Perampok Budiman


Persis jam 08.25.  Kereta api Kertajaya yang aku tumpangi sudah tiba di Stasiun Pasar Senin. Tidak biasa aku naik kereta seperti ini. Selama ini Surabaya Jakarta kutempuh melalui perjalanan udara. Kadang melalui Cengkareng. Kadang melalui Halim. Tapi yang pasti aku selalu memilih Garuda. Sesekali saja jika terpaksa pakai Lion atau Citilink. Perjalanan kereta ekonomi kali ini aku tempuh karena keterpaksaan. Bisnisku hancur. Sehancur-hancurnya.

Aku tidak tahu. Sudah dua tahun terakhir ini bakso Karponak yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupanku dua puluh tahun ini hancur. Seolah tidak ada bekas dari keahlian yang kutekuni. Satu demi satu dari puluhan gerai rugi. Beberapa sudah tutup. Yang masih tersisa pada menanggung rugi.

Yang tutup pun tidak begitu saja tutup. Sebagai pendiri dan pemegang saham, aku masih bekerja keras menutupi kerugiannya. Awalnya dengan kas perusahaan. Ketika kas perusahaan habis, uang pribadi pun dipakai untuk menutup kerugiannya. Maka sedikit demi sedikit aset pribadiku ludes. Rumah tinggal pun terjual. Pilihan naik kereta ekonomi ini karena alasan itu.

Sudah tidak ada lagi uang bahkan untuk kereta kelas eksekutif sekalipun. Makan malam di kereta pun aku beli nasi bungkus seharga sepuluh ribu Rupiah di depan Stasiun Pasar Turi kemarin. Minumnya kubawa dari rumah dari galon air isi ulang di rumah kontrakan di gang sempit di kawasan Klampis Ngasem, Surabaya. Memanfaatkan botol aqua ukuran 600 cc  dari hantaran hajatan tetangga siang tadi. Air aslinya sudah aku minum bersama anak-anak. Botol yang kosong aku isi dengan air galon isi ulang di rumah.

Dari Senen aku putuskan jalan kaki menuju All Seasons Hotel. Jarak hampir 4 kilometer itu kutempuh dengan jalan kaki. Untuk berhemat uang di dompet yang hanya cukup untuk sekedar membeli nasi bungkus sampai pulang balik ke Surabaya besok.

Janji bertemu dengan African Capital alias AC, demikian perusahaan yang akan kutemui pagi ini, adalah jam 10. Jadi masih ada waktu untuk mampir di Masjid Cut Meutia nebeng mandi. Sekalian solat duha di masjid yang memang letaknya dilewati perjalanan dari Stasiun Senen ke All Seasons.

Tidak tahu dari mana, di suatu sore tiba-tiba AC menghubungiku. Sudah sebulan ini intensif komunikasi. Semula aku juga ragu, tapi WA chatt dan WA call intensif selama ini cukup meyakinkan. Maka, dengan sisa uang di saku yang serba terbatas, aku putuskan untuk menemuinya siang ini.

Sambil duduk di kloset menjalankan rutinitas pagi di kamar mandi Masjid pikiranku melayang kesana kemari.  Melayang tentang masa lalu. Saat terpuruk awal-awal merintis hidup di mana untuk membeli ban luar sepeda motor saja tidak mampu. Ban luar motor ditambal dari dalam dengan potongan ban bekas. Orang di kampung halamanku menyebutnya dikampas.

Ingatan juga melayang saat ekonomi lagi baik. Menikmati malam-malam indah bersama istri di Hilton Moscow Leningradskaya. Paginya jalan-jalan pagi menikmati awal musim panas yang udaranya terasa mulai nyaman untuk orang tropis menuju kawasan Istana Kremlin. Foto-foto di Gereja warna-warni yang kubahnya mirip masjid. Duduk santai berdua dengan istri di perengan Moscow River. Menikmati salat subuh berjamaah di Historical Mosque sambil menikmati menu halal di kantinnya. Menikmati hasil kerja keras dari Bakso Karponak. Sholat Jumat di Masjid KBRI yang memberi kesempatan kepadaku untuk menyampaikan khutbah. Ngobrol dengan para mahasiswa asal RI yang mendapatkan beasiswa dari pemerintah Rusia. Semua serba indah.

Itulah hidup. Dipertukarkan antara senang dan susah. Antara kaya dan miskin. Dari bergelimang uang jalan-jalan ke tidak kurang dari 30 negara. Menjadi miskin semiskinnya. Tinggal di rumah kontrakan di gang sempit. Utang sepuluh milyar lebih. Dikejar kejar debt collector. Dan pagi ini naik kereta ekonomi lalu jalan kaki tidak kurang dari 5 kilo. Mandi pun nebeng di masjid. Demi sebuah harapan solusi utang dan kondisi yang terpuruk.

