antara Gojek dan Tokopedia menjadi Go To. Keduanya adalah sebuah startup digital terkemuka di negeri ini. Siapa yang tidak pernah naik ojek atau taksi online Gojek? Siapa yang tidak pernah membeli sesuatu di Tokopedia? Populer sekali. Maka, rencana merger keduanya adalah isu bisnis yang sangat seksi. Mengapa harus merger? Apa keuntungan bagi keduanya? Apa pengaruhnya bagi dunia bisnis negeri ini? Apa pengaruhnya bagi masyarakat? Saya akan menuliskannya dalam bentuk poin-poin.
- Ada tiga nilai perusahaan. Nilai nominal (par value), nilai buku (book value) dan nilai pasar (market value).
- Nilai nominal adalah nilai perusahaan berdasarkan akta terbarunya. Di situ pasti akan ditulis berapa modal yang telah disetor dan terdiri dari berapa lembar masing-masing berapa. Misal, pada akta perubahan terakhir PT ABC telah menerbitkan total 10 000 lembar saham masing-masing Rp 1 juta. Maka nilai PT ABC (keseluruhan perusahaan) adalah 10 000 x Rp 1 juta alias Rp 10 miliar. Bisa juga dikatakan bahwa nilai nominal PT ABC per lembar saham adalah Rp 1 juta.
- Nilai buku adalah nilai berdasarkan catatan akuntansi. Misal PT ABC di atas dalam neracanya melaporkan aset sebesar Rp 20 miliar. Sisi kanan neraca menyebut adanya utang Rp 4 miliar dan laba ditahan Rp 6 miliar. Maka dikatakan bahwa nila buku PT ABC (keseluruhan perusahaan) adalah Rp 16 miliar. Angka ini diperoleh dari aset dikurangi utang. Rp 20 miliar dikurangi Rp 4 miliar. Bisa dikatakan bahwa nilai buku PT ABC adalah Rp 1,6 juta per lembar saham. Angkanya diperoleh dari Rp 16 miliar dibagi jumlah lembar saham yaitu 10 ribu lembar.
- Lalu bagaimana market value? Untuk memahaminya perhatikan ilustrasi berikut. Baba memiliki sebuah rumah yang telah dibelinya sepuluh tahun lalu dengan harga Rp 500 juta. Saat ini ia ingin menjualnya. Tetapi dia tidak tahu berapa harga rumah yang wajar saat ini. Maka ia kemudian meminta bantuan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) PQR untuk melakukan apraisal. PQR kemudian melakukan apraisal dengan metode tertentu. Misalkan kemudian PQR memberikan angka Rp 2 miliar atas rumah tersebut.
- Caca berkeinginan membeli rumah si Baba. Tapi Caca juga tidak tahu persis berapa harga wajar rumah tersebut. Maka ia kemudian meminta bantuan KJPP STU untuk melakukan apraisal. Hasilnya, STU menyampaikan bahwa harga wajar rumah tersebut adalah Rp 1,5 miliar.
- Maka, Baba menawarkan rumah kepada Caca seharga Rp 2 miliar. Caca menawar dengan harga Rp 1,5 miliar. Jika Baba dan Caca mengotot dengan harga sesuai dengan saran KJPP masing-masing, maka transaksi tidak akan terjadi dan harga pasar tidak terbentuk. Tapi jika keduanya mau berunding lalu tercapai kesepakatan transaksi terjadi pada harga Rp 1,8 juta misalnya, maka itulah harga pasar yang terbentuk.
- Sebagaimana pada contoh pembentukan harga pada transaksi rumah antara Baba dengan Caca, demikian pulalah pembentukan harga pada transaksi perusahaan. Bedanya, yang ditransaksikan pada pembentukan harga perusahaan adalah saham perusahaan bersangkutan.
- Untuk pasar primer, penjualnya adalah perusahaan yang bersangkutan yang diwakili oleh direksi atas persetujuan pemegang saham melalui RUPS. Pembelinya adalah para investor baik yang sebelumnya telah memegang saham perusahaan yang bersangkutan maupun investor baru. Pada pasar primer ini, yang dijual adalah saham yang baru diterbitkan oleh perusahaan dan dengan demikian uangnya masuk perusahaan. Penerbitan saham baru ini bisa dilakukan di luar lantai bursa (sebelum perusahaan IPO), melalui IPO di lantai bursa, atau rights issue setelah IPO. Penggunaan dananya adalah sebagai modal ekspansi perusahaan.
- Untuk pasar sekunder, penjualnya adalah pemegang saham yang telah memegang saham perusahaan bersangkutan (existing sharehoder). Pembelinya adalah investor yang berminat terhadap saham yang dijual tersebut. Bisa pemegang saham yang telah ada atau investor baru.
- Valuasi adalah proses untuk memperkirakan nilai perusahaan. Tepatnya adalah nilai pasar perusahaan. Dengan analogi transaksi properti antara Baba dan Caca di atas, valuasi adalah proses seperti yang dilakukan oleh KJPP PQR atau STU. Proses memperkirakan harga pasar sebuah perusahaan (baik harga seluruh perusahaan maupun harga per lembar saham) dengan metode tertentu.
