Libur panjang kenaikan kelas 1988. Berbalut seragam pramuka, di bangku bus umum menuju Surabaya itu hati saya berbunga-bunga. Angan melambung tinggi karena akan mewakili sekolah, SMA 1 Caruban, sekaligus kabupaten sebuah event tingkat provinsi. Suatu kemewahan bagi saya yang tinggal di desa tepi hutan ini.
Kursus Pengelola Dewan Kerja. Event kwartir daerah Jawa Timur itulah yang saya ikuti. Pesertanya adalah perwakilan Kwartir Cabang se Jawa Timur. Saya mewakili Kwartir Cabang Madiun. Seminggu penuh saya menikmati proses pembelajaran manajemen ala Pramuka. Panitianya adalah kakak-kakak Pandega yaitu para mahasiswa dari berbagai kampus. Salah satu yang kini menjadi orang beken adalah Eva Kusuma Sundari, politisi PDIP. Pembicaranya tokoh tokoh senior Pramuka Jawa Timur.

KPDK 1988 di Gelanggang Krida Pramuka, Gedangan, Sidoarjo, Jawa Timur. Saya yang mana? hehehehe..
Salah satu yang saya pelajari ketika itu adalah bagaimana menyusun proposal sebuah kegiatan. Proses pembelajaran dimulai dari teori dan kemudian dilanjutkan dengan prakteknya. Peserta ditugasi menyusun proposal sebuah kegiatan mulai dari konsep sampai anggarannya. Proposal kemudian diperbaiki oleh kakak pembina sampai akhirnya dinyatakan lulus.
Ilmu proposal ini yang kemudian terus saya pergunakan sampai hari ini. Tugas saya di kepengurusan pramuka maupun OSIS menjadikan penyusunan proposal sebagai “makanan” sehari hari. Apalagi di OSIS saya adalah ketua. Selepas pelatihan itu misalnya saya menyusun proposal untuk penerbitan sebuah majalah sekolah yang terbit bulanan. Ketika itu akhirnya proposal disetujui lengkap dengan fasilitas dananya dari sekolah. Saya menjadi pimpinan redaksi majalah bernama “Kiprah” yang sampai saat ini masih dilanjutkan terbit itu.
Sampai kini, keterampilan membuat proposal itu menjadi salah satu pekerjaan sehari-hari saya di SNF Consulting, consulting firm yang saya dirikan dan menjadi tempat berkarya hingga saat ini. Hanya beda konten. Dulu proposal majalah sekolah. Kini proposal investasi, proposal merger, proposal akuisisi, proposal penerbitan saham alias prospektus, dan sejenisnya. Semuanya adalah hasil keterampilan yang pertama kali saya pelajari melalui KPDK Kwarda Gerakan Pramuka Jawa Timur.
&&&
Dalam konteks pendidikan, menyusun proposal adalah kurikulum formal material. Dalam proses melaksanakan kurikulum itu ada interaksi antara pendidik dengan peserta didik. Dalam interaksi itulah muncul apa yang disebut sebagai hidden curriculum. Kurikulum yang justru sangat penting tetapi tidak bisa disampaikan melalui kurikulum formal. Apa itu? Tidak lain adalah jiwa nasionalisme. Jiwa keindonesiaan.

Jenderal Sudirman: Mari teladani dalam dunia bisnis dengan menjadi korporasi nasionalis pancasilais
Jiwa itulah yang juga pernah dirasakan oleh Jenderal Sudirman melalui pendidikan Hizbul Wathan. Pada gerakan kepanduan cikal bakal Pramuka itulah seorang Sudirman remaja berproses dan akhirnya menjadi seperti apa yang kita kenal dalam peran sebagai seorang panglima besar TNI.
Apakah jiwa nasionalisme saja sudah cukup? Tidak. Jenderal Sudirman juga dikenal sebagai seorang yang disiplin menjaga wudhunya. Bukan hanya saat sholat tetapi juga dalam kehidupan keseharian. Selalu dalam kondisi suci. Jika batal langsung wudhu lagi. Ini tentu tidak bisa dilepaskan dari didikan religiusitas Hizbul Wathan sebagai sayap kepanduan Muhammadiyah. Menjaga wudhu adalah simbol dari kuatnya ketakwaan.
Apakah nasionalisme dan religiusitas cukup? Para pendiri negeri ini merumuskan masih ada 3 lagi: kemanusiaan, demokrasi dan keadilan sosial. Semua terangkum dalam lima sila Pancasila. Sebuah perjanjian luhur yang disepakati oleh para pimpinan berbagai unsur masyarakat pendiri republik ini.

Berlatih dan melatih pencak silat pada masa remaja
Saya beruntung karena semasa remaja berkesempatan belajar nasionalisme dari Pramuka. Belajar mencintai budaya negeri ini melalui berlatih dan kemudian melatih pencak silat. Belajar menulis yang membuka wawasan kemanusiaan antar bangsa dari majalah sekolah SMA. Belajar menjadi pemimpin dengan menjadi ketua OSIS SMA. Belajar religiusitas dari masjid kampus ITS dan berlanjut dengan aktif di majelis Ekonomi Muhammadiyah hingga kini. Alhamdulillah lengkap.
&&&
Hari-hari ini sedang ramai pembicaraan tentang RUU HIP. Tidak kurang NU dan Muhammadiyah memberi tanggapan resmi. RUU itu dipandang mempermasalahkan kembali Pancasila. Mengutak-atik kembali Pancasila. Sebagai warga negara pembayar pajak yang digunakan untuk menggaji anggota DPR, saya juga memandangnya keliru. Bahan salah total. Dokumen negara yang diresmikan tanggal 18 Agustus 1945 itu sudah final dan merupakan kesepakatan luhur yang luar biasa.
Yang dibutuhkan sekarang adalah berkontribusi mengeksekusinya sesuai bidang masing-masing. Sebagai konsultan manajemen, melalui SNF Consulting saya bekerja keras membantu klien menjadi korporasi nasionalis pancasilais. Teknisnya adalah menumbuhkan perusahaan nasional agar mampu hadir dan melayani umat manusia di berbagai bangsa. Dunia ini ada lebih dari 200 negara. Kibarkan merah putih disana. Korporatisasi sebagai layanan SNF Consulting adalah pintu pembukanya.
Sudah ada beberapa korporasi yang telah memulai. Contohnya adalah Samudera Indonesia yang sudah hadir di belahan negara. Atau Ciputra yang juga sudah hadir di Vietnam. Atau Alfamart yang sudah hadir dengan gerai-gerainya di Filipina. Dan lain-lain. Mereka harus terus diperkuat menjadi perusahaan-perusahaan nasionalis pancasilais di dunia modern. Mengibarkan tinggi-tingi sang merah putih di berbagai bangsa di dunia. Menguatkan posisi Rupiah di berbagai bangsa.
Banyak sekali perusahaan asing yang kinI menguasai pasar nasional. Chevron, BP, Citibank, General Electric, Boeing, HSBC, Ooredoo, Unilever, P&G, KFC, Starbucks, Toyota dan masih banyak lagi. Nasionalisme tidak bisa lagi diterjemahkan secara sempit dengan cara mengusir atau membubarkan mereka. Nasionalisme harus diterjemahkan dengan pemahaman bahwa bisnis antar bangsa itu seperti permainan sepak bola. Gawang kita boleh dibobol. Tidak masalah. Permainan belum berakhir. Kita harus melakukan serangan balasan. Membobol gawang lawan lebih banyak dari pada gawang kita dibobol lawan. SNF Consulting adalah sparring partner berbagai perusahan pancasilais nasionalis untuk melakukan itu. Bekalnya sudah diperoleh saat aktif di pencak silat, Pramuka, majalah sekolah, OSIS, masjid kampus ITS dan Muhammadiyah.

Kelas MERGER & AKUISISI adalah sarana edukasi para pelaku bisnis untuk tumbuh menjadi korporasi yang mampu mengibarkan sang Merah Putih di berbagai bangsa melalui akuisisi. Membalik arah apa yang terjadi selama ini. Menjadi korporasi nasionalis pancasilais. Daftar Kelas MERGER & AKUISISI: https://wa.me/6281358447267
Jenderal Sudirman mengobarkan perlawanan gerilya sambil menjaga Wudhu. Bung Tomo mengobarkan perlawanan 10 Nopember 45 dengan pekik Allahu Akbar. Itulah teladan agung. Menyatukan nasionalisme dan religiusitas dalam satu tarikan nafas. Lebih luas lagi, menyatukan ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi dan keadilan sosial dalam satu tarikan nafas. Saatnya bekerja. Bukan mengutak atik lagi lima sila itu. Jangan tanyakan nasionalisme kepada aktivis Pramuka. Allahuakbar! Merdeka!
Artikel ke-268 ini ditulis di Surabaya pada tanggal 17 Juni 2020 oleh Iman Supriyono, CEO SNF Consulting
Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram atau Grup WA KORPORATISASI atau ikuti KELAS KORPORATISAS
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi
Baca juga
Korporasi Nasionalis Pancasilais
Korporasi Pejuang
Enam Pilar Kemerdekaan Ekonomi
Korporasi Pejuang Rupiah
Korporasi Raket Yonex
Sejarah Heinekken Hadir di Indonesia
Sejarah Revlon dan Kepailitannya
Sejarah Korporasi
Sejarah Lions Club
Sejarah Hyundai versus Astra
Enam Pilar Kemerdekaan Ekonomi Umat dan Bangsa
Korporatisasi: Asal Muasal
Sejarah Danone Dari Turki Usmani Hadir ke Indonesia
Ping-balik: Pertamina Rugi Vs. AKR Laba: Buka-bukaan, Siapa Takut? | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Sejarah Heineken: Kekuasan Belanda & Raja Miras RI | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Sejarah Heineken: Kekuasaan Belanda & Raja Miras RI | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Sejarah Heineken: Kekuasaan Belanda & Raja Miras RI – SNF Consulting
Ping-balik: Bagaimana Gadjah Tunggal – Sjamsul Nursalim Mengembalikan Rp 4,58 T? | Korporatisasi
Ping-balik: Pancasila Versus Al Quran, Pilih Mana? | Korporatisasi
Ping-balik: Vico-Badak: Partai Pecel Aja | Korporatisasi
Ping-balik: Kebajikan Korporasi Zuckerberg | Korporatisasi
Ping-balik: Jabal Nur: Sampah & Visi Bisnis Kelas Dunia | Korporatisasi
Ping-balik: Pejuang Dulu Pejuang Kini: Samudera Indonesia | Korporatisasi