&&&

Afrianto Candrakarta. Demikian namanya. African Capital adalah nama perusahaan investasi yang dikelolanya. African adalah singkatan dari nama lelaki seumuranku dengan badan tegap nan kekar itu. Jam 10 persis aku sudah duduk berhadapan di teras Sky Loft Resto All Seasons Hotel. Afri, demikian nama lelaki berambut cepak itu biasa dipanggil, mempersilakanku pesan makanan. Tampaknya dia melihat akuyang sedang kelaparan. Aku pun memilih menu nasi goreng yang porsinya  besar. Agar kenyang. Aku tahu porsinya besar karena memang ketika masa jaya hotel ini merupakan hotel favorit kalau sedang berada di Jakarta. Dekat kemana-mana. Dekat stasiun MRT. Dekat stasiun KRL. Dekat Grand Indonesia. Di belakangnya ada masid kampung yang bisa ditempuh jalan kaki untuk sholat lima waktu berjamaah.

Sambil menikmati nasi goreng dan teh hangat, aku mendengarkan cerita Afri tentang rencana investasi di Karponak. Afri bercerita tentang masa lalunya yang juga terpuruk. Tentang pemecatannya secara tidak hormat dari institusi tempatnya berdinas.  Titik baliknya adalah tahun 2016 saat tax amnesty. Perkenalannya dengan seorang bos besar membuat dia dipercaya dititipi uang lima triliun. Dia pun daftarkan aset itu dengan membayar pajak sesuai aturan tax amnesty.

Uang itu sifatnya titipan. Tapi sang bos tidak mau ada dokumen apapun atas penitipan uang itu. Sang bos memberi contoh seseorang yang kemudian dibunuhnya karena mencederai kepercayaan. Dititipi uang seperti yang dititipkan kepada Afri kemudian mencederai kepercayaan. Uangnya digelapkan. Sang bos menceritakan bahwa orang itu kemudian dibunuhnya dengan skenario tingkat tinggi. Orang itu disekap beberapa hari. Kemudian ditembak di kepalanya. Lalu jenazahnya dimasukkan drum. Lalu drum dipenuhi adonan semen. Setelah semen kering jenazah dibuang ke laut bersama drumnya. Skenario tingkat tingginya membuat sampai sekarang tidak ada satu pun orang yang bisa mengungkap hilangnya orang ini. Semua kemungkinan pengungkapan ditutupnya dengan skenario seperti di film-film detektif. Maka Afri terus bekerja memastikan bahwa dia tidak menghianati amanat uang itu. Takut dibunuh dan mayatnya disemen dibuang ke laut.

Siang itu Afri menegaskan kembali penawaran yang diberikan padaku. AC akan mengakuisisi 95% sahamku di PT Korponak Dimana Mana yang kini terpuruk. Ditawarkan kepadaku harga Rp 15 miliar.

Rencananya, setelah akuisisi akutetap akan menjadi direktur operasional. Dirutnya orangnya Afri. Setelah itu AC akan menambah setoran modal ke  Korponak tanpa agio saham sebagai bagian dari restrukturisasi dan perbaikan kinerja. Tanpa agio saham ini artinya adalah tidak ada penghargaan sama sekali terhadap merek Karponak yang selama ini sudah sangat dikenal di masyarakat. Target selanjutnya adalah IPO. Aku pun menerima transaksi itu. Sebenarnya tidak mudah melepas Korponak. Tapi bagaimana lagi. Terpaksa. Aku tidak mau menanggung beban utang. Aku tidak mau mati meninggalkan utang setumpuk kepada anak istri.

Dan memang benar, begitu AC menjadi pemegang pengendali, Karponak menerbitkan saham kembali dengan harga par value. Pembelinya semuanya adalah AC. Total dana masuk adalah Rp 10 miliar. Dana inilah yang digunakan untuk mempercantik laporan keuangan Karponak. Cantik secara angka. Walaupun sebagai direktur operasional aku tahu persis bahwa kondisi gerai-gerai pada terpuruk. Menanggung rugi. Revenue and profit driver alias RPD nya sirna. Uang yang diinvestasikan perusahaan untuk membangun gerai bukan berbuah laba. Tapi justru berbuah rugi. Membuat gerai beru bermakna memfoto kopi kerugian.

&&&

Akhir Maret 2022. Itulah tanggal yang sangat bersejarah bagi Karponak. Tanggal mulainya saham Karponak dengan kode saham KARP diperdagangkan di lantai bursa. Beberapa menit sejak dibuka langsung menyentuh angka ARA. Auto Rejection Atas. Harga saham menjadi Rp 125 rupiah. Naik 25% dari harga IPO.

