Ada empat ukuran utama perusahaan. Ukuran inilah yang digunakan oleh Forbes untuk memilih dan memberi peringkat 2000 perusahaan tercatat terbesar dunia. Fortune menggunakan salah satunya untuk pemeringkatan baik perusahaan tercatat maupun belum tercatat di lantai bursa. Saya akan menguraikannya satu demi satu beserta nilai stratejiknya dalam bentuk poin-poin

Direksi mesti terus bekerja keras mengaembangkan perusahaan dalam 4 ukuran utamanya
- Ukuran pertama adalah laba. Begitu beroperasi, sebuah perusahaan akan memiliki macam macam beban. Sewa kantor, alat tulis, gaji pegawai, bahan baku, membayar konsultan, beban utang dan sebagainya. Laba artinya perusahaan mampu membayar seluruh beban ini dengan baik.
- Laba juga merupakan harapan pendirian perusahaan dan pemegang saham. Saat menyetor dana sebagai saham, baik saat pendirian maupun setelahnya, seorang investor pasti sudah memiliki ekspektasi atau harapan laba. Mungkin tidak pada tahun-tahun awal berdirinya perusahaan. Tetapi laba adalah besaran yang jika dibagi dengan nilai investasi yang ditanamkan akan menjadi apa yang disebut ROI (return on investment). Pendiri perusahaan sebagai pemegang saham berharap ROI tinggi. Investor yang menyetor modal melalui proses korporatisasi pun demikian. Pendiri dan para penyetor modal di awal akan menikmati ROI yang lebih tinggi dari pada penyetor modal yang lebih akhir
- Perusahaan yang mengalami kerugian berarti aset bersih (ekuitas)-nya berkurang. Rugi terus-menerus berarti pengurangannya juga terus-menerus. Yang paling awal diambil untuk menutupi kerugian adalah kas dan aset-aset lancar lain. Jika terjadi secara terus menerus maka perusahaan bisa kesulitan membayar kewajiban-kewajiban yang telah jatuh tempo. Dengan kondisi seperti ini perusahaan menghadapi risiko dituntut pailit oleh pihak yang kewajibannya tidak ditunaikan tepat waktu
- Bagi direksi dan karyawan, rugi artinya bekerja dengan kompensasi lebih besar dari nilai yang mereka berikan ke perusahaan. Perusahaan tergerogoti.
- Laba adalah hak para pemegang saham secara proporsional sesuai dengan persentase saham yang dimilikinya. Namun demikian biasanya pemegang saham tidak mengambil seluruh laba sebagai dividen. Umumnya tidak sampai separuh laba yang diambil. Selebihnya tetap dibiarkan berada di perusahaan sebagai laba ditahan. Tujuannya adalah agar perusahaan bisa berekspansi dengan belanja modal yang lebih besar. Agar perusahaan tumbuh pesat
- Ukuran kedua adalah pendapatan. Ukuran ini mencerminkan kekuatan perusahaan dalam persaingan pasar. Makin besar pendapatan berarti perusahaan makin kuat menguasai pasar. Fortune hanya menggunakan ukuran ini untuk melakukan pemeringkatan baik perusahaan tercatat maupun tidak tercatat
- Pendapatan juga mencerminkan kemanfaatan perusahaan di mata konsumen. Makin besar pendapatan, makin besarlah kemanfaatan perusahaan tersebut di mata konsumen. Pendapatan adalah ukuran pelaksanaan ajaran agama bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya dalam dunia bisnis. Khususnya di mata konsumen. Anda bisa membaca tulisan ini karena manfaat laptop Dell yang saya beli dua tahun lalu. Dell mencatatnya sebagai pendapatan, saya memanfaatkannya untuk mengetik, Anda menerima manfaat tulisannya.
- Mengapa omzet juga bermakna kemanfaatan? Karena konsumen tidak akan membeli produk baik berupa barang atau jasa jika manfaatnya tidak lebih besar dari pada harganya. Anda membeli gadged misalnya dengan harga Rp 5 juta. Anda membeli gadget itu karena menurut Anda manfaatnya lebih besar dari Rp 5 juta. Katakan manfaatnya bagi Anda senilai Rp 20 juta. Maka, selisih Rp 15 juta adalah manfaat yang diberikan oleh perusahaan produsan gadged itu kepada Anda. Makin banyak orang yang seperti Anda, makin bermanfaatlah gadged itu untuk sesama. Gadged Samsung misalnya, telah memberi manfaat kepada umat manusia tanpa batasn suku, agama maupun bangsa. Dalam bahasa arab disebut rahmatan lil alamin. Memberi manfaat untuk seluruh alam.
