Saratoga Rugi Rp 10 Triliun: Bahaya Tidak?


Laporan keuangan teraudit Saratoga tahun 2023 mencatatkan rugi tahun berjalan sebesar Rp 10 triliun. Gak bahaya ta? Apakah ini tidak membahayakan perusahaan investasi terdepan di negeri merah putih ini? Bagaimana bisa rugi sebesar itu? Saya akan menjelaskannya dengan format poin-poin.

  1. Sebagai perusahaan investasi, pendapatan Saratoga terdiri dari dua sumber utama. Sumber utama pertama adalah capital gain (lost) yaitu kenaikan (penurunan) harga saham yang dimiliki. Salah satu saham yang dipegang Saratoga adalah Adaro. Pada awal akhir tahun 2022 adalah Rp 3 850. Akhir tahun 2023 harganya turun menjadi Rp 2 380. Maka rugi setiap lembar saham Adaro adalah Rp 1 470.
  2. Sumber kedua adalah dividen. Adaro sebagai salah satu investee bagi Saratoga misalnya membagikan dividen sebesar Rp 199,98 rupiah per lembar saham.
  3. Sumber pertama memberikan Saratoga rugi sebesar Rp 13,81 triliun. Kerugian ini sebenarnya adalah berupa potensi. Saham yang dipegang ini tidak dijual sehingga tidak ada kerugian riil bagi Saratoga. Hanya saja, karena PSAK mengatur seperti ini maka kerugian harus diakui walaupun masih bersifat potensi.
  4. Atas dasar PSAK ini maka dalam 5 tahun terakhir berturut turut laba (rugi) dari sumber ini masing adalah laba Rp 6,2 triliun, laba Rp 8,4 triliun, laba Rp 24,4 triliun, laba Rp 3,7 triliun dan terakhir tahun 2023 rugi sebesar Rp 6,2 triliun
  5. Dari sumber utama kedua dalam 5 tahun terakhir Saratoga mengantongi Rp 2 triliun, Rp 768 miliar, Rp 1,66 triliun, Rp 2,6 triliun dan terakhir tahun 2023 Rp 2,8 triliun
  6. Beban usaha paling besar Saratoga adalah gaji sekitar 50 orang karyawannya. Dalam 5 tahun terakhir  biaya usaha secara berturut-turut adalah Rp 157 miliar, Rp 182 miliar, Rp 153 miliar, Rp 232 miliar dan pada tahun 2023 sebesar  Rp 222 miliar. Perhatikan bahwa angka ini jauh di bawah pendapatan dividen. Artinya, secara operasional Saratoga sangat sehat.
  7. Dengan modal PSAK seperti di atas, secara laporan keuangan akan lebih tepat jika kita juga membaca laporan arus kas. Arus kas operasional Saratoga sepanjang 5 tahun terakhir masing-masing adalah sebagai berikut: 675 miliar, Rp 367 miliar, minus Rp 362 miliar, Rp 3,7 triliun dan tahun 2023 sebesar Rp 1,4 triliun. Kas operasional bagi perusahaan investasi seperti. Saratoga adalah termasuk transaksi pembelian dan penjualan saham. Jadi ketika kas operasional minus bukan berarti perusahaan dalam bahaya. Kas operasional minus artinya Saratoga berinvestasi dengan kecepatan yang lebih tinggi dibanding perolehan kas dari penjualan saham dan pendapatan dividen
  8. Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa rugi Rp 10 triliun atau tepatnya Rp 10,15 triliun bagi Saratoga bukanlah sebuah kondisi yang membahayakan apalagi kritis.
  9. Seiring dengan kerugian tersebut, aset Saratoga juga mengalami penurunan dari Rp 63,7 triliun pada akhir tahun 2022 menjadi Rp 50,9 triliun pada akhir tahun 2023. Ini juga bukan sesuatu yang membahayakan Saratoga. Mengapa? Karena Saratoga adalah perusahaan investasi, bukan trader saham. Saham dimiliki tidak untuk diperjual belikan karena naik turunnya harga di lantai bursa. Mereka memegang saham jangka panjang. Bahkan panjang sekali untuk menikmati pertumbuhan nilai, ROI dan dividennya.
  10. Hal serupa juga terjadi pada BlackRock, perusahaan investasi dengan aset kelolaan terbesar dunia. Akhir tahun 2021 aset kelolaannya USD 10,01 triliun alias Rp 160 ribu triliun. Tahun 2022 turun menjadi USD 8,59 triliun alias Rp 139 Ribu triliun. Nilainya menyusut alias rugi Rp 21 ribu triliun. Bahayakah? Tidak karena angka kerugian itu tidak dieksekusi. Hanya potensi rugi. Hanya fluktuasi pasar dan memang tahun 2023 nilainya naik lagi menjadi USD 10 triliun lagi.

Pembaca yang baik, demikianlah penjelasan tentang kerugian Saratoga. Rugi hanya dalam catatan yang memang mengikuti standar akuntansi mesti begitu. Tapi secara operasional tetap melimpah ruah. Tahun 2023 Saratoga membagi dividen sebesar Rp 1,013 triliun. Dengan demikian maka  Sandiaga Uno misalnya sebagai pemegang 21,51% saham menerima dividen sebesar Rp 217,9 miliar. Jauh lebih besar dari pada gajinya sebagai menteri heheehe. Pembaca yang baik, Anda sudah mendapatkan pelajaran?

Artikel ke-446 karya Iman Supriyono ditulis di kantor pusat SNF Consulting, Sinarmas Land Plaza lantai 9, Jalan Pemuda 60-70 Surabaya, pada tanggal 17 April 2024

Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram  atau Grup WA KORPORATISASI atau hadiri KELAS KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi

Tinggalkan komentar