Ini adalah sejarah SunRice, korporasi beras dari negeri non beras. Produsen beras global dari negeri gandum. Anda yang merasa berada di negeri beras perlu membaca bahan yang saya ambil dari annual report SunRice 2020 ini. Bahwa Australia, home base SunRice, bukan hanya sumber daging sapi bagi dunia, termasuk bagi Indonesia. Tetapi juga sumber beras. Sementara kita yang negeri beras justru harus mengimpor.
Bibit padi mulai diperkenalkan di Australia oleh pendatang Cina tahun 1880-an. Tahun 1900-an The Murrumbidgee Irrigation Area (MIA Scheme) diluncurkan dan Isaburo (Jo) Takasuka, asal Jepang, memulai menanam padi di kawasan Swan Hill. Tahun 1950 The Ricegrowers’ Association (RGA) Central Executive membentuk the Ricegrowers’ Co-operative Mills Limited (RCM), yang kemudian menjadi Ricegrowers Co-operative Limited dan selanjutnya menjadi Ricegrowers Limited (korporasi) tahun 2005 hingga saat ini. Tahun 1950-an penggilingan padi dibangun di Leeton dan beberapa lokasi lain di Riverina serta Murray. RCM meluncurkan beras kemasan ritel Sunwhite rice. Tahun 1960-an dibangun penggilingan padi Coleambally Mill. Tahun 1970-an dibangun penggilingan padi Deniliquin Mill. Tahun 1970 Rice Growers Australia Limited, selanjutnya menjadi Trukai Industries Limited, didirikan di Papua New Guinea (PNG) untuk memasarkan beras Riverina, merk milik SunRice. Tahun 1977 CopRice diakuisisi untuk memproses dan menjual hasil sampingan penggilingan padi. Tahun 1980-an RMB dan RCM digabung dan menjadi Ricegrowers’ Co-operative Limited (RCL). RCL mulai mengembangkan produk dengan nilai tambah seperti kue berbasis beras, bekatul dan produk horticultural. Rice Research Australia Pty Ltd (RRAPL) didirikan untuk riset dan pengembangan padi. Rice Cake Plant dibangun di Leeton untuk menghasilkan produk bernilai tambah berbasis beras. Tahun 1990-an Solomons Rice Company Limited (SolRice) diakuisisi untuk ekspansi lebih lanjut dalam memasarkan berasa Riverina. Tahun-tahun yang sama pabrik penggilingan beras Deniliquin dibangun untuk produksi beras coklat dan selanjutnya juga untuk produksi beras putih. Pada periode yang sama varietas beras Koshihikari sukses dikembangkan dan diluncurkan untuk pasar Jepang. Tahun 1993 Riviana Foods diakuisisi untuk pengembangan portofolio RCL termasuk produk non beras. Tahun 2000-an SunRice menjadi nama dagang untuk RCL dan perusahaan menyelesaikan pembangunan pabrik beras di Leeton. Tahun yang sama konstruksi pabrik SunRice’s Specialty Rice Foods di Leeton untuk produk microwave-ready dimulai. Tahun itu juga SunRice melakukan diversifikasi produk dan program mencari pasokan global untuk memastikan pertumbuhan untuk tepung beras, kue, beras siap microwave dan makanan siap santap. Masih pada tahun yang sama Aqaba Processing Company didirikan untuk melayani pasar Jordan. Tahun-tahun itu juga SunFoods di USA diakuisisi untuk pengamanan pasokan beras di musim kering. Pada dekade itu juga SunRice juga mengakuisisi gudang penyimpanan padi dari RMB sebagai upaya integrasi vertikal. Tahun 2001 menghasilkan panen 1.8 juta ton beras sebagai yang tertinggi dalam sejarah SunRice. Tahun 2005 para petani SunRice mengadakan pemungutan suara untuk perubahan struktur koperasi. Hasilnya RCL didaftarkan sebagai sebuah perusahaan dan namanya diubah menjadi Ricegrowers Limited dan selanjutnya melantai di National Stock Exchange (NSX) Australia pada tahun 2007. Tahun 2008 sebagai akibat dari musim kering panjang Millennium Drought, SunRice hanya menghasilkan panen 19,000, terendah dalam sejarah perusahaan. Akibatnya, pabrik Coleambally dan Deniliquin Mills berhenti beroperasi. Deniliquin Mill baru beroperasi kembali tahun 2010. Tahun 2010-an Brandon Mill di North Queensland diakuisisi untuk penguatan pasokan beras Riverina. Ricegrowers Singapore Pte Ltd didirikan untuk penetrasi pasar global sekaligus peningkatan sumber pasokan bahan baku dari seantero Asia. Tahun 2010 pertama kali dicapai hasil panen 11 ton per hektar. Tahun 2011 hasil panen pulih ke angka 800,000 ton. Tahun 2012 SunRice mencapai omset $1 miliar. Tahun 2016 Riviana Foods mengakuisisi Fehlbergs Fine Foods. Tahun 2018 pemegang saham A and B Class mengadakan pemungutan suara untuk lantainya SunRice di lantai bursa ASX dan resmi melantai tahun 2019. Tahun yang sama Riviana Foods mengakuisisi Roza’s Gourmet dan SunRice mengakuisisi pabrik penggilingan beras di provinsi Dong Thap Province di delta sungai Mekong, Vietnam. Tahun 2019 CopRice mengakuisisi produsen bekatul FeedRite untuk peningkatan kapasitas. Sebuah pabrik pemrosesan bekatul senilai $10 juta juga dibangun di Leaton untuk stabilisasi produksi memanfaatkan produk sampingan CopRice dan Rice Food. Tahun 2020 SunRice merayakan usia 70 tahun. CopRice mengkonversi Coleambally Mill menjadi ruminant feed mill dan menjadi pabrik sejenis yang terbesar di Australia.
