Zakat Mal Era Korporasi: Menjadi Bangsa Produsen


Apakah ada zakat perusahaan? Jika ada bagaimana menghitungnya? Jika tidak ada bagaimana konsekuensi bagi perorangan yang hartanya masuk pada sebuah perusahaan? Bagaimana zakat saham? Apa efeknya pemilihan kias zakat mal terhadap pertumbuhan ekonomi umat dan bangsa?

Perlu disampaikan bahwa saya bukan ahli fikih. Lalu mengapa menulis tentang zakat? Tujuannya adalah agar bisa menjadi pijakan realitas finansial legal formal bagi khalayak umum untuk mengikuti fatwa dari para ahli fikih. Juga menjadi pijakan finansial legal formal bagi para ahli fikih untuk memberikan fatwa hukum terkait zakat mal ini.  Ini penting sebab selama ini diskusi yang ada tentang zakat perusahaan atau zakat mal cenderung tidak mencerminkan pemahaman yang clear tentang aspek finansial legal formal. Cenderung mencampur adukkan antara harta pribadi dengan harga korporasi. Ini yang perlu diperjelas.  Semoga bermanfaat. Saya akan menuliskannya dalam bentuk  poin-poin.

Sebagai catatan, tulisan ini mengandung banyak konsep yang mesti dipahami terkait dengan konsep zakat mal era korporasi. Saya menuliskannya dalam bentuk huruf tebal dan garis bawah. Saya menyertakan link untuk tiap konsep itu. Silakan diklik untuk membacanya.

  1. Yang dimaksud era korporasi dalam tulisan ini adalah kondisi kemasyarakatan dimana peran korporasi dalam masyarakat menjadi dominan. Kondisi di mana penanda sejarah yang sebelumnya didominasi oleh negara berpindah ke korporasi. Candi Borobudur, Spinx, Piramid, Petra, Tembok Raksasa dan sebagainya adalah penanda sejarah hasil karya negara. Tapi mobil, komputer, internet, pesawat terbang, radi, TV, email, media sosial dan sebagainya adalah penanda sejarah yang dibuat oleh korporasi.
  2. Era korporasi terjadi sekitar dua abad terakhir. Perintis-perintisnya misalnya adalah TyssenKrupp yang salah satu produksinya adalah kapal selam Nanggala 402 yang kini lagi terkena musibah. Doa selalu untuk segenap 53 patriot di dalamnya. Saya sedang menyiapkan tulisan khusus tentang ini. Para perintis lain: Thomas Edison dengan General Electric nya, Ford dengan Ford Motor Company nya, Boeing dengan Boeing Corporation, Toyoda dengan Toyota nya, dan sebagainya.

