Masalah Jiwasraya meledak. Sebenarnya sudah masalah lama. Direksi pun sudah berganti-ganti. Terus terakumulasi hingga akhirnya berbilang puluhan triliun.
Kejahatan pihak tertentu? Mega korupsi? Perampokan besar-besaran kekayaan negara untuk biaya politik? Sudah banyak analisis dari sudut pandang ini. Masalah korupsi. Penyelewengan. Fraud. Biarlah pihak yang berwenang seperti BPKP, Kejaksaan, Kepolisian atau KPK yang menjawabnya.

Nasib Jiwasraya ibarat telur diujung tanduk
Saya akan membahasnya dari sudut pandang sesuai dengan bidang yang ditekuni SNF Consulting, kantor konsultan manajemen di mana saya berkarya. Membahasnya dari kaca mata strategic management. Kaca mata strategic finance. Untuk keperluan ini saya akan membandingkan Jiwasraya dengan salah satu pesaing utamanya: Prudential. Keduanya bersaing head to head pada industri asuransi jiwa di tanah air. Apa kelemahan Jiwasraya? Mengapa bisa terjadi? Bagaimana solusinya? Saya akan menuliskannya dalam bentuk poin-poin berikut ini:
- Jiwasraya sudah hadir di dunia bisnis sejak 31 Desember 1859 sebagai Nederlandsch Indiesche Levensverzekering en Liffrente Maatschappij van1859 alias NILLMIJ di Hindia Belanda. NILLMIJ adalah asuransi jiwa pertama di tanah air yang kemudian disebut sebagai Republik Indonesia ini. Dengan demikian, beberapa hari lagi akan genap berusia 160 tahun. Tahun 1960 NILLMIJ dinasionalisasikan dengan nama PT Perusahaan Pertanggungan Djiwa Sedjahtera. Selanjutnya dilebur bersama 9 asuransi jiwa peninggalan Belanda lain dan diubah menjadi Perusahaan Negara Asuransi Djiwa Eka Sedjahtera. Diubah lagi menjadi Perusahaan Negara Asuransi Djiwa Djasa Sedjahtera pada tanggal 1 Januari 1965 melalui keputusan menteri. Tahun 1966 diubah lagi menjadi Perusahaan Negara Asuransi Djiwasraja melalui peraturan pemerintah. Tahun 1973 badan hukumnya diubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Jiwasraya. Tahun 1984 menjadi PT Asuransi Jiwasraya hingga saat ini.
- Prudential Plc. Lahir di London Mei 1848 sebagai The Prudential, Investment, Loan, and Assurance Association. September 1848 namanya diubah menjadi The Prudential Mutual Assurance, Investment, and Loan Association. Berubah status menjadi Limited Company (plc, public limited company, di Indonesia disebut PT) tahun 1881. Go public di London Stock Exchange tahun 1978. Kini Prudential Plc. adalah perusahaan asuransi Jiwa terbesar ke-4 di dunia dalam hal laba, omzet, aset dan nilai perusahaan menurut catatan Forbes tahun 2019.
- Menarik sekali. Secara usia Jiwasraya hanya terpaut 11 tahun dengan Prudential. Bisa dikatakan bahwa Prudential adalah si kakak dan Jiwasraya adalah si adik. Jadi secara historis keduanya sangat menarik untuk untuk dibandingkan. Juga menarik karena sebagaimana saya sebut diatas, Jiwasraya dan Prudential keduanya head to head dalam pasar asuransi jiwa di tahan air. Kakak adik yang nasibnya berbeda langit-sumur. Si kakak menjadi pemain utama dunia. Si adik justru seperti telur di ujung tanduk.
- Bagaimana perbandingan detailnya? Mari kita perhatikan angkanya. Hingga saat ini Jiwasraya belum menyampaikan laporan keuangan tahun 2018. Dengan demikian angka terakhir yang bisa kita jadikan patokan adalah laporan keuangan teraudit 2017. Angkanya: aset Rp 46 triliun yaitu berupa investasi sebesar Rp 42 triliun alias 91% dari total aset. Sisanya adalah aset non investasi sebesar Rp 3 triliun (selisih terjadi karena pembulatan).
