Monopolistik: Tumbuh Pesat atau Mati


Ada 2 jenis produk di pasar yaitu komoditas (non branded) dan produk bermerek (branded product). Komoditas adalah produk yang dijual di pasar tampa merek. Atau bisa juga sudah ada lebel mereknya tetapi para pembeli belum melihat merek sebagai pembeda terhadap produk tanpa merek.

Terkait branded dan non branded produk ini, ada dua karakteristik yang sudah saya tulis terlebih dulu di web ini. Pertama adalah Fenomena crowding effect. Ini adalah salah satu karakteristik menonjol dunia bisnis saat ini. Konsumen hanya akan mau membeli atau mengkonsumsi produk yang banyak dipakai masyarakat secara luas dimana-mana. Silakan klik link untuk bahasan detail.

k24 gerai1

K-24 adalah penguasa pasar apotek era monopolistik. Gambar dari apotek-k24.com diedit.

Kedua adalah adalah career choice effect. SDM unggul dari berbagai lembaga pendidikan unggul hanya mau bekerja di perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di mana-mana lintas negara. Perusahaan-perusahaan kecil yang hanya beroperasi secara lokal hanya bisa memperoleh SDM sisa-sisa. Silakan baca link untuk bahasan lebih detail.

Nah, untuk tulisan ini, saya akan membahas karakteristik ketiga dunia bisnis kekinian. Karakteristik itu adalah apa yang disebut sebagai monopolistik dan oligopolistik. Monopolistik artinya bersifat seperti monopoli. Oligopolistik artinya bersifat seperti oligopoli. Monopoli dan oligo poli cenderung terjadi pada non branded product. Mari cermati  kondisi monopoli dan monopolistik dari narasi-narasi berikut ini.

Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah nenbak-pistol.jpg

Monopoli: Menguasai seluruh permainan. Tidak ada yang bisa melawan.

Dulu, masyarakat minum air PDAM kerena memang hanya PDAM yang diberikan hak oleh pemerintah. Maka, PDAM adalah pemegang pasar monopoli karena regulasi pemerintah. Dalam suasana monopoli itu tahun 80-an akhir Aqua mulai masuk ke pasar dengan cara yang sama sekali berbeda dengan cara PDAM. PDAM menjual air melalui jaringan perpipaan sebagai komoditas, Aqua menjual produk air dalam kemasan bermerek. Apa yang terjadi? Kini Aqua menguasai pasar air minum secara monopolistik. Aqua sukses mengambil pasar industri air minum yang semula monopoli PDAM kini monopolistik oleh Aqua.

img_20190502_182010.jpg

Monopolistik: Chevrolet seolah memonopoli pasar mobil di Tashkent, Uzbekistan. Foto koleksi pribadi

Jika membutuhkan bank, tahun 1980-an masyarakat dilayani oleh bank-bank BUMN yaitu BNI, BRI dan BTN. BUMN menjadi pemegang monopoli sektor perbankan oleh regulasi pemerintah. Tetapi monopoli itu kini telah berubah. Masyarakat yang membutuhkan bank sebagai sarana transaksi bisnis secara online terlayani secara monopolistik oleh BCA. BCA merajai pasar.

Untuk berkomunikasi era tahun 1980-an atau sebelumnya masyarakat hanya menggunakan jasa telepon dari Telkom. Pemerintah memberi hak monopoli kepada perusahaan milik negara ini. Bagaimana saat ini? Telkom masih menjadi pemegang pangsa pasar terbesar. Tetapi tidak lagi melalui monopoli. Telkom menguasai pasar secara oligopolistik melalui Telkomsel bersama-sama dengan Indosat Oredoo dan XL Axiata. Industri telekomunikasi telah berubah dari monopoli menjadi oligopolistik.