    KRI Nanggala 402 adalah produksi ThyssenKrupp, sebuah perusahaan yang menjadi besar melalui proses korporatisasi.
  3. Di era korporasi, banyak korporasi alias perusahaan yang mengendalikan aset jauh  lebih besar dari negara. BlackRock Investment misalnya, kini mengelola aset sekitar USD 7,4 triliun alias sekitar Rp 120 ribu triliun. Bandingkan dengan aset pemerintah RI yang sekitar Rp 10,47 ribu triliun. Tidak sampai 10% BlackRock.  Pada tulisan ini, masa sebelum era korporasi disebut sebagai era pra korporasi.
  4. Terkait dengan zakat mal, ada yang paling mendasar harus dipahami di era korporasi ini. Yaitu tentang perubahan aset seseorang dari uang, properti, mobil atau apapun menjadi modal sebuah perusahaan yang disebut sebagai saham. Ini tidak pernah terjadi pada era pra korporasi. Ini adalah konsekuensi logis dari apa yang saat ini dikenal sebagai badan hukum perseroan terbatas alias PT.
  5. Pada saat seseorang menyetor hartanya berupa apapun untuk menjadi modal sebuah PT, maka harta tersebut telah berubah wujud. Misalkan, si A, B, C dan D sepakat mendirikan sebuah PT PQR dengan modal setor Rp 1 miliar yang dirupakan saham dengan nilai Rp 1 juta per lembar. A menyetor  berupa tanah (imbreng) senilai Rp 400 juta. B, C dan D menyetor uang masing-masing Rp 200  juta.
  6. Begitu penyetoran itu terjadi, maka harta A berupa tanah sudah berpindah kepemilikan. Berpindah dari si A kepada PT PQR. Dengan demikian dalam catatan harta si A sudah tidak ada lagi tanah tersebut. Atas kehilangan tanah ini, harta si A ditukar menjadi 400 lembar saham PT PQR. Jadi harta A berupa tanah telah berubah wujud menjadi 400 lembar saham.
  7. Idem dito, begitu penyetoran terjadi, maka harta B, C dan D berupa uang juga berpindah kepemilikan. B, C, dan D tidak lagi memiliki uang Rp 200 juta itu. Atas kehilangan uang itu maka si B mendapatkan ganti harta berupa 200 lembar saham PT PQR. Idem untuk C dan D. Dengan kata lain, harta A, B atau C berubah wujud dari uang Rp 200 juta menjadi 200 lembar saham PT PQR.
  8. Dalam catatan keuangan PT PQR, saat pendirian terdapat aset berupa tanah senilai Rp 400 juta dan uang kas Rp 600 juta. Kedua bentuk aset ini sepenuhnya milik perusahaan. Sama sekali bukan lagi menjadi milik A, B, C dan D.  A, B, C dan D  tidak lagi bisa mengambil aset itu. A, B, C dan D hanya bisa berharap kelak PT PQR akan laba dan mereka akan menerima dividen dari sebagian laba itu.
  9. Ada dua penguat mengapa perubahan wujud aset  milik A, B, C dan D itu terjadi. Mengapa aset PT PQR tidak bisa diklaim sebagai milik A, B, C atau D. Penguat pertama, ketika PT PQR masih eksis (tidak pailit) maka satu-satunya pintu masuknya harta dari PT PQR kepada A, B, C dan D sebagai pemegang saham adalah dividen. Pengambilan harta diluar dividen adalah ilegal.
  10. Penguat kedua, jika PT PQR pailit, seluruh aset PT PQR akan dikuasai oleh likuidator/kurator yang ditunjuk pengadilan. Bukan dikuasai A, B, C atau D. Tugas likuidator/kurator adalah melikuidasi (menjual) aset yang dimiliki PT PQR untuk membayar seluruh utang-utangnya.
  11. Tentu saja para pemberi utang akan menuntut proses penjualan segera terjadi. Likuidator/kurator pun akan senang bila bisa menjualnya dengan cepat dan tugasnya segera selesai. Efek dari penjualan cepat adalah harganya yang rendah. Maka, kecil kemungkinan hasil penjualan aset setelah dipakai membayar seluruh utang  masih tersisa untuk A, B, C atau D. Pemegang saham hanya akan mendapatkan bagian jika hasil penjualan aset setelah untuk membayar gaji likuidator/kurator dan utang perusahan masih ada sisa.
  12. Berdasarkan kondisi perubahan wujud harta itu, maka perhitungan zakat bagi si A, B, C dan D tidak lagi bisa didasarkan pada aset milik PT PQR. Tetapi harus aset yang masih dimilikinya yaitu berupa 400 lembar saham PT PQR untuk si A dan 200  lembar saham PT PQR untuk si B, C dan D.