- Hasil dari proses valuasi adalah perkiraan nilai pasar. Bukan nilai pasar yang sebenarnya. Pembentukan nilai pasar dilakukan melalui tawar menawar antara perusahaan dengan calon investor untuk pasar primer. Atau antara pemegang saham yang telah ada (existing shareholder) dengan calon pemegang saham yang akan membelinya pada pasar sekunder
- Dengan demikian, nilai pasar perusahaan akan terus berubah sesuai dengan perkembangan transaksi. Dalam perubahan tersebut yang digunakan sebagai patokan adalah harga terakhir. Itulah mengapa daftar orang-orang terkaya dunia selalu berubah-ubah. Ini terjadi karena kekayaan mereka sebagian besar adalah berupa saham di perusahaan yang mereka dirikan. Karena saham terus ditransaksikan dan harganya berfluktuasi sesuai hukum pasar, maka nilai kekayaan mereka juga berubah.
- Itulah penjelasan tentang nilai atau value sebuah perusahaan. Lalu bagaimana menjelaskan merger antara Gojek dan Tokopedia dalam konteks nilai perusahaan? Sebuah merger terjadi atas inisiatif direksi baik atas kemauannya sendiri maupun masukan dari komisaris. Merger akan terjadi jika inisiatif tersebut disetujui oleh para pemegang saham peserta merger melalui RUPS masing-masing. Dasar utama persetujuan mereka adalah apakah nilai saham yang mereka pegang akan meningkat dengan adanya merger tersebut? Kalaupun tidak meningkat saat transaksi merger dilakukan, apakah nilai saham yang mereka pegang akan meningkat di kemudian hari setelah terjadinya transaksi merger? Jika jawabannya adalah ya maka mereka akan menyetujuinya. Jika tidak maka merger tidak kan disetujuinya. Tentu karena terjadinya kenaikan itu adalah setelah keputusan merger diambil, maka dasar dari keputusan para pemegang saham adalah perkiraan akan adanya kenaikan tersebut. Sifatnya prediksi dan keyakinan para pemegang saham.
- Apakah penjelasan tersebut sudah cukup? Belum. Merger harus dipandang secara komprehensif sebagai bagian dari sebuah proses korporatisasi. Masih banyak pertanyaan. Bagaimana para pemegang saham memprediksikan value perusahaan setelah merger? Bagaimana KJPP atau kantor konsultan melakukan valuasi? Bagaimana sebuah transaksi merger bisa meningkatkan nilai perusahaan? Apa hubungannya dengan corporate life cycle? Ikuti terus www.korporatisasi.com
Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram atau Grup WA SNF Consulting
Baca juga:
Korporatisasi Langkah Demi Langkah
Corporate life cycle
Enam Pilar Kemerdekaan Ekonomi Umat dan Bangsa
Korporatisasi: Asal Muasal
Merger sebagai salah satu strategi scale up
*)Artikel ke-317 karya Iman Supriyono ini ditulis di SNF Consulting House of Management, studio produksi SNF Consulting, pada tanggal 22 Maret 2021.
Ust, mohon maaf, poin ke 8 sepertinya ada typo,
Pada pasar sekunder ini, yang dijual adalah saham yang baru diterbitkan oleh perusahaan dan dengan demikian uangnya masuk perusahaan
O iya. Tx koreksinya. Sdh diperbaiki
Ping-balik: CLS: Mengapa Gojek & Tokopedia Harus Merger? | Korporatisasi
Ping-balik: CLC: Mengapa Gojek & Tokopedia Harus Merger? | Korporatisasi
Ping-balik: ARA ARB Bukalapak: Anda Penjudi atau Investor? | Korporatisasi
Ping-balik: Bank Jago Melangit: Karena Kinerja? | Korporatisasi
Ping-balik: Korporatisasi Di Luar Lantai Bursa | Korporatisasi
Ping-balik: Buta Sejarah Korporasi: Bisnis Sekedar Berjualan | Korporatisasi
Ping-balik: Bentoel Delisting Saat Marak IPO, Mengapa? | Korporatisasi
Ping-balik: Jenderal: Level Jabatan & Sistem Manajemen | Korporatisasi
Ping-balik: Japfa, Bangun! | Korporatisasi
Ping-balik: Sodexo: Catering Olympiade Bisa! | Korporatisasi
Ping-balik: Menjadi Korporasi Sejati | Korporatisasi
Ping-balik: Dekomposisi Manajemen: Belajar Naik Sepeda | Korporatisasi
Ping-balik: Pertaruhan Hidup Mati Goto | Korporatisasi
Ping-balik: Iklan Holywings: Salah Karyawan atau Direksi? | Korporatisasi
Ping-balik: Isu-isu Stratejik IPO RAFI: Layak Belikah? | Korporatisasi
Ping-balik: Bluebird: Terdisrupsi Atau Peluang? | Korporatisasi
Ping-balik: PKPU & Kepailitan: DPUM | Korporatisasi
Ping-balik: Sejarah Yonex: Rudi Hartono dan Ekspor Sepatu | Korporatisasi
Ping-balik: Merger & Akuisisi: Transaksi RPD | Korporatisasi
Ping-balik: Tinggalkan Mentalitas Business Owner | Korporatisasi
Ping-balik: Perusahaan Yang Menua | Korporatisasi
Ping-balik: Manfaat Bagi Sesama: 4 Ukuran Perusahaan | Korporatisasi