Sejarah Astra Zeneca (AZ) bermula tahun 1913 ketika 400-an dokter dan apoteker mendirikan Astra di Swedia. Tahun 1993 Zaneca Group PLC didirikan dari pemecahan ICI menjadi 3 perusahaan. ICI adalah sebuah perusahaan kimia berbasis di Inggris yang berdiri dari merger 4 perusahaan pada tahun 1926. Tahun 1999 Astra dan Zaneca melakukan merger dan membentuk AstraZaneca. Tahun 2005-2007 AstraZaneca masuk bisnis bioteknologi dengan mengakuisisi KuDOS, CAT, Arrow dan MedImmune. Tahun 2014 AstraZeneca mengakuisisi divisi pernafasan Almirall, sebuah perusahaan berbasis di Perancis. Tahun 2016 AstraZeneca mengakuisisi divisi pernafasan Takeda Pharmaceutical, sebuah perusahaan Jepang.

Tahun 2020 pendapatan (omzet) AZ adalah USD 26,62 miliar alias Rp 387 triliun. Naik 9% dibanding tahun sebelumnya. Pendapatan tersebut menghasilkan laba USD 5,2 miliar alias Rp 75,63 triliun dan aliran kas operasional sebesar USD 4,8 miliar alias Rp 69,81 triliun. Yang menarik, dengan prestasi seperti itu, AZ menggelontorkan dana USD 6,0 miliar alias Rp 87,27 triliun untuk investasi dalam riset. Investasi risetnya melebihi labanya.
&&&
Sejarah Biofarma (BF) bermula dari tahun 1890 dengan berdirinya Parc-vaccinogène di Jakarta oleh pemerintah Hindia Belanda di gedung yang kini dikenal sebagai RSPAD. Parc-vaccinogene kini menjadi BF. Tahun 1817 berdiri NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co yang kini menjadi Kimia Farma (KF). Tahun 1923, Parc-vaccinogène pindah ke Jalan Pasteur No. 28 Bandung. Tahun 1955, Parcvaccinogène berubah nama menjadi Perusahaan Negara Pasteur. Tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF Bhinneka Kimia Farma berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero). Tahun 2001 PT Kimia Farma (Persero) go public. Tahun 2019 pemerintah mengalihkan kepemilikan saham Kimia Farma kepada PT Biofarma. Pengalihan juga dilakukan terhadap saham Indo Farma (IF).
Dari sejarah tersebut, KF dan IF dan adalah anak perusahaan BF. Dengan demikian KF, IF dan BF adalah satu kesatuan. Keputusan KF dan IF sepenuhnya tergantung pada BF sebagai pemegang saham pengendali. Membicarakan KF tidak bisa dipisahkan dari membicarakan BF dan IF. KF menjadi judul tulisan ini karena ukurannya yang lebih besar.
Tahun 2020 KF mencatatkan pendapatan Rp 10,00 triliun. Dari pendapatan tersebut perusahaan yang 90% sahamnya dipegang BF ini mengantongi laba Rp 20,42 miliar dan arus kas dari operasional Rp 1,02 triliun. Kas untuk investasinya adalah Rp 540 miliar.
Tahun yang sama IF mencatatkan pendapatan Rp 749 miliar. Dari pendapatan tersebut, perusahaan yang 80,66% sahamnya dipegang oleh BF ini menderita rugi Rp 19 miliar. Arus kas operasionalnya minus Rp 97miliar.
Bagaimana BF? Sampai saat menulis artikel ini, laporan tahun 2020 belum tersedia di laman resminya. Karena belum IPO, laporan keuangan juga tidak tersedia di laman BEI. Yang tersedia di laman resminya adalah laporan tahun 2019. Disampaikan bahwa pendapatannya adalah Rp 2, 54 triliun dengan laba Rp 365 miliar. Tahun tersebut perusahaan berinvestasi untuk peralatan mesin dan pabrik senilai Rp 223 miliar.
&&&
AZ lebih muda dari pada BF, KF dan IF. AZ adalah si yunior. BF, KF dan IF adalah si senior. Selisihnya 23 tahun. Menariknya, ternyata kini keduanya bagai langit dan sumur. Si yunior mampu memproduksi vaksin dengan volume jutaan unit. Investasi riset si yunior puluhan kali lipat. Akhirnya, si yunior pun mampu memasok kebutuhan vaksin Covid-19 untuk dunia. Termasuk Indonesia di negeri si senior.
Dalam sejarah 108 tahun eksistensinya, si yunior menunjukkan pertumbuhan yang agresif. Sektor medis pernafasan dimasukinya melalui akuisisi. Tepat sekali ketika kemudian muncul wabah penyakit Covid-19.

Akuisisi dan riset adalah pedal gas untuk pertumbuhan pesat. Syaratnya adalah biaya modal alias cost of capital yang rendah. Dengan penerbitan saham baru sebagai langkah korporatisasi, biaya modal si yunior adalah 2,8% per tahun. Itulah dasar perhitungan untuk investasi riset Rp 87 triliun si senior. Juga untuk akuisisi.
Sementara itu, dengan utang biaya modal si senior lebih dari 10% per tahun. Tidak mungkin untuk riset agresif atau akuisisi. Langkah si senior pun cekak. Maka, si senior pun kalah jauh dengan si yunior. Kalah besar dan kalah agresif. Semoga si senior segera berbenah. Membuka diri untuk melakukan korporatisasi. Agar kelak tidak kalah dengan si yunior. Kita bisa!
Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram atau Grup WA SNF Consulting
Baca juga:
Korporatisasi perusahaan keluarga
Korporatisasi menghindari pseudo CEO
Waskita Beton digugat pailit: anak sakit induk sakit
Harapan BSI, nyata atau fatamorgana
BUMN berjamaah merger akuisisi
Wika gali lobang tutup lobang
SWF antara harapan dan belenggu
Corporate life cycle
Enam Pilar Kemerdekaan Ekonomi Umat dan Bangsa
Korporatisasi: Asal Muasal
Artikel ke-327 karya Iman Supriyono ini ditulis untuk dan telah dimuat di majalah Matan edisi Juni 2021, terbit di Surabaya.
Ping-balik: Tumbuh Eksponensial Ala Hermina | Korporatisasi