  13. Setelah berdiri, PT PQR dijalankan oleh direksi dan diawasi komisaris. Direksi dan komisaris ditunjuk oleh pemagang saham. Saat pendirian ditunjuk secara langsung melalui akta. Selanjutnya ditunjuk melalui RUPS.  Tugas mereka adalah menjalankan perusahaan sesuai maksud dan tujuannya. Boleh saja yang ditunjuk jadi direksi dan komisaris adalah pemegang saham. Boleh juga tidak. Terserah A, B, C dan D. Katakan yang menjadi direktur adalah si A dan yang menjadi komisaris adalah si B. C dan D murni pemegang saham tidak punya jabatan di perusahaan.
  14. A dan B memang memiliki otoritas terhadap aset perusahaan. Sampai batas tertentu (dalam UU ditentukan 50% aset bersih alias ekuitas), A bisa membelanjakan harta PT PQR tanpa persetujuan RUPS. Tapi otoritas itu melekat pada A sebagai direksi. Bukan A sebagai pemegang saham.
  15. Sebagai direksi dan komisaris, A dan B menerima gaji dari PT PQR. Gaji ini adalah kompensasi terhadap tanggung jawabnya yang besar. Dalam undang-undang, jika ada gugatan, direksi dan komisaris bisa bertanggung jawab terhadap kerugian perusahaan sampai harta pribadinya. Kecuali direksi dan komisaris bisa membuktikan di depan pengadilan bahwa dirinya telah melaksanakan tugasnya sebagai direksi atau komisaris dengan baik.
  16. Begitu berdiri, A dan B menjalankan perusahaan sesuai dengan maksud tujuan yang dinyatakan di akta. Katakan PT PQR adalah perusahaan bergerak di bidang resto. Maka A segera mendirikan resto dengan aset yang ada di perusahaan. B mengawasinya sebagaimana tugas seorang komisaris
  17. Sebagai direktur A wajib menyelenggarakan laporan keuangan sesuai standar akuntansi. Untuk kepentingan stratejik jangka panjang bahkan harus diaudit.  Auditornya adalah akuntan publik yang ditentukan dalam RUPS. Pada akhir tahun akan muncul berapa laba atau rugi perusahaan. Katakan PT PQR laba Rp 100 juta. Kemudian dalam RUPS akan diputuskan berapa laba yang tetap ditahan di perusahaan untuk pengembangan dan berapa yang dibagi sebagai dividen. Katakan RUPS PT PQR memutuskan membagi dividen Rp 10 juta. Maka, atas dividen tersebut A menerima Rp  4 juta. B, C dan D menerima masing-masing Rp 2 juta
  18. Kembali pada perhitungan zakat. A,B,C dan D memiliki saham PT PQR. Saham adalah aset baru. Baru muncul pada era korporasi. Belum ada pada jaman Nabi SAW yang masih era pra korporasi. Terhadap aset baru ini tidak ada cara lain kecuali melakukan kias alias analogi terhadap aset yang sudah ada sejak jaman Nabi SAW.
  19. Ada dua kemungkinan yang mengerucut untuk kepentingan kias tersebut: emas atau pertanian. Ulama Yusuf Qordhowi misalnya membolehkan mengambil salah satu dari kemungkinan kias ini. Jika dikiaskan emas maka si A wajib membayar zakatnya sebesar 2,5% dari nilai sahamnya. Hitungannya, 2,5% dari saham senilai Rp 400 juta yaitu Rp 10 juta. B, C dan D masing-masing 2,5% dari Rp 200 juta Rp 5 juta.
  20. Jika dikiaskan pertanian maka nilai aset berupa saham identik dengan tanah pertanian. Atas tanah pertanian tidak dikenakan zakat. Yang dikenai zakat adalah hasil pertaniannya. Besarnya 10% jika tanah tadah hujan atau 5% jika pengairannya memakai biaya.  Maka, nilai saham A yang Rp 400 juta tidak kena zakat. Yang terkena zakat adalah Rp 4 juta yang berupa dividen. Karena sebagai pemegang saham A tidak melakukan apapun, tarifnya adalah analog tanah tadah hujan yaitu 10%. Jadi zakat si A adalah 10% dari Rp 4 juta yaitu Rp 400 ribu. B, C dan D masing-masing 10% dari Rp 2 juta yaitu Rp 200 ribu.
  21. Mana yang lebih tepat, dianalogikan emas atau lahan pertanian? Mari kita lihat efeknya. Jika dianalogikan emas maka A, B, C dan D harus membayar zakat lebih besar dari pada dividen. Bahkan pada umumnya beberapa tahun awal perusahaan masih rugi atau pun kalau laba belum membagikan dividen.
  22. Dengan demikian, analogi emas berakibat tidak mendorong para pemilik uang untuk berinvestasi mendirikan perusahaan. Tidak juga tertarik untuk membeli saham baru yang diterbitkan PT PQR jika perusahaan itu melakukan scale up melalui korporatisasi untuk menjadi resto besar seperti McDonald’s atau KFC.