- Tentang keterlambatan laporan keuangan ini sudah menunjukkan paling tidak, adanya dua poin kelemahan Jiwasraya. Pertama, direksi telah berbuat kesalahan dengan tidak menjalankan tugas administratifnya yaitu mencatat dan melaporkan setiap pergerakan aset perusahaan satu demi satu sesuai standar akuntansi tepat pada waktunya. Kesalahan kedua, komisaris tidak menjalankan tugas pengawasan administratif. Komisaris berkewajiban mengawasi direksi dalam mencatat dan melaporkan setiap pergerakan aset perusahaan satu demi satu sesuai standar akuntansi tepat pada waktunya. Silakan membaca tulisan saya tentang tugas direksi dan komisaris secara detail pada link ini.
- Direksi Prudential telah menjalankan tugas administratifnya dengan baik. Laporan keuangan tahun 2018 telah tersaji sesuai standar manajemen. Tetapi untuk bisa membandingkan titik waktu yang sama, maka saya akan menggunakan angka Prudential pada laporan keuangan tahun 2017.
- Aset Prudential adalah GBP 494 miliar alias Rp 8 961 triliun dengan kurs saat ini. GBP 451 miliar (Rp 9 181 triliun) alias 91% dari total aset diantaranya adalah berupa aset investasi. Total aset si kakak adalah 195 kali dari aset si Adik. Proporsi investasi si kakak dengan si adik juga persis sama yaitu 91%.
- Total ekuitas Jiwasraya adalah Rp 6 triliun (pembulatan). Pada periode yang sama ekuitas si kakak adalah GBP 16 miliar alias Rp 290 triliun alias 48 kali si adik.
- Ekuitas adalah nilai buku yang diperoleh dari catatan mutasi aset secara historis. Di pasar, ekuitas Prudential saat ini dihargai GBP 37,5 milar alias Rp 680 triliun. Nilai pasarnya 2,3 kali nilai buku. Angka ini bisa diterjemahkan bahwa masyarakat investor menilai total intangible asset Prudential (berupa merek, jaringan global, kekuatan manajemen dan sebagainya) adalah Rp 390 triliun.
- Berapa nilai pasar Jiwasraya? Karena belum go public maka kita tidak bisa menilainya dengan mudah. Salah satu layanan SNF Consulting adalah valuasi yaitu menghitung nilai pasar wajar dari sebuah perusahaan untuk keperluan korporatisasi, akuisisi maupun merger. Tetapi tentu saja tidak memungkinkan untuk melalui tulisan ini nilai Jiwasraya ditentukan. Membutuhkan riset yang cukup untuk menentukan nilai secara wajar dan komprehensif dari sebuah perusahaan. Singkat kata, untuk keperluan tulisan ini kita tidak bisa mendapatkan berapa nilai pasar (value) Jiwasraya.
- Total utang (liabilitas) Jiwasraya adalah Rp 40 triliun alias 6,6 kali ekuitas. Si kakak memiliki liabilitas GBP 477,5 milar (Rp 8 671 triliun) alias 29,8 kali ekuitas. Dunia asuransi memiliki batas modal minimum berbasis risiko (MMBR) atau risk based capital (RBC) sesuai regulasi di negara dimana perusahaan berada. Kewajiban MMBR Jiwasraya sesuai regulasi adalah 3,6 triliun. Modal berbasis risiko Jiwasraya adalah 132% dibanding MMBR. Sesuai ketentuan di UK sebagai negara dimana Prudential berkedudukan, RBC Prudential berada pada angka 178% dari angka minimum yang diwajibkan regulator. Dari sini dapat dibaca bahwa kedua asuransi ini telah memenuhi dan cukup sehat dari kaca mata kewajiban penyediaan modal minimum sesuai risiko yang ditanggungnya.