- Pada awal-awal beroperasi, kadang sebuah perusahaan mengejar pendapatan alias omzet dengan mengorbankan harga dan laba. Dilakukan promosi penjualan dengan diskon besar besaran. Start Up seperti Gojek dan Grab melakukan ini. Tarip ojek atau taksinya jauh lebih murah dari pada pemain tradisional. Tentu saja akan berakibat kerugian. Tetapi ini adalah kerugian yang memang direncanakan. Tentu saja juga sudah direncanakan kapan perusahaan akan bisa mendapatkan laba yang diharapkan oleh para investor (pemegang saham)
- Dalam rangka omzet ini, perusahaan start up terus menerus menerbitkan saham walaupun transaksi demi transaksinya membukukan kerugian. Para investor tertarik karena ada harapan berupa laba besar di kemudian hari. Yang harus dilakukan oleh para direksi perusahaan start up adalah memastikan bahwa masih ada investor yang mau menyuntik dana melalui penerbitan saham baru sampai perusahaan memperoleh laba. Jika kepercayaan investor berhenti sebelum perusahaan memperoleh laba maka yang terjadi adalah kebangkrutan. Seperti inilah yang dialami oleh start up rental sepeda OFO di Tiongkok
- Ukuran ketiga adalah aset. Aset adalah ukuran besarnya sumber daya perusahaan. Inilah yang dikelola oleh direksi beserta segenap anak buahnya untuk memperoleh pendapatan dan laba. Perusahaan dituntut untuk bekerja dengan efektif dan efisien menggunakan aset. Tujuannya agar rasio antara laba terhadap aset (ROA, return on asset) dan rasio pendapatan terhadap aset semaksimal mungkin.
- Aset adalah ukuran kemanfaatan perusahaan bagi para karyawan. Aset adalah pelaksanaan ajaran agama bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfat bagi sesama dalam dunia bisnis. Khususnya di mata karyawan. Perusahaaan yang asetnya tumbuh akan merekrut karyawan baru untuk meng-handle-nya. Gaji karyawan akan digunakan untuk nafkah keluarganya. Menyekolahkan anak-anaknya. Inilah kemanfaatan yang riil.
- Saat perusahaan didirikan, aset diperoleh dari modal disetor dari para pemegang saham. Setelah itu, aset tumbuh dengan adanya laba ditahan, utang dan penerbitan saham baru. Perusahaan yang ingin tumbuh cepat mesti menggunakan ketiga-tiganya dengan proporsi yang tepat dengan memperhatikan segala risikonya. Penerbitan saham baru sebagai langkah korporatisasi menjadi sumber utama belanja modal ekspansi perusahaan-perusahaan yang ingin tumbuh pesat. Termasuk start up yang kini kita kenal di dunia bisnis
- Ukuran keempat adalah kapitalisasi pasar (market capitalization). Ada tiga nilai sebuah perusahaan yaitu nilai nominal (par value), nilai buku dan nilai pasar. Par value adalah nilai nominal rupiah saham yang tercatat di akta perusahaan dikalikan dengan seluruh lembar saham yang telah disetor (modal disetor, bukan modal dasar). Par value per lembar saham cenderung dibuat tetap. Kadang-kadang saja diubah baik dengan dipecah menjadi lebih kecil (stock split) ataupun digabung(reverse stock split). Manfaatnya adalah untuk mengelola likuiditas saham di lantai bursa. Agar mudah ditransaksikan. Pemecahan dan penggabungan tidak berakibat pada par value perusahaan. Yang berubah hanya par value per lembar saham dan jumlah lembar sahamnya. Hasil perkaliannya tetap.
- Book value (nilai buku) adalah nilai akuntansi dari sebuah perusahaan. Angkanya diperoleh dari total aset dikurangi total utang (liabilitas) dalam catatan akuntansi. Sederhananya adalah nilai yang masih tersisa dan menjadi hak pemegang saham jika seluruh aset dijual dengan harga sesuai catatan akuntansi dan seluruh utang dibayar sesuai catatan akuntansi. Jika angka ini dibagi dengan jumlah lembar saham yang telah disetor, hasilnya disebut nilai buku per lembar saham.