ARA ini dalam beberapa menit ini memang sudah menjadi bagian dari skenario AC. Skenario lengkapnya begini. KARP IPO dengan menerbitkan satu miliar lembar saham baru. Nilai nominal per lembar saham Rp 10. Dilepas dengan harga Rp 100. Dengan demikian target IPO adalah Rp 100 miliar.

Untuk menciptakan animo investor yang bagus, maka AC mengerahkan investor-investor lain. Ada belasan orang yang nasibnya seperti Afri. Mendapatkan titipan uang dari sang bos besar. Belasan orang  itulah juga membuat perusahaan-perusahaan investasi seperti AC. Perusahaan-perusahaan inilah yang saat book building ikut memesan saham. Total pemesanan pun menjadi Rp 1 triliun lebih. Over subscribe 10 x. Semua uang dari si bos besar. Inilah yang kemudian terbukti dalam beberapa hari IPO. ARA berkali kali Harga saham naik menjadi Rp 300.

Bukan hanya itu. AC dan kawan-kawannya juga memanfaatkan kekuatan media sosial dan endorsement. Beberapa pejabat memberi ucapan selamat saat KARP melantai. Beberapa menteri, beberapa gubernur, beberapa pengusaha top, artis dan macam-macam. Inilah yang membuat publik makin percaya kepada KARP. Untuk beberapa minggu saham stabil pada angka Rp 300.

Aku tahu beberapa mahasiswa yang tinggal di kampung tempatlku kontrak rumah juga ikut membeli. Kampung itu memang dekat dengan ITATS, Universitas Narotama dan STIESIA. Tentu uang mereka kecil. Namanya juga mahasiswa. Ada yang membeli dengan Rp 100 ribu. Bahkan ada yang hanya Rp 50 ribu. Mereka suka membelinya karena endorsement dari para pesohor. Juga karena mereka rata-rata adalah pelanggan bakso Karponak.

Nah, pada harga Rp 300 itulah perlahan lahan perusahaan-perusahaan investasi kawan-kawan Afri melepas sahamnya. Sampai habis. Mereka pun mendapatkan dana sekitar Rp 300 miliar. Angka itu nilainya 3x lipat dari dana yang masuk ke KARP saat IPO. Dengan demikian perusahaan-perusahaan investasi pengelola uang bos besar laba Rp 200 miliar.

Dan bukan hanya itu, pihak-pihak terkait IPO pun ternyata adalah orang-orang kepercayaan si bos besar. Dan pihak-pihak terkait IPO itu semua minta fee. Dan yang menyedihkan, Karponak harus membayar fee berbagai konsultan itu semua sekitar Rp 40 miliar. Cash back. Total Rp 240 miliar dikurangi dana akusisi dan penerbitan saham sebelum IPO Rp 25 miliar maka bos besar masih cwan Rp 215 miliar. Aku protes. Tapi aku tidak bisa berbuat banyak karena semua diputuskan di RUPS dan aku hanya menjadi pemegang saham tidak sampai 5% setelah masuknya dana 10 miliar sebelum IPO dari AC.

Cash back itu tentu membuat kinerja keuangan KARP  berat. Tentu akan dibukukan sebagai biaya atau biaya dibayar di muka. Selanjutnya diamortisasikan. Dan efeknya, saat amortisasi itu terjadi, kinerja keuangan KARP memburuk. Begitu laporan keuangan dipublikasikan, respons pasar langsung memburuk. Maka, dua tahun setelah IPO harga KARP berhenti di angka Rp 50. Menjadi saham gocap. Mengalami apa yang disebut IPO Trap. Tapi ini IPO Trap yang memang sudah dirancang oleh jaringan si bos besar. Afri dan kawan-kawan hanya pelaksana.

Dan sebagai direktur operasional, ak lah yang harus menghadapi kondisi buruk itu. Termasuk menghadapi para pemasok yang piutangnya sudah macet berbulan-bulan di Karponak. Di sini aku mengalami malu untuk kedua kalinya. Dua tahun lalu malu karena beban utang pribadi Rp 10 miliar. Lalu terselesaikan dengan akuisisi AC Rp 15 miliar. Kini malu dan dikejar-kejar pemasok karena utang Karponak. Dan aku tahu Undang Undang PT menyebut bahwa direktur, termasuk aku, bisa dituntut bertanggung jawab secara pribadi terhadap utang perusahaan.

Tepat 3 tahun setelah IPO, Karponak dinyatakan pailit oleh pengadilan. Aku terpukul bukan main. Bahkan beban ini jauh lebih berat dari pada saat-saat aku dihubungi Afri tiga tahun lalu. Kepailitan Karponak tidak berhenti pada harta Karponak. Para pemasok menuntut direksi bertanggung jawab secara pribadi. Dan di pengadilan aku kalah. Para lawyer pemasok membongkar cash back saat IPO. Aku pun harus menanggung secara pribadi. Uang sisa penjualan 95% saham habis untuk membayar utang perusahaan atas keputusan pengadilan.

Stress berat. Kontrakan habis. Uang sekolah anak-anak tertunggak beberapa bulan dan terancam tidak ikut ujian. Istri mengajukan gugatan cerai. Di ruang sidang pengadilan agama, aku berteriak sekeras-kerasnya stress berat menghadapi kenyataan.

&&&

“Abi-abi…bangun. Sudah hampir subuh. Ayo salat tahajud. Umi sudah ambil air wudhu. Ahmad, Fatimah, Aisyah, dan Ali sudah pada ambil air wudhu. Ayo abi segera ambil air wudhu dan menjadi imam salat tahajud.”

Subhanallah. Istri cantik salihahku membangunkan. Ternyata aku hanya bermimpi. Mimpi tentang sang bos besar yang menjadi perampok budiman. Melakukan pencucian uang hasil merampok uang negara melalui tax amnesty. Memanfaatkan orang-orang yang dalam keterpaksaan. Lalu duit yang sudah dicuci itu dilipat gandakan dengan merampok uang investor ritel di lantai bursa. Merampok perusahaan-perusahaan dari para founder yang terjerat masalah dari perbuatannya sendiri. Perusahaan belum menemukan RPD di-scale up dengan memanfaatkan uang para investor khilaf. Aset ditanam bukan menghasilkan laba. Tapi menghasilkan rugi. Memfoto kopi kerugian dengan uang para investor khilaf. Ujung ujungnya utang menumpuk. Mempertahankan gaya hidup tingginya dengan terus mencari investor khilaf baru. Dan suatu saat akan meledak dan menyerah ke pangkuan para perampok budiman di lantai bursa. Terlihat menolong tapi sebenarnya merampok. Disebut budiman karena secara legal tidak salah dan tidak bisa dituntut. Seperti mimpiku malam ini. Naudzubillah.

Alhamdulillah. Suara dan tangan lembut istri masih membangunkan dari mimpi burukku. Anak-anak masih setia ikut salat tahajud bersama di mushala rumah di lantai 2. Yang cowok salat wajibnya biasa berjamaah di masjid. Karponak masih menjadi perusahaan kuliner terbesar negeri ini. sedang bersiap masuk ke beberapa negara tetangga. Tiap tahun terus menerbitkan saham di luar lantai bursa. Ada pemegang sahamnya berupa nazir wakaf korporat. Menegaskan bahwa Karponak adalah perusahaaan dakwah. Perusahaan yang menjayakan umat dan bangsa di kancah percaturan bisnis global. Par value, book value, market value tetap tumbuh seperti yang direncanakan. Menjalani langkah demi langkah dari 8 langkah corporate life cycle. IPO nya nanti kalau sudah kesulitan mencari investor di luar lantai bursa karena besarnya kebutuhan dana ekspansi. Agar tidak terjebak glorifikasi IPO. Agar tidak terjebak IPO Trap. Agar tumbuh secara berekelanjutan sampai menjadi korporasi sejati. Itulah visiku, Karpo, sebagai founder can CEO bakso Karponak.

Cerpen ini adalah tulisan ke-392 Iman Supriyono di web ini. Ditulis pada tanggal 25 November 2022 di SNF Consulting House of Management. Cerpen ini adalah murni fiksi. Jika ada kesamaan atau kemiripan nama atau peristiwa, semua adalah kebetulan belaka.

Baca Juga
Cerpen: Si Tukang Bakso Triliuner

Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram  atau Grup WA KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi

Atau ikut KELAS KORPORATISASI

12 responses to “Perampok Budiman

  1. Critane mengalir, menghanyutkan dan juga mencerahkan

  2. Penyampaian Ilmu yang sangat terukur dan keren serta inovatif Cak Iman

  3. Mirip cerita kebab yg baru naik, tp masih enjoy skrng.

  4. Ping-balik: Sapi Perah atau Scale Up: 4 Level Pertumbuhan Bisnis | Korporatisasi

  5. Ping-balik: Bahaya IPO UKM | Korporatisasi

  6. Ping-balik: Ghosf Flight: Autopilot Bisnis? | Korporatisasi

  7. Ping-balik: Ghost Flight: Autopilot Bisnis? | Korporatisasi

  8. Ping-balik: Mengapa Crowdfunding Bermasalah? | Korporatisasi

  9. Ping-balik: ZATA, Mengapa Gocap? | Korporatisasi

  10. Ping-balik: ZATA, Mengapa Gocap? – renosnf

  11. Ping-balik: IPO Ayam Nelongso: Tanda Tanya Besar | Korporatisasi

  12. Ping-balik: Mengapa Nilai XXI Turun Drastis? | Korporatisasi

Tinggalkan komentar