Intan berduri. Ini adalah judul film layar lebar keluaran 1972 yang dibintangi oleh Benyamin Sueb dan Rima Melati. Sebuah film yang bercerita tentang Jamal (Benyamin Sueb), suami Saleha (Rima Melati) yang menemukan sebongkah intan di perangkap ikan yang sehari-hari menjadi gantungan nafkah keluarganya. Singkat cerita, bongkahan intan inilah yang kemudian menjadikannya sebagai orang kaya raya secara tiba-tiba. Bisa dibayangkan bagaimana konyolnya. Orang yang super miskin kemudian tiba-tiba menjadi super kaya raya. Ketika itu, saya yang masih kanak-kanak menonton film itu yang diputar melalui layar TVRI di rumah tetangga.
Tapi saya tidak hendak beralih profesi menjadi peresensi film hehehe. Saya hanya ingin menulis tentang sebuah fenomena yang bisa dianalogikan dengan apa yang dialami oleh si Jamal dalam film yang menjadikan pemainnya menerima penghargaan pemeran pria terbaik dan pemeran wanita terbaik dalam Festival Film Indonesia tahun 1973 itu. Fenomena yang saya menyebutnya sebagai IPO Trap.
Pembaca yang baik, untuk menjadi besar, sebuah perusahaan membutuhkan dua hal: inovasi dan uang. Inovasi saja tidak cukup. Uang saja juga tidak cukup. Embraer Brazil bisa menjadi produsen pesawat komersial terbesar ketiga dunia karena memiliki keduanya. Embraer hanya kalah oleh Boeing dan Airbus. Pemerintah Brazil membuka kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk ikut menyetor modal ke perusahaan yang kurang lebih sebaya dengan PTDI alias IPTN alias Nurtanio ini. Itulah yang membedakannya dengan PTDI yang hingga kini tetap belum bisa bicara di pasar pesawat terbang komersial dunia.
Bagaimana cara Embraer mendapatkan setoran modal dari masyarakat? Initial Public Offering alias IPO adalah pintu pembukanya. Perusahaan yang telah memenuhi syarat tertentu dapat melakukan IPO dan kemudian menerima uang setoran dari masyarakat luas. Setelah IPO perusahaan bisa terus-menerus melepas saham baru (rights issue) untuk mendapatkan tambahan modal dari masyarakat luas. Menguangkan intangible asset menjadi modal murah. Modal murah nyaris tanpa batas sampai sekuat perusahaan berekspansi. Itulah yang dilakukan oleh Embraer hingga saat ini.

IPO Trap: Seperti tikus yang masuk perangkap. Tikus mendapatkan makanan yang ternyata menjebaknya
Dengan porsi tambahan modal yang tepat, IPO dan rights issue menjadi sarana luar biasa bagi pertumbuhan perusahaan. Sekali lagi porsinya harus tepat. Jika tidak, perusahaan bisa mengalami apa yang disebut IPO Trap. Jebakan IPO. Narasinya adalah seperti apa yang dialami oleh Jamal dalam film Intan Berduri di atas.

IPO Trap bisa dicegah dan dihindari dengan road map yang tepat
Gambaran tentang IPO Trap adalah seperti yang dialami oleh PT Dua Putra Utama Makmur Tbk (DPUM). Perusahaan hasil laut itu melakukan IPO tahun 2015 dengan melepas 40,12% sahamnya. Melepas langsung 40,12% ini adalah tanda tidak adanya rencana korporatisasi berkelanjutan. Sudah bisa merupakan langkah yang menuju IPO trap.
Dengan 40,12% saham diterbitkan, uang Rp 921 Miliar pun diperolehnya. Nilainya sangat besar dibanding apa yang sebelumnya dimiliki perusahaan berbasis di Pati ini. Aset perusahaan naik dari Rp 311M di awal tahun menjadi Rp 1,575T di akhir tahun. Terjadi kenaikan aset 5x lipat. Sesuatu yang luar biasa. Bisa disebut sebagai “orang kaya baru”.
Apa yang terajdi kemudian? Memang omzet DPUM meningkat drastis. Dari Rp 302 M tahun 2014 menjadi Rp 732 M tahun 2015 dan Rp 967 M tahun 2016. Laba pun naik. Akan tetapi, laba adalah sesuatu yang bersifat nominal. Catatan belaka. Penjualan senilai tersebut ternyata banyak menghasilkan piutang. Barang dikirim ke pembeli tetapi pembayaran belum terjadi. Akibatnya arus kas operasional perusahaan pun minus. Jika tahun 2014 arus kas operasional positif Rp 13 M, tahun 2015 justru minus Rp 98M dan kemudian minus Rp 202 M tahun 2016. Minusnya arus kas operasi tidak bisa tidak harus ditutup dengan menambah utang. Itu jugalah yang dilakukan oleh DPUM. Sepanjang triwulan I tahun 2017, perusahaan mendapatkan tambahan utang bank sebesar Rp 662 Milyar.

IPO Trap: banyak yang bermindset bahwa IPO adalah tujuan utama.
Pembaca yang baik, itulah IPO Trap. Tambahan dana dari IPO mestinya adalah sesuatu yang baik. Tetapi karena terlalu besar maka perusahaan mengalami seperti yang dialami oleh Jamal dalam film Intan Berduri. Tidak tepat dalam mendayagunakan uang dan berakibat buruk terhadap kinerja finansial-nya. Pelajarannya, perusahaan tidak boleh menerima uang dalam jumlah yang diluar kapasitas manajemen. Agar uang tersebut dapat dikelola dengan baik. Agar terhindar dari jebakan. Agar tidak mengalami IPO Trap.
Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram atau Grup WA SNF Consulting
Ditulis oleh Iman Supriyono, CEO SNF Consulting. Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Matan, terbit di Surabaya
Ping-balik: Korporatisasi Langkah Demi Langkah | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Pailit: DAJK | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Ironi Buy Back OJK: Dekorporatisasi | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Korporatisasi Terpaksa: Agung Podomoro | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Bayi Melawan Raksasa: ROE & ROI | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Samudera Indonesia: Pejuang Dulu Pejuang Kini | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Korporatisasi Di Luar Lantai Bursa | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Wardah, Dahlan Iskan & Konsolidasi Kosmetik Nasional | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Korporatisasi Di Luar Lantai Bursa – SNF Consulting
Ping-balik: Korporatisasi Terpaksa: Agung Podomoro – SNF Consulting
Ping-balik: Pelajaran Kepailitan: DAJK – SNF Consulting
Ping-balik: Waskita Beton Digugat Pailit: Induk Sakit Anak pun Sakit | Korporatisasi
Ping-balik: Giant Tutup: Sulitanya Menemukan Kembali RPD | Korporatisasi
Ping-balik: Glorifikasi IPO Kioson: Lunglai Dalam Badai | Korporatisasi
Ping-balik: Isu-isu Stratejik IPO RAFI: Layak Belikah? | Korporatisasi
Ping-balik: Perampok Budiman | Korporatisasi