- Pada perusahaan yang bagus, nilai buku per lembar saham akan jauh lebih besar dari pada par value per lembar saham. Selisihnya diperoleh dari laba ditahan dan agio saham (tambahan modal disetor alias additional paid in capital, APIC) saat perusahaan menerbitkan saham baru
- Ketika menerbitkan saham baru, sebuah perusahaan yang bagus akan menjual saham tersebut kepada investor dengan harga di atas nilai buku. Harga inilah yang disebut market value per saham. Jika dikalikan dengan seluruh saham yang telah disetor, hasilnya menjadi market capitalization. Besaran ini sering disebut sebagai valuasi. Mestinya sebutan ini salah. Yang benar mestinya adalah value. Lengkapnya value of the firm dalam istilah keuangan. Valuasi adalah proses menentukan value.
- Dalam berbagai berita misalnya sering dikatakan bahwa si A pendiri PT XYZ memiliki kekayaan sekian triliun. Angka itu diperoleh dari berapa lembar jumlah saham yang dimiliki si A di PT XYZ dikalikan dengan harga saham pada saat PT XYZ menerbitkan saham baru untuk memperoleh modal dari investor baru. Tentu saja yang menjadi referensi adalah penerbitan saham terakhir dari rangkaian penerbitan saham yang pernah dilakukan. Itu jika PT XYZ belum tercatat di lantai bursa. Jika sudah tercatat, yang digunakan adalah harga transaksi terakhir di pasar sekunder lantai bursa. Maksud pasar sekunder adalah transaksi saat investor membeli saham yang sudah dimiliki oleh investor lain. Uangnya mengalir kepada investor yang menjual saham miliknya. Bukan saham yang baru diterbitkan oleh perusahaan penerbitnya yang uangnya mengalir kepada perusahaan tersebut sebagai tambahan modal.
- Karena nilai buku perusahaan yang bagus lebih besar dari pada par value, maka, nilai pasar (market cap) akan jauh lebih tinggi dari pada par value. Selisih antara harga saham saat penerbitan saham baru dengan par value dicatat sebagai agio saham (tambahan modal disetor, additional paid in capital, APIC).
- Sebagai gambaran, harga per lembar saham Alfamart saat ini adalah Rp 920. Inilah yang disebut nilai pasar per lembar saham. Jika alfamart menerbitkan saham baru (rights issue) para investor akan membeli pada harga ini. Karena nilai nominalnya (par value) adalah Rp 10 maka ada agio saham sebesar Rp 910. Jumlah lembar saham Alfamart saat ini adalah 41 miliar lembar lebih. Jika menerbitkan 10 miliar lembar saham baru maka Alfamart akan menerima dana sebesar Rp 9,1 Triliun. Rinciannya, Rp 100 milyar sebagai modal disetor dan sisanya Rp 9 Triliun akan jadi agio saham. Agio saham berkedudukan sama dengan laba ditahan. Uang tetap berada di perusahaan untuk modal ekspansi. Tapi hak klaim kepemilikannya ada seluruh pemegang saham, baik lama maupun baru, secara proporsional sesuai persentase saham yang dimilikinya.
- Penerbitan 10 milyar lembar akan mengakibatkan jumlah lembar saham menjadi 51 miliar lembar saham. Total pemegang saham lama (sebelum penerbitan) semula adalah 100 % (41 milyar dari 41 milyar lembar), kini menjadi 41 miliar lembar dari 51 miliar lembar alias 80%. Disebut terdilusi 20% dengan kompensasi hak atas agio saham sebesar 80% dari Rp 9 Triliun alias Rp 7,2 triliun. Rp 7,2 triliun diperoleh secara cuma-cuma. Jadi, terdilusi itu nikmat hehehehe. Tetapi angka ini hanya bersifat klaim hak. Tidak boleh diambil dari perusahaan. Satu-satunya cara menikmati adalah dengan menjual saham yang dipegangnya.
