Sore itu baru saja saya mendapatkan berita sedih dari kampung halaman. Ibu saya sedang berduka. Air matanya meleleh. Dukanya begitu mendalam. Duka karena ditinggalkan seorang anggota keluarga di luar kota. Sumadi, begitu nama almarhum, meninggal dunia beberapa saat sebelum saya memulai menggerakkan jemari menulis untuk kolom ini.
Tetapi duka ibu kali ini bukan sembarang duka. Bukan sembarang lelehan air mata. Saya bisa merasakannya dalam pembicaraan telepon sore ini. Yang meninggal memang saudara sepupu. Tetapi bukan sembarang saudara. Kang Di, demikian almarhum biasa dipanggil, sejak kecil tinggal di nenek saya yang tidak lain adalah ibunda dari ibu saya. Praktis almarhum adalah kawan bermain ibu saya. Kawan berbagi suka dan duka dalam kondisi ekonomi seadanya sebagai orang desa sederhana. Sebuah ikatan kekeluargaan sekaligus persahabatan.
Menurut cerita keluarga yang mendampingi, saat saat menjelang ajalnya, Kang Di menanyakan keberadaaan ibu. Kang Di menunggu kehadirannya saat menjelang ajal tiba. Tentulah kehadiran yang sangat bermakna bagai almarhum. Tetapi sayang karena terpisah kota ibu baru bisa datang saat Kang Di sudah tiada. Makin deraslah air mata ibu.
•••
Setelah berjuang keras menembus kemacetan lalu lintas Jakarta, mobil yang saya kemudikan tiba juga di halaman sebuah rumah besar. Ini adalah pertama kali saya bertandang ke rumah mewah bercat putih di komplek perumahan Permata Hijau di Ibu kota ini. Karena GPS di hand phone saya sedang tidak berfungsi, menemukan alamat ini adalah hasil dari perjuangan beberapa kali bertanya dan keblasuk di jalanan. Maka, tiba di rumah Pak Zain, begitu nama lelaki 70 tahun ini dipanggil, adalah sebuah kenikmatan luar biasa.
Pak Zain dan istri menyambut dengan hangat. Mereka berdua adalah sahabat karib almarhum ayah mertua saya. Dengan demikian ia tentu saja juga sahabat karib ayah orang yang pagi itu ada di samping saya, istri saya. Pertemuan silaturahim ini menjadi istimewa karena Pak Zain baru mendengar kabar meninggalnya ayah mertua saya setelah hampir setahun kepergiannya. Sambutanannya begitu hangat. Cara memanggil saya pun menunjukkan betapa dekatnya keluarga ini dengan ayah mertua. Ia mamanggil saya persis seperti cara ayah mertua memanggil. Langsung nama. Tidak didahului sapaan bapak, mas, bang atau apapun. Cukup panggil nama: Iman
Pertemuan berlangsung asyik panjang lebar. Di sela pembicaraan saya sempat menanyakan bagaimana kisahnya hingga bisa mencapai prestasi ekonomi yang hebat. Diapun kemudian berkisah tentang sebuah cara alami untuk tumbuh dari bawah. Banyak menolong orang. Orang-orang yang pernah ditolongnya kemudian menjadi sahabat karib. Sampai akhirnya ada salah satu orang yang ditolong itu mendapatkan posisi bagus dalam percaturan ekonomi nasional. Posisi bagus inilah yang kemudian menariknya terbawa dalam pusaran ekonomi utama nasional. Persahabatan hangat yang berbuah prestasi ekonomi.
•••
Pembaca yang baik, memiliki prestasi ekonomi tentulah menjadi harapan semua orang. Surat An Nisa ayat 9 mengajarkan agar kita tidak meninggalkan generasi yang lemah. Yang dimaksud generasi lemah menurut Tafsir Ibnu Katsir adalah lemah ekonomi. Maka mengupayakan agar generasi penurus memiliki kekuatan ekonomi yang kokoh adalah bagian penting dari perjuangan agama.
Bagaimana menggapai kekuatan ekonomi? Persahabatan adalah salah satu kuncinya. Pak Zain merasakan bagaimana persahabatan yang dirangkai dengan menolong orang lain mengantarkannya pada posisi ekonomi yang kuat. Tentu tidak tepat kalau menolong orang lain didasari dengan harapan untuk memperolah imbalan ekonomi. Namun demikian efek positif ekonomis dari persahabatan tentu juga tidak perlu dihindari.
Kebaikan persahabatan yang tulus tidak hanya pada kehidupan di dunia. Persabatan Ibu dengan Kang Di memberi pelajaran berharga. Begitu mendengar berita duka itu, saya dan keluarga langsung menggelar sholat ghoib untuk jenazah Kang Di. Bagi seorang yang meninggal, didoakan oleh orang lain melalui sholat adalah sebuah bantuan yang tidak tergantikan dengan apapun. Sore itu saya sekeluarga sebagai anak dari sahabat Kang Di mendoakannya. Inilah nilai persahabatan yang tembus sampai kehidupan akhirat. Mari belajar tentang hikmah bersahabat dari Pak Zain dan Kang Di. Persahabatan dunia akhirat. Kang Di….kasih sayang-Nya menyertaimu di negeri abadi…dari kami anak cucu sahabat karibmu. Aamiin.
Tulisan ini dimuat di majalah Mulia, terbit di surabaya