Garuda Masker Lima: Masalah Tata Kelola


Ini adalah tanggapan saya untuk tulisan Dahlan Iskan yang berjudul “Garuda Masker Lima”. Ada masalah tata kelola di Garuda sebagaimana terungkap dalam tulisan tersebut. Wajar jika Garuda mengalami masalah akut seperti yang terjadi saat ini.  Bahkan masalah ini juga terjadi pada BUMN lain.  Bagaimana solusinya?  Silakan baca catatan guru kepenulisan saya tersebut sebelum membaca tulisan ini. Untuk memudahkan, saya akan menuliskannya dalam bentuk poin-poin.

  1. Pak Dahlan, demikian saya biasa memanggilnya,  menyampaikan bahwa korupsi di Garuda yang dilakukan oleh Emirsyah Sattar tidak bisa diketahui oleh dirinya sebagai menteri, CT sebagai salah satu pemegang saham besar, dan komisaris. Mengapa demikian? Pak Dahlan menjelaskannya karena di BUMN tidak bisa seperti di swasta yang semuanya dilakukan oleh owner.  Saya tidak setuju penjelasan ini. Menurut saya, ini terjadi karena komisaris tidak difungsikan sebagaimana mestinya. Tata kelola perusahaan diabaikan.
  2. Komisaris yang semestinya adalah pengawas direksi tidak diposisikan sebagai pengawas. Tetapi justru diposisikan sebagai atasan direksi.  Caranya dengan mendelegasikan kewenangan RUPS pada komisaris. Direksi harus meminta persetujuan komisaris untuk keputusan-keputusan penting. Dengan demikian, direksi hanya sebagai “tukan membuat proposal”. Keputusan sebenarnya pada di tangan komisaris
  3. Mestinya, sesuai UU PT, direksi berwenang membuat keputusan apapun sampai batas maksimal 50% dari aset bersih perusahaan. Keputusan dengan nilai lebih dari itu harus mendapatkan persetujuan RUPS. Bukan persetujuan komisaris.
  4. Dengan cara sebagaimana pada tulisan Pak Dahlan itu, direksi sifatnya hanya membuat pengajuan keputusan kepada komisaris. Komisaris lah yang membuat keputusan sebenarnya. Dengan cara itu, lalu siapa yang mengawasi keputusan komisaris? Jelas tidak ada.
  5. Pemegang saham tidak mungkin bisa mengawasi komisaris kecuali dengan mengintervensi kewenangan direksi atau komisaris.  Jika ini dilakukan, maka yang terjadi adalah justru “menyelamatkan” direksi dan komisaris dari risiko terbesar atas jabatannya. Nikmat sekali menjadi direksi dan komisaris semacam ini.  Gajinya dan tantiemnya besar, tapi risikonya tetap ditanggung si pemegang saham.
  6. Risiko terbesar jabatan direksi dan komisaris adalah tanggung jawab sampai harta pribadi saat perusahaan pailit. Sesuai UU PT, direksi dan komisaris bisa bertanggung jawab sampai harta pribadi. Tentu ini melalui keputusan pengadilan.
  7. Pak Dahlan membandingkannya dengan perusahaan swasta. Disampaikan bahwa pada perusahaan swasta, keputusan pengadaan yang begitu besar ada di tangan owner. Ini menunjukkan dua kesalahan. Kesalahan pertama adalah bahwa sebutan pemilik menunjukkan bahwa paradigma masih perusahaan perorangan. Paradigma ownership. Bukan paradigma shareholder. Bahwa perusahaan yang dimaksud hanyalah sebuah pseudo company dengan pseudo CEO.  Kesalahan kedua, ikut campurnya pemagang saham pada keputusan direksi justru telah “menyelamatkan” direksi dari risiko terbesar atas jabatannya. Sama dengan yang terjadi di BUMN pada penjelasan di atas
  8. Lalu bagaimana solusinya agar korupsi tidak terjadi di BUMN dan perusahaan swasta tanpa cara-cara yang seperti dituliskan pak Dahlan tersebut? Posisikan direksi dan komisaris sebagaimana mestinya.  Seperti apa? Baca tulisan saya tentang hal itu di sini.
Pelajari KORPORATISASI dengan gabung grup WA Asuhan SNF Consulting

Bagaimana perusahaan Anda? Saatnya berbenah dengan melakukan korporatisasi. Menapaki 8 step dalam corporate lyfe cycle satu demi satu. Masuk KELAS KORPORATISASI untuk mempelajarinya secara lebih serius. Moga sukses!

Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram  atau Grup WA SNF Consulting

Baca juga:
Korporatisasi perusahaan keluarga
Korporatisasi menghindari pseudo CEO
Waskita Beton digugat pailit: anak sakit induk sakit
Harapan BSI, nyata atau fatamorgana
BUMN berjamaah merger akuisisi
Wika gali lobang tutup lobang
SWF antara harapan dan belenggu
Corporate life cycle
Enam Pilar Kemerdekaan Ekonomi Umat dan Bangsa
Korporatisasi: Asal Muasal

Artikel ke-329 karya Iman Supriyono ini ditulis di SNF Consulting House of Management, Mulyorejo, Surabaya, pada tanggal 4 Juni 2021

3 responses to “Garuda Masker Lima: Masalah Tata Kelola

  1. Mantapp dan terperinci penjelasan nya pak.
    Bravo pak Iman.
    Di point no.7, fatal sekali kesalahan berpikir nya pak Dahlan.
    Moga2 tulisan ini bisa dibaca pak Dahlan.

  2. Ping-balik: Garuda, Inalum, Pertamina : Direksi & Komisaris Lalai? | Korporatisasi

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s