Tahun 1980-an atau sebelumnya masyarakat berbelanja kebutuhan sehari-hari melalui toko kelontong di kampung-kampung. Kini telah berubah. Dimana-mana hadir Indomaret (berdiri 1988) dan kemudian disusul oleh Alfamart (berdiri 1999) yang kini menguasai pasar secara oligopolistik. Toko-toko kelontong di kampung-kampung satu demi satu mundur dari pasar

Jika membutuhkan obat, tahun 1990-an atau sebelumnya masyarakat datang ke apotik-apotik terdekat tanpa peduli nama. Kini berbeda. Ada K-24 yang hadir dimana-mana dan menguasai pasar secara monopolistik. Apotik-apotik tradisional tereliminasi satu demi satu.

Itulah beberapa narasi tentang era baru yang disebut sebagai monopolistik dan oligopolistik. Pengikat antara konsumen dengan produsen pada era ini adalah merek. Bukan paksaan oleh regulasi pemerintah seperti pada era monopoli. Pemerintah dan kekuasaan negara sudah tidak efektif. Inilah karakteristik penting dunia bisnis saat ini. Perusahaan yang siap akan tampil tak tergantikan di pasar.  Yang tidak siap akan tereliminasi dari pasar. Tergantikan oleh perusahaan yang siap.

logo tag line korporatisasi animasi awan

Korporatisasi dari SNF Consulting adalah jawaban agar perusahaan bisa makin eksis di tengah fenomena dunia bisnis yang monopolistik.

Rumus sederhananya adalah: membesar atau mati. Membesar dengan pertumbuuan eksponensial melalui scale up. Bukan sembarang scale up. Jika scale up diibaratkan sebagai menginjak pedal gas dalam mengemudikan mobil, jangan lupa pastikan bahwa mobil tersebut pedal remnya juga berfungsi dengan baik. Pedal rem dalam scale up adalah tingkat kegagalan sebagai salah satu penanda perusahaan telah berada pada taham Revenue and Profit Driver (RPD) dalam 8 langkah Corporate Life Cycle.

Tumbuh pesat atau mati. Inilah mengapa perusahaan-perusahaan start up hadir di pasar dengan “bakar uang” demi memperoleh konsumen. Ini tidak mungkin dilakukan tanpa dukungan modal besar. Wajar jika perusahaan-perusahaan start up seperti Gojek atau Grab rajin “bakar uang”  melakukan proses korporatisasi sejak awal. Bagaimana perusahaan tempat Anda berkarya? Siap menghadapinya?

Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram  atau Grup WA SNF Consulting

*)Artikel ke 213 ini ditulis pada tanggal 5 Agustus 2019  di kantor pusat SNF Consulting di Jl. Pemuda 60-70 Surabaya oleh Iman Supriyono, konsultan dan direktur pada perusahaan konsultan manajemen tersebut.

14 responses to “Monopolistik: Tumbuh Pesat atau Mati

  1. Ping-balik: Monopolistik Air Minum Danone: PDAM Menyerah? | Catatan Iman Supriyono

  2. Ping-balik: Kolaborasi Era Monopolistik, Anda Siap? | Catatan Iman Supriyono

  3. Ping-balik: Enam Pilar Kemerdekaan Ekonomi Bangsa | Catatan Iman Supriyono

  4. Ping-balik: Menjadi Ortu Era Milenial Monopolistik | Catatan Iman Supriyono

  5. Ping-balik: Bekerja di Perusahaan Kecil, Bisakah Kaya Raya? | Catatan Iman Supriyono

  6. Ping-balik: Korporatisasi: Fokus | Catatan Iman Supriyono

  7. Ping-balik: Pailit: DAJK | Catatan Iman Supriyono

  8. Ping-balik: Korporatisasi Terpaksa: Agung Podomoro | Catatan Iman Supriyono

  9. Ping-balik: Entrepreneur, Jangan Menyebut Diri UKM | Catatan Iman Supriyono

  10. Ping-balik: Yunior-Senior: Alfamart Vs. Sakinah | Catatan Iman Supriyono

  11. Ping-balik: Korporatisasi Langkah Demi Langkah | Catatan Iman Supriyono

  12. Ping-balik: Monopolistik Air Minum Danone: PDAM Menyerah? – SNF Consulting

  13. Ping-balik: Korporatisasi: Fokus – SNF Consulting

  14. Ping-balik: Zakat Mal Era Korporasi: Menjadi Bangsa Produsen | Korporatisasi

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s