- Agio saham juga bisa dibaca sebagai nilai dari intangible asset seperti merek yang kuat, sistem manajemen yang bagus, kepercayaan pemasok, dan sebagainya. Artinya, menerbitkan saham baru dengan memperoleh agio saham adalah cara perusahaan untuk menjual intangible asset
- Pada perusahaan tercatat di lantai bursa, saham yang dibeli investor dari penerbitan saham baru bisa dijual sewaktu-waktu di lantai bursa. Harganya sesuai tawar-menawar yang dilakukan secara elektronik. Akibatnya adalah muncul fluktuasi harga berdasar minat beli dan minat jual para investor. Fluktuasi inilah yang berakibat naik turunnya market cap perusahaan dari waktu ke waktu. Yang dicatat oleh Forbes dan digunakan sebagai patokan pemeringkatan adalah market cap pada tanggal tertentu.
- Pada perusahaan yang belum tercatat di lantai bursa, penjualan saham bisa dilakukan dengan tawar-menawar langsung dengan calon pembeli. Harganya pun tidak bisa dipantau oleh publik. Oleh karena itu, yang biasa disebut valuasi -walaupun salah secara istilah- bagi perusahaan tidak tercatat (di lantai bursa) adalah harga saham saat penerbitan saham terakhir dikalikan dengan seluruh jumlah lembar saham yang telah diterbitkan dan disetor.
- Dengan demikian, perusahaan yang setelah didirikan tidak pernah menerbitkan saham baru rugi karena tidak bisa menguangkan intangible asset untuk ekspansi belanja modal. Value-ya juga tidak diketahui. Kalaupun ada macam-macam metode valuasi, itu sifatnya hanya perkiraan. Persis seperti yang dilakukan appraisal terhadap rumah Anda yang belum dijual. Sifatnya hanya dugaan. Nilai sebenarnya baru akan diperoleh setelah rumah tersebut dijual dan berpindah tangan kepada pembeli.
Demikian penjelasan tentang empat ukuran perusahaan. Bagaimana ukuran perusahaan Anda? Mari terus bekerja keras untuk terus meningkatkannya. Memberi manfaat seluas-luasnya bagi sesama.
Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram atau Grup WA KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi
Atau ikut KELAS KORPORATISASI
*)Artikel ke-216 imansu.com ini ditulis pada tanggal 8 Agustus 2019 oleh Iman Supriyono, konsultan dan direktur SNF Consulting
Baca juga:
Merger dan Akusisi: Mengapa Ekonomi Kita Dikuasai Asing
Merger Gojek Tokopedia
Valuasi dan Merger Tokopedia
Merger dan Akusisi BUMN
Filosofi Merger Akuisisi
Akuisisi Super Mahal Holcim oleh Semen Indonesia
Sejarah Raket Yonex
Sejarah Heinekken Hadir di Indonesia
Sejarah Revlon dan Kepailitannya
Sejarah Korporasi
Sejarah Lions Club
Sejarah Hyundai versus Astra
Enam Pilar Kemerdekaan Ekonomi Umat dan Bangsa
Korporatisasi: Asal Muasal
Sejarah Danone Dari Turki Usmani Hadir ke Indonesia
Ping-balik: Mengapa Unicorn Kita Dikuasai Asing? | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Bisnis & Hantu Teori Konspirasi | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: BPJS Kesehatan: Berat! | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Direktur & Komisaris: Rancunya Peran Stratejik & Administratif | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Scale Up: Betulan atau Omong Doang? | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Korporatisasi Langkah Demi Langkah | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Ironi Buy Back OJK: Dekorporatisasi | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Korporatisasi Terpaksa: Agung Podomoro | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: ROE & ROI: Bayi Melawan Raksasa | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Saham Pendiri Non Dilutif, Mungkinkah? | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Korporatisasi Langkah Demi Langkah – SNF Consulting
Ping-balik: Mengapa Unicorn Kita Dikuasai Asing? – SNF Consulting
Ping-balik: IPO Bukalapak: Prospektif atau Buang Uang? | Korporatisasi
Ping-balik: Deep Dive: CEO Sejati Ala Jack Welch | Korporatisasi
Ping-balik: Bank Jago Melangit: Karena Kinerja? | Korporatisasi
Ping-balik: Konflik Waris: Solusi Investment Company | Korporatisasi
Ping-balik: Investasi Telkom ke Goto: Strategic Fool? | Korporatisasi
Ping-balik: Alfamart Vs. Sari Roti: Adu Kuat, Bukan Hulu Hilir | Korporatisasi
Ping-balik: Sapi Perah atau Scale Up: 4 Level Pertumbuhan Bisnis | Korporatisasi