- Bagaimana sebuah asuransi bekerja bisa tercermin dari laporan laba ruginya. Tahun 2017 Jiwasraya membukukan pendapatan total sebesar Rp 25,1 triliun yang terdiri dari pendapatan premi Rp 21,6 triliun dan pendapatan hasil investasi Rp 3,4 triliun. Pendapatan itu kemudian digunakan untuk membayar beban-bebannya. Beban klaim dan manfaat yang menjadi hak nasabah adalah Rp 23 triliun. Ditambah beban komisi (akuisisi nasabah) dan beban operasional (gaji pegawai dll.) total Rp 24,7 triliun sehingga menghasilkan laba bersih tahun berjalan Rp 0,3 triliun.
- Prudential GPB 86,5 miliar (Rp 1 569 triliun) yang terdiri dari pendapatan premi GBP 41,9 miliar (Rp 760 triliun) dan pendapatan hasil investasi GBP 42,2 miliar (Rp 766 triliun) dan pendapatan lain-lain GBP 2,4 miliar (Rp 44 triliun). Pendapatan itu digunakan untuk klaim dan manfaat nasabah sebesar GBP 72,5 miliar (Rp 1 315 triliun), biaya pemasaran dan sebagainya sehingga total menghasilkan laba GBP 2,4 miliar (Rp 43 triliun)
- Melihat profil laba rugi kakak-adik ini, profilnya kurang lebih sama. Laba Jiwasraya adalah 1,2% pendapatan. Laba Prudential adalah 2,7% pendapatan. Memang ada selisih. Tetapi proporsi laba terhadap pendapatan memang sesuatu yang sangat bervariasi dan fluktuatif. Perbedaan Jiwasraya dan Prudential dalam hal ini masih masuk akal
- Secara arus kinerja Prudential adalah sebagai berikut. Arus kas dari operasional adalah GBP 1,6 miliar (Rp 29 triliun). Kas untuk investasi adalah 0,8 miliar (Rp 15 triliun). Kas untuk pendanaan adalah GBP 1,7 miliar (Rp 31 triliun) yang mana GBP 1,3 (Rp 24 triliun) digunakan untuk pembayaran dividen kepada pemegang saham.
- Bagaimana kinerja Jiwasraya secara arus kas? Jiwasraya tidak menyajikan laporan “aliran darah” perusahaan ini dalam situs resminya. Dengan demikian kita tidak bisa melihat apa yang sedang terjadi
- Apa yang kini sedang meledak di Jiwasraya berupa gagal bayar hak nasabah adalah masalah arus kas. Laporan tahun 2017 tidak memberi informasi tentang hal ini. Tahun 2018 bahkan sama sekali belum menyampaikan laporan keuangan, termasuk aliran arus kas yang kini meledak. Apalagi tahun 2019.
- Prudential telah menyampaikan semua laporan sesuai standar tata kelola perusahaan dengan baik hingga saat ini. Artinya, Board Of Director si kakak (BOD, di Indonesia terdiri dari direksi dan komisaris karena menggunakan prinsip tata kelola perusahaan dua kamar) telah menjalankan tugas administratifnya dengan baik.
- Mengapa Jiwasraya gagal bayar? Kita tidak bisa menjawabnya dari informasi yang terkonfirmasi oleh perusahaan. Kita hanya bisa mendapatkan potongan informasi dari berbagai media dari pihak diluar Jiwasraya. Informasinya kurang lebih adalah bahwa Jiwasraya telah mengalami kegagalan investasi. Dana “menguap” karena salah penempatan investasi. Artinya, jika berkaca pada angka tahun 2017, yang menjadi pokok masalah Jiwasraya adalah 97% total aset yang berupa aset investasi.
- Prinsip investasi adalah sebagaimana prinsip sebuah investment company yaitu aman-aman-aman-hasil. Caranya adalah dengan menyebar aset dengan prinsip “jangan taruh telur pada satu keranjang”. Jika kemudian Jiwasraya gagal maka bisa dinilai bahwa si adik ini gagal dalam hal “jangan taruh telur pada satu keranjang”
- Salah satu yang dilakukan si kakak dalam hal “jangan taