Jabal Nur: Sampah & Visi Bisnis Kelas Dunia


Celana training, kaos, sepatu ket, topi, dan dua botol air minum sudah siap. Mentari belum meninggi ketika pendakian menuju puncak siap dimulai pagi itu. Suasana hati riang sekali demi akan mendaki. Kesukaan lama yang semakin jarang terealisasi. Sibuk dan sulitnya mencari kawan yang tidak sibuk menjadi alasan. Sangat tidak asyik jika harus mendaki sendirian.

Pagi itu di depan mata nampak berdiri kokoh gunung bagu cadas. Gunung Nur alias Jabal Nur sebutanya. Sebuah gunung yang menurut wikipedia berketinggian 642 meter. Sebuah gunung yang bagi umat Islam sangat istimewa karena di puncaknya terdapat Gua Hira. Sebuah gua dimana Nabi SAW mererima wahyu pertama.

Puncak Jabal Nur memang istimewa. Tidak heran bila pagi itu pendakipun sudah menyemut. Jalur pendakian yang sudah dibangun dengan undakan bersemen dipenuhi para pendaki dengan aneka warna kulit, laki perempuan, tua muda.

Yang tidak pernah lupa dibawa oleh pendaki adalah botol air minum. Ini tentulah terkait dengan udara yang panas menyenagat khas alam gurun topis. Tidak peduli hari masih pagi. Bahkan banyak diantaranya yang membawa lebih dari satu botol. Saya pun membawa dua botol. Satu botol air putih, satu lagi botol jus jeruk. Keduanya baru keluar dari kulkas sebuah toko. Dingin segar di tengah terik menyengat mentari pagi.

Langkah demi langkah terangkai. Sebotol minuman habis. Melangkah lagi. Sebotol lagi habis saat langkah belum lagi sampai puncak. Tidak heran bila kios minuman yang ada di beberapa titik pendakian selalu dipadati pembeli. Mendaki yang menguras tenaga dipadu dengan udara yang menyengat menjadi pemicunya. Efek sampingnya: sampah botol minuman berserakan di sepanjang jalur pendakian. Dari kaki gunung sampai Gua Hira di puncaknya.

Pemerintah sudah menyediakan beberapa tempat sampah untuk menampungnya. Akan tetapi nampaknya banyak orang tidak sadar akan kebersihan. Membuang membuang botol bekas kemasan minuman sembarangan. Jadilah jalur pendakian mirip dengan tempat sampah berundak. Penuh sampah dari kaki gunung sampai Gua Hira. Astaghfirullah.

•••

Pemerintah memanglah pihak yang paling bertanggung jawab menjaga agar lingkungan tetap bersih dan indah. Pajak yang dibayarkan oleh masyarakat sebagiannya memang harus dialokasikan untuk kepentingan bersama ini. Maka semestinya masyarakat tinggal menikmati hasil kerja keras mereka melalui pembayaran pajak. Menikmati lingkungan yang asri. Obat pelipur pelunak hati.

Tetapi apa daya, pemerintah negari manapun tidak selalu berkemampuan baik. Kemampuan memegang tanggung jawab itu sering kali terganggu oleh praktik korupsi dan mismanagement. Jadilah sampah berserakan bukan pemandangan aneh di berbagai negara. Juga di Jabal Nur.

Apakah kita hanya diam? Dengan membayar pajak, diam pun sebenarnya juga sudah berperan. Rupiah yang dibayarkan melalui pajak adalah peran itu. Tetapi tentu saja akan lebih baik jika kita bisa berperan lebih.

Apa peran lebih itu? Dalam kacamata para entrepreneur dan profesional bisnis di berbagai perusahaan, peran itu terangkum dalam sebauh terminologi: corporate social responsibility alias CSR. Tanggung jawab sosial perusahaan. Tanggung jawab sosial untuk berperan lebih (tidak sekedar dengan membayar pajak) untuk perbaikan masyarakat secara terus-menerus.

Sampah di Jabal Nur – Gua Hira membutuhkan kehadiran SNF Consulting dan perusahaan-perusahaan kelas dunia lainnya. Foto: koleksi pribadi

Maka, ketika melihat sampah berserakan jabal nur, terselip sebuah visi dan niat menggairahkan: menjadikan perusahaan tempat saya berkarir, SNF Consulting, berkemampuan CSR mengatasinya. CSR dengan memberikan program edukasi budaya bersih bagi masyarakat muslim seluruh dunia yang sedang berrziarah ke tanah suci. Mendidik budaya mejaga lingkungan sebagai karunia-Nya yang luar biasa. Untuk kebersihan tanah jabal nur, tanah suci, dan untuk “oleh-oleh” saat pulang ke negerinya.

Saya begitu galau melihat gunung sangat bersejarah itu penuh sampah. Saya yakin Anda pun demikian. Akan tetapi Makah sangat jauh dari domisili perusahaan saya yang di Surabaya. Jauh juga dari domisili perusahaan Anda. Maka, CSR itu baru bisa teralisasi dengan mudah bila perusahaan kita juga beroperasi di Saudi. Beroperasi di Saudi pun tentu tidak bisa langsung. Harus didahului dengan beroperasi di negeri-negeri terdekat. Artinya, dibalik mimpi peran CSR edukasi masyarakat muslim seluruh dunia itu juga terselip visi untuk membangun sebuah perusahaan berkelas dunia. Mari kita tolong-menolong untuk mencapainya. Duhai Jabal Nur…tunggu peran kami. Duhai Dzat Penguasa Jabal Nur….tolonglah kami.

Tulisan ini pernah dimuat di majalah Matan, terbit di Surabaya

Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram  atau Grup WA KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi

Atau ikut KELAS KORPORATISASI

Baca juga:

Enam Pilar Kemerdekaan Ekonomi Umat dan Bangsa
Korporasi Pancasilais Nasionalis
Perusahaan Dakwah: Hayyu
Menjadi Korporasi Sejati

2 responses to “Jabal Nur: Sampah & Visi Bisnis Kelas Dunia

  1. alangkah indahnya kalau saja para pendaki juga membawa tas kresek agak besar untuk tempat botol-botol bekas.jadi naik dan turun gunung sekalian pungut sampah.seandainya kita tahu berapa banyak pahala yg didapat tentu setiap orang akan berebut memungut sampah di tempat yg katanya umat islam tempat istimewa,dimana Rasululloh Muhammad SAW menerima wahyu pertamanya.

  2. duh saya jd pengen punya perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan sampah sekalian ngumpulinnya disana. sosial enterpreneur yang kerjasama dengan pengelola setempat

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s