Mengapa Nilai XXI Turun Drastis?


PT Nusantara Sejahtera Raya Tbk. alias XXI sudah hadir di dunia layar bioskop sejak tahun 1987 dengan beroperasinya Studio 21 di Jl. Thamrin No. 21 Jakarta pada tahun 1987. Secara legal perusahaan ini berdiri dengan nama PT Subentra Nusantara pada tahun 1988. Nama PT Nusantara Sejahtera Raya dipakai sejak tahun 1998 melalui perubahan akta.

Per 31 Desember 2022 perusahaan ini mengoperasikan 225 bioskop dengan 1 216 layar di 55 kota seluruh Indonesia. Pada tanggal tersebut aset perusahaan adalah Rp 6,76 triliun dengan utang Rp 4,11 triliun. Dengan ekuitas Rp 2,65 triliun maka rasio utang terhadap ekuitas (DER, debt to equity rasio) saat itu adalah 1,55. Cukup tinggi. Omzet tahun itu adalah Rp 2,70 triliun dengan laba tahun berjalan Rp 504 miliar.

Agustus 2023 perusahaan ini melakukan IPO dengan menerbitkan 8,34 miliar lembar saham bernilai nominal Rp 8 per lembar. Harga penawaran adalah Rp 270 per lembar alias Rp 2,25 triliun untuk seluruh saham yang diterbitkan melalui IPO. Dengan jumlah lembar saham yang telah diterbitkan setelah IPO sebesar 83,35 miliar lembar maka dengan demikian nilai (pasar) perusahaan adalah Rp 22,5 triliun. Penawaran tersebut kemudian dieksekusi. Hasilnya, menurut laporan arus kas 2023 perusahaan ini menerima uang kas Rp 2,17 triliun dari IPO.

Untuk apa dana IPO? Di prospektus 65% dana akan digunakan untuk pengembangan yaitu berupa membangun bioskop baru dan pembelian peralatan teknologi baru. Sekitar 20% akan digunakan untuk pembayaran utang bank. Sekitar 15% digunakan untuk modal kerja.

Bagaimana realisasi penggunaan dana IPO? Laporan arus kas 2023 menyebutkan XXI melakukan pengeluaran kas untuk pembayaran utang bank sebesar Rp 2,80 triliun dan pembayaran dividen tunai Rp 600 miliar. Dengan kebijakan kas seperti itu maka aset akhir 2023 adalah Rp 7,37 triliun. Hanya naik 9% dari posisi akhir tahun sebelumnya sebesar Rp 6,76 triliun.

Bagaimana dampaknya terhadap kinerja omzet dan laba perusahaan? Omzet tahun 2023 adalah Rp 5,23 triliun alias naik 19% dari tahun sebelumnya. Laba tahun berjalan Rp 742 miliar alias naik 47% dari tahun sebelumnya. Kenaikan laba yang jauh lebih tajam dibanding kenaikan omzet ini terjadi karena pendapatan makanan minuman yang naik 29% dari Rp 1,43 triliun pada tahun 2022 menjadi Rp 1,85 triliun pada tahun 2023. Biaya makanan minuman hanya naik dari Rp 394 miliar menjadi Rp 504 miliar. Dengan demikian laba kotor dari makanan minuman naik dari Rp 1,04 triliun menjadi 1,35 triliun. Makanan minuman berkontribusi Rp 310 miliar terhadap kenaikan laba kotor perusahaan. Inilah kontributor besar dari kenaikan laba perusahaan pada tahun 2023. Bukan hasil eksekusi penggunaan dana IPO sebagaimana di prospektus.

Nah, dengan kinerja keuangan seperti di atas, mari kita hubungkan dengan nilai (pasar) perusahaan. Di hari pertama melantai, 2 Agustus 2023 saham XXI mencapai posisi tertinggi dengan Rp 300 per lembar saham. Dengan demikian nilai pasar tertinggi perusahaan pada  hari itu adalah Rp 25,0 triliun. Penutupan pasar minggu lalu nilai pasar adalah Rp 18,5 triliun. Turun 26% dibanding posisi tertinggi hari pertama melantai. Turun 18% dari harga penawaran sesuai prospektus.

XXI sudah aman dari permainan para pedagang di pasar. Angkanya sudah jauh dari Rp 10 triliun sebagai angka cut off dari SNF Consulting  untuk stabilitas harga di pasar. Sudah jauh dari angka rawan permainan para gambler dan trader. Dengan ini maka bisa kita simpulkan bahwa penurunan nilai pasar XXI memang terjadi karena masalah fundamental.

Berdasarkan data dan analisis di atas, menurut laporan tahun 2023 memang XXI bisa dikatakan belum menggunakan dana hasil IPO sesuai rencana. Menggunakan kerangka corporate life cycle dari SNF Consulting, bisa disimpulkan XXI belum melakukan scale up melalui IPO. Dana IPO sebagian besar digunakan untuk membayar utang bank. Dengan demikian, wajar sekali jika nilai (pasar) XXI menurun. Sesuai antara kondisi fundamental dengan kinerja saham di pasar.

Dengan kondisi fundamental seperti yang diuraikan di atas, saat ini rasio laba terhadap nilai (pasar) XXI addalah 39,14. Artinya, investor yang membeli saham pada harga saat ini hanya mendapatkan ROI 2,6%. Angka yang juga merupakan cost of capital XXI dari sumber ekuitas ini terlalu rendah jika melihat posisi pemain bioskop terbesar tanah air ini dalam kerangka CLC. Dengan ini maka harga saham sangat mungkin akan turun lagi paling tidak sekitar 25% dari posisi hari ini.

Bagaimana ke depan? Ya tentu saja tergantung bagaimana manajemen XXI melakukan scale up sesuai revenue and profit driver (RPD)nya. Kita tunggu saja laporan selanjutnya. Jika manajemen konsisten menambah unit bioskop atau jumlah layar sebagai RPD, omzet dan laba akan meningkat seiring dengan peningkatan aset. Mestinya nilai pasar juga akan meningkat secara linier. Jika manajemen tidak melakukan hal itu, nilai pasarnya juga sulit untuk naik. Apalagi naik secara eksponensial yang mestinya bisa dicapai dengan  scale up secara terus-menerus.  Pertanyaan untuk direksi XXI, apa yang akan Anda lakukan ke depan?

Artikel ke-442 karya Iman Supriyono ini ditulis pada tanggal 18 Maret 2024 di lantai 5 hotel Luminor, pusat kota Purwokerto..

Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram  atau Grup WA KORPORATISASI atau hadiri KELAS KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi

Baca Juga:
Mengapa nilai Avian Merosot Pasca IPO?
IPO Ayam Nelongso: Tanda Tanya Besar
Isu Stratejik IPO RAFI
Zata Mengapa Gocap?
Perampok Budiman Lantai Bursa

Tinggalkan komentar