&&&
Apa pelajaran menariknya? Anda bisa mengambilnya sesuai dengan wawasan dan pengalaman masing masing. Tetapi paling tidak enam pelajaran berikut ini penting bagi kita yang berada di negeri beras.

Kerja keras saja tidak cukup untuk dunia pertanian kita. Butuh korporatisasi pertanian
Pelajaran pertama, bahwa menjadi asal-usul makanan atau produk apapun bukan jaminan keunggulan. Bagi kita apalagi di Jawa, beras itu adalah kehidupan. Pada petani-petani di pedesaan jawa, beras itu mengandung unsur transendental. Masyarakat memitoskan keberadaan Dewi Sri sebagai dewa perempuan yang menguasai tanaman padi. Tetapi kita juga tahu bahwa Indonesia adalah importir beras.
Pelajaran serupa juga bisa kita lihat pada produk lain. Kopi ditemukan oleh Ethiopia tetapi USA adalah bangsa yang kini merajai gerai kopi modern dunia melalui Starbucks. Burger adalah makanan tradisional Jerman tetapi USA mendapatkan uang besar dari McDonald’s. Pizza adalah makanan tradisional Italia tetapi USA adalah bangsa yang mendapatkan aliran uangnya melalui Pizza Hut dan Domino’s Pizza. Tacos adalah menu tradisional Mexico tetapi Taco Bell adalah jaringan resto berbasis USA.
Kedua, bahwa produk pertanian tidak bisa dilepaskan dari persaingan dalam efisiensi. Yang kalah efisien akan kalah dalam bersaing. Dan efisiensi artinya adalah volume produksi pada sebuah entitas bisnis. Petani beras di Indonesia kalah efisien karena volume produksi karena tampil sebagai entitas bisnis perorangan. Ataupun kalau menjadi sebuah perusahaan ukurannya masih sangat kecil. Perhatikan bahwa dari produk beras ini SunRice menghasilkan omset AUD 1,13 miliar alias Rp 11 triliun.
Ketiga, bahwa pertanian yang dikelola sebagai bisnis perorangan tidak akan menarik bagi generasi muda bertalenta tinggi. Mereka lebih tertarik bekerja pada korporasi besar dengan sistem manajemen kuat seperti SunRice. Inilah yang disebut career choice effect dalam terminologi SNF Consulting. Padahal SDM bertalenta adalah syarat mutlak daya saing dalam dunia bisnis. Maka, mustahil kita akan menyelesaikan ketergantungan pada beras impor sepanjang anak-anak muda bertalenta kita tidak mau bekerja di sektor pertanian.
Career Choice Effect lah yang menjadikan SunRice mampu menarik orang seperti Rob Gordon untuk menjadi petani. Tetapi bukan sepanjang petani. Tetapi petani CEO kelas dunia. SunRice menjangkau pasar lebih dari 70 negara. Rob Gordon menjadi CEO SunRice sejak 2012. Sebelumnya berkarir di perusahaan pertanian global asal Canada Viterra Inc sebagai vice president.
Keempat, bahwa mendirikan badan hukum PT bukan syarat cukup untuk unggul bersaing global. Dibutuhkan PT yang terus tumbuh pesat dengan terus menerus menambah modal melalui penerbitan saham baru. SunRice semula adalah kelompok tani. Lalu berubah menjadi koperasi karena kelompok tani tidak bisa menjadi wadah akumulasi aset. Lalu berubah menjadi korporasi alias PT karena koperasi juga punya kelemahan mendasar untuk menjadi sarana pemupukan modal. Melantainya SunRice di SNX dan kemudian di ASX adalah dalam rangka itu. Itulah korporatisasi. Tanpa itu mustahil SunRice bisa melakukan akuisisi dan tumbuh di berbagai negara seperti saat ini. Akuisisi tidak bisa dilakukan dengan dana utang yang merupakan uang panas.
Kelima, bahwa beras atau bisnis apapun akan unggul jika dikelola dalam sebuah korporasi yang mampu membangun platform. SunRice telah melakukannya dalam waktu 70 tahun. Ketika platform itu sudah kokoh, sumber pasokan bahan baku pun bisa diperoleh dari manapun. Keterbatasan geografis dan iklim Australia untuk menghasilkan produk beras mendapatkan solusi dengan mendirikan anak perusahaan di Singapura dan Vietnam. Rob Gordon yang pernah malang melintang di bisnis pertanian Asia Tenggara saat bekerja di Viterra menjadi kekuatan jejaringnya.

Indonesia menjadi bagian dari peta bisnis SunRice. Negara beras dipetakan dalam bisnis beras oleh negeri gandum.
Keenam, bahwa riset tidak mungkin dilakukan efektif kecuali oleh perusahaan yang ter korporatisasi seperti SunRice. Jangan berharap ada daya saing tanpa riset yang dilakukan dalam sebuah platform. Platform inilah yang membiayai riset dan membawa hasil riset sampai ke pasar. Seperti yang dilakukan oleh RRAPL dari SunRice
Itulah enam pelajaran penting dari sejarah SunRice. Bagaimana agar kita bisa menyusulnya? Yang pertama dibutuhkan adalah adanya para founder dan co founder yang mau bekerja keras dalam jangka panjang untuk mendirikan dan membangun korporasi perberasan. Entrepreneur atau corporpreneur yang mau belajar dan melakukan proses korporatisasi. Mendayagunakan sumber daya modal masyarakat melalui skema ekuitas untuk menumbuhkan perusahaan. Untuk tumbuh di berbagai bangsa melalui akuisisi. Tentu harus didukung dengan enam pilar kekuatan ekonomi umat dan bangsa. Siapa mau?
Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram atau Grup WA SNF Consulting
*)Artikel ke-269 ini ditulis di Surabaya pada tanggal 26 Juni 2020 oleh Iman Supriyono, CEO SNF Consulting.
Korporatisasi di Indonesia kurang dapat pembinaan dari pemerintah. Seperti UMKM juga pembinaannya tidak berkelanjutan
Pendampingan pemerintah/kalangan berbase agro kurang intim utk memberikan edukasi hal pengembangan pemasaran kpd petani…krn hrs diakui SDM petani indonesia msh butuh pendampingan…mereka tdk byk yg terEdukasi agrobis secara intens dn berkelanjutan…sdgkan byk dr generasi mereka yg pd akhirnya enggan utk bertani menilai prospek dn kerjakerasnya tdk seimbang dg kesejahteraan yg dituai…ironisnya…lahan persawahan tak byk yg dipertahankan sbg lumbung padi…biaya pengolahan sawah sangat tinggi belum lg terjangkit hama tikus yg tak ada habisnya…lalu kebutuhan dapur, biaya kesehatan, air, listrik dn ritme kebutuhan pendidikan serta sarana transportasi …alhasil byknya perhitungan tsb maka pengolahan pertanian kurang memperhitungkan sistem tanam yg baik…peran pendampingan diharapkan juga mampu mempertahan budaya pertanian dg kearifan lokal yg dimiliki masyarakat indonesia….Nilai Agraris indonesia hrs menjadi ikon bangsa bersanding dg Modernisasi industrialisasi era
Kalau produk Sunrice di Indonesia bisa ditemukan dimana nggeh Cak Iman? Di tempat saya kok dominan Anak raja, HOKI, dll. Di supermarket seperti The farmers dan Ranch market pun gak ketemu.
Saya juga belum pernah ketemu 🙂
Sebaiknya pakai contoh produsen beras yang membumi saja Cak… misal Topi Koki, Anak Raja, HOKI, dll
ini membumi juga. nanamnya di bumi. yang makan orang bumi. dan yang penting: perusahaannya tbk sehingga datanya tersedia hehehehe
Sunrice masih kurang membumi karena faktanya di Bumi Indonesia ga ketemu produknya. Mungkin pemakannya hanya di ada di bumi Aussie atau bumi Europe. Buyung Petra Sembada, Tbk ada datanya dan produknya mudah ditemukan
Ping-balik: Subsidi Pupuk: Pecah Belah Petani oleh Pemerintah | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Zakat Mal Era Korporasi: Menjadi Bangsa Produsen | Korporatisasi
SunRice ini tetap mempertahankan model perusahaan koperasi, walau badan hukumnya joint stock company. Yg dilisted hanya nonvoting right share.
Ping-balik: Hilangnya Swasembada Ayam: si Blirik Klawu dan Bendan | Korporatisasi