  23. Scale up artinya adalah perusahaan tumbuh pesat dengan belanja modal berkali-kali laba. Paling tidak 5x laba. Dalam contoh PT PQR di atas, pada tahun kedua bisa membuat resto baru dengan modal Rp 1 miliar ( 10 x laba) melalui penerbitan saham baru yang dijual kepada investor baik pendiri maupun di luar pendiri. PT PQR pun tumbuh pesat menapaki tangga corporate life cycle menjadi korporasi modern seperti Toyota atau Boeing misalnya. Jadi, analogi emas tidak mendorong pertumbuhan perusahaan. Tidak mendorong konsolidasi kekuatan ekonomi umat atau bangsa.
  24. Berbeda jika dianalogikan lahan pertanian. Selama perusahaan masih rugi dan tidak bisa membagi dividen, pemegang saham tidak membayar zakat apapun. Baru setelah ada dividen dikenai zakat 10% dari dividen yang diterimanya. Hal ini stratejik sekali karena dua alasan. Pertama, ini akan mendorong umat Islam untuk mendirikan perusahaan atau membesarkan perusahaan yang telah ada melalui penerbitan saham baru. Mendorong scale up perusahaan menjadi korporasi modern seperti McDonald atau KFC di bidang kuliner. Atau seeprti SunRice di bidang pertanian beras. Akan menjadi pemicu kekuatan sebagai umat dan bangsa produsen. Bukan hanya konsumen seperti sekarang. Akan menjadi umat dan bangsa investor. Bukan terus mengundang investor asing seperti sekarang. Akan menjadi umat dan bangsa yang unggul dalam percaturan ekonomi dunia yang suasananya seperti permainan sepak bola.
  25. Kedua, dengan analogi hasil pertanian, nilai zakat akan terus tumbuh seiring bertumbuhnya perusahaan. Seiring bertumbuhnya laba perusahaan. Sebagai contoh, uang Rp 100 juta yang disetorkan sebagai saham Mayora saat pendiriannya yaitu tahun 1977, saat ini menghasilkan laba Rp 445 juta per tahun. ROI 445%. Katakan misalnya dividennya 40% yaitu Rp 178 juta. Maka  para mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) masih akan menerima dana sebesar Rp 17,8 juta alias 10% dari dividen. Ini nilainya adalah 17,8% dari nilai aset yang dimasukkan sebagai saham. Jauh lebih besar dari pada hanya 2,5% yang arinya adalah Rp 2,5 juta jika dikiaskan emas. Itu pun karena sudah lama maka kemungkinan besar aset Rp 100 juta sudah habis karena kena zakat 2,5% tiap tahun. Atau paling tidak nilanya sudah menurun. Dengan demikian, kias terhadap lahan pertanian akan menguntungkan baik pembayar zakat maupun mustahiq yang berhak menerima zakat. Juga akan menguntungkan umat yang memiliki kemampuan memproduksi barang dan jasa melalui korporasi-korporasi modern dengan ukuran raksasa. Ukuran raksasa adalah faktor penting untuk daya saing sehubungan economy of scale. Membesar atau mati.
  26. Lalu apakah PT PQR sebagai badan hukum tidak terkena zakat? Menurut saya tidak. Karena sebagai badan hukum PQR tidak akan dihisab di akhirat. Bukan hanya tidak terkena kewajiban zakat, PT PQR juga tidak terkena kewajiban syahadat, solat, puasa, maupun haji.
  27. Kembali kepada A,B,C dan D. Apa perbedaan A dan B yang menjadi pengurus perusahaan dan C dan D yang tidak? Dalam pembayaran zakat atas saham mereka berempat sama. Hanya saja, A dan B memiliki sumber harta dari gajinya sebagai direktur dan komisaris. Harta dari gaji ini dihitung sebagaimana zakat emas sebesar 2,5% jika telah mencapai nisab dan haul

Demikian penjelasan saya tentang zakat mal era korporasi. Potensi zakat sungguh sangat besar. Tahun 2019 bersama infak ada Rp 10,2 triliun. Pertumbuhannya lebih dari 3x pertumbuhan ekonomi. Cara pandang yang tepat dalam era korporasi akan menjadikan zakat itu berfungsi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi umat dan bangsa. Bertransformasi dari umat dan bangsa raja utang menjadi bangsa investor. Menjadi bangsa produsen melalui konsolidasi ekonomi. Apalagi bila dibarengi dengan penggalangan potensi wakaf. Membangun perusahaan dakwah. Kita bisa! Aamin.

Baca Juga
Perusahaan Dakwah
Wakaf Modern
Kesalahan Wakaf Saham dan Perbaikannya
Muhammadiyah Management Company

Artikel ke-325 karya Iman Supriyono ini ditulis di kantor pusat SNF Consulting, jl. Pemuda 60-70 Surabaya pada tanggal 26 April 2021.

Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram  atau Grup WA SNF Consulting

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s