BlackRock, The Vanguard Group, UBS, State Street Global Advisors, Fidelity Investments, Allianz, J.P. Morgan Asset Management, BNY Mellion Investment Management, PIMCO, Credit Agricole Group. Itulah sepuluh perusahaan investasi alias investment company dengan aset kelolaan terbesar dunia dalam catatan Wikipedia. BlackRock mengelola USD 5,689 triliun alias sekitar Rp 77.770 Triliun.
Yang menarik, semua berasal Amerika Serikat kecuali tiga: UBS dari Swiss, Allianz dari Jerman, dan Credit Agricole group dari Perancis. Inilah salah satu penjelasan mengapa sampai saat ini negeri Paman Sam ini tetap merajai ekonomi dunia. Product domestic bruto (PDB)-nya terbesar dunia. Mengalahkan bangsa manapun. Andai China, Jepang dan Jerman sebagai negara dengan PDB terbesar kedua, ketiga dan keempat bergabung menjadi satu negara, barulah USA kalah. RI berada di peringkat ke-16 dengan PDB sekitar 1/20 USA.
Investment company alias IC bekerja dengan mendorong masyarakat luas berbudaya investasi. Masyarakat yang berbudaya investasi kemudian menitipkan modalnya IC. Modal titipan kemudian digunakan menyuntik dana berbagai perusahaan untuk kebutuhan ekspansinya. Porsi terbesar melalui skema ekuitas yaitu sekitar 50% dari dana kelolaan IC. Disusul kemudian dengan skema liabilitas (surat utang, fix income) sekitar 30%. Sisanya aset lain-lain sebesar sekitar 20%.
Peran IC sungguh dominan dalam membesarkan perusahaan. Itulah kenapa lebih dari 25% perusahaan terbesar dunia berasal dari Amerika Serikat. Mereka adalah perusahaan-perusahaan yang terkorporatisasi sempurna. Fully public company yang jika akan berekspansi tinggal membuka keran modal lewat lantai bursa dan masyarakat luas melalui investment company akan berbondong-bondong menyetor.
Itulah kenapa banyak perusahaan negeri ini satu demi satu diakusisi perusahaan asing. Mereka melakukan akuisisi dengan iming-iming harga saham mahal jauh di atas harga pasar. Dananya berapapun dengan mudah dapat diperoleh melalui pelepasan saham baru dari IC. Dana dengan nilai nyaris tak terbatas.
Bahkan bukan hanya motif ekonomi. IC juga bisa mengelola dana wakaf. Harvard Management Company adalah sebuah IC milik Harvard University. Perguruan tinggi ternama tersebut mengumpulkan dana wakaf (endowment fund) dari masyarakat luas sejak tahun 1974. Saat ini total dana yang dikelola sekitar Rp 370T.
$$$
Pertanyaan yang sering muncul ketika saya menyampaikan informasi tentang IC adalah tentang bagaimana memulainya. Jawabnya…IC, baik yang bermotif ekonomi maupun sosial bisa dimulai dari sesuatu yang sederhana. Sekedar gambaran, sebuah ruko yang harga jualnya Rp 2 M di kawasan bisnis bisa disewakan dengan harga sekitar Rp 100 juta per tahun. Pendapatan tersebut cukup untuk memulai sebuah IC dengan kantor sederhana dengan seorang staf administrasi. Kebutuhan awal sebuah perusahaan bisa berjalan. Direktur sebagai founder belum bergaji pada masa awal.
Selanjutnya, IC mesti menempatkan asetnya dengan portofolio yang tepat. Kriteria utamanya: aman-aman-aman-hasil. Secara garis besar uumunya IC menempatkan asetnya pada 3 jenis portofolio yaitu sekitar 50% pada saham, sekitar 30% pada fix income asset dan sekitar 20% pada aset lain-lain. Saham ditempatkan pada perusahan-perusahaan yang telah menemukan revenue and profit driver dengan tingkat kegagalan akurat dalam melakukan proses korporatisasi yaitu terus menerus menerbitkan saham untuk pertumbuhan. Fix income adalah berupa sukuk, obligasi atau deposito syariah. Aset lain-lain berupa properti, konsesi tambang dan lain-lain.
Jadi, jika IC berdiri dengan membeli properti seharga Rp 2 milyar harus bekerja keras dan dibelikan properti harus segera mendapatkan pemegang saham baru. Ingat IC hanya mengalokasikan 20% aset pada properti. Artinya, Rp 2 miliar itu adalah 20% aset. Dengan demikian IC terseubut harus segera mendapatkan tambahan aset Rp 8 miliar. Dengan demikian total aset menjadi Rp 10 miliar dengan portofolio Rp 2 miliar berupa properti, Rp 3 miliar berupa sukuk atau obligasi, dan Rp 5 Miliar berupa saham.
Dari mana Rp 2 Miliar dana awal? Bagi sebuah IC dengan motif bisnis, dana tentu saja diperoleh dari modal setor dari para pendiri PT. Bagi yang sebuah IC bermotif sosial pengelolaan wakaf, dana awal ini bisa diperoleh dari wakaf uang beberapa orang pendirinya. Dalam era korporatisasi, badan hukum perkumpulan lebih tepat untuk keperluan ini dari pada yayasan. Dari mana Rp 10 miliar? Tentus saja dengan menerbitkan saham baru dan menjualnya kepada para investor.
Setelah langkah awal dijalankan, selanjutnya si direktur harus bekerja keras mencari peluang pembelian aset produktif baru dan kemudian menawarkannya kepada investor. Bagi IC dengan maksud komersial, peluang tersebut bisa ditawarkan kepada investor melalui menerbitkan saham baru dengan agio saham.
Satu demi satu aset dibeli. Saat awal aset properti adalah yang paling aman dan paling direkomendasikan. Tapi ketika dana sudah membesar, pengalaman Harvard Management Company properti hanya menampung 14,5% total aset. Yang terbesar adalah berupa saham di berbagai perusahaan. Sebagaimana disebutkan diatas, alokasi investasi ekuitas IC besar adalah sekitar 50% dana kelolaan. Itulah cara sederhana membangun IC.
Klik untuk bergabung Grup Telegram atau Grup WA KORPORATISASI
Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi
Baca juga tulisan lain tentang Investment Company:
Investing company versus operating company
Investment Company BUMN
Investment Company berbasis lembaga keagamaan
Peran Investment Company untuk kemerdekaan ekonomi
Korporatisasi butuh Investment Company
*)Tulisan karya Iman Supriyono ini pernah dimuat di Majalah Matan, terbit di Surabaya, dengan ditambah dan diedit lagi.
Ping-balik: Sandiaga Uno, Investing, Operating & “Banci” Company | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Dari Masjid Jogokariyan Ke Al Azhar: Konversi Kotak Infaq ke Kotak Wakaf | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Kampus Sekolah Pesantren, Jangan Berbisnis! | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: 212 | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Esemka & Mimpi Mobnas: Pelajaran Tesla & Hyundai | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: SNF Consulting: Peran Sosial & Pembiayaannya | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Korporatisasi Langkah Demi Langkah | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Konglomerat: Memperkuat Negeri atau Melemahkannya? | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Garam: Kuat Dengan Ekonomi Berjamaah | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Korporatisasi: Asal Muasal & Peran | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Diakuisisi atau Mengakuisisi: Satu Demi Satu Jatuh ke Tangan Asing | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Mengapa Unicorn Kita Dikuasai Asing? | Catatan Iman Supriyono
Bintang Lima!
saklangkong giih
Ping-balik: Mengapa Koperasi Kita Kerdil? | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Korporatisasi: Fokus | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Tradisi BUMDES Sebagai Investing Company | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Korporatisasi Di Luar Lantai Bursa | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Garam: Kuat Dengan Ekonomi Berjamaah | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Enam Pilar Kemerdekaan Ekonomi Umat & Bangsa | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Corporate Life Cycle | Catatan Iman Supriyono
Pak Iman terima kasih atas tulisan yg sangat menarik, boleh bertanya pak, kalo IC mendapatkan dana kelolaan dari masyarakat melalui instrumen apa ya pak?
Terima kasih kembali. Bisa melalui ekuitas atau titipan seperti reksadana
Wah, terimakasih pak atas informasinya.
terimakasih kembali. moga bermanfaat
Ping-balik: Inilah Cara Investment Company Wakaf Dimulai – Wakafpreneur Institute
Ping-balik: Corporate Life Cycle – SNF Consulting
Ping-balik: SNF Consulting: Budaya, Peran Kemasyarakatan & Pembiayaannya – SNF Consulting
Ping-balik: Esemka & Mimpi Mobnas: Pelajaran Tesla & Hyundai – SNF Consulting
Ping-balik: Kampus Sekolah Pesantren, Jangan Berbisnis! – SNF Consulting
Ping-balik: Mengapa Unicorn Kita Dikuasai Asing? – SNF Consulting
Ping-balik: Garam: Kuat Dengan Ekonomi Berjamaah – SNF Consulting
Ping-balik: Konglomerat: Memperkuat Negeri atau Melemahkannya? – SNF Consulting
Ping-balik: Wakaf: Agar Rp 10 Triliun Tidak Melayang Tiap Tahun | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Wakaf: agar Rp 10 Trilyun Tidak Melayang per Tahun – Wakafpreneur Institute
Ping-balik: Wakaf: Agar Rp 10 Triliun Tidak Melayang Tiap Tahun – SNF Consulting
Ping-balik: CLS: Mengapa Gojek & Tokopedia Harus Merger? | Korporatisasi
Ping-balik: CLC: Mengapa Gojek & Tokopedia Harus Merger? | Korporatisasi
Ping-balik: Tesla: Laba Setelah 16 Tahun Rugi | Korporatisasi
Ping-balik: Peredam Risiko Investasi Wakaf | Korporatisasi
Ping-balik: IPO Bukalapak: Prospektif atau Buang Uang? | Korporatisasi
Ping-balik: Wakaf Korporat: Nazir Sebagai Model Bisnis Sociopreneur | Korporatisasi
Ping-balik: Wakaf Korporat: Model Bisnis Sociopreneur | Korporatisasi
Ping-balik: Glorifikasi IPO Kioson: Lunglai Dalam Badai | Korporatisasi
Ping-balik: ARA ARB Bukalapak: Anda Penjudi atau Investor? | Korporatisasi
Ping-balik: ROE & ROI: Bayi Melawan Raksasa | Korporatisasi
Ping-balik: Konflik Harta Waris: Investment Company | Korporatisasi
Ping-balik: Spekulan Crypto | Korporatisasi
Ping-balik: Kumowani: Blunder Nazir Menjadi Startup | Korporatisasi
Ping-balik: Investasi Telkom ke Goto: Strategic Fool? | Korporatisasi
Sangat mencerahkan informasinya
Berapa biaya kursusnya?
Silakan hubungi WA http://www.klikwa.net/snfconsulting
Ping-balik: PHK Goto dan Investasi Telkomsel | Korporatisasi
Ping-balik: Perusahaan Gocap | Korporatisasi
Luar biasa…..tapi sy tidak sepenuhnya paham……hanya paham dikit dikit
Baca link2 yg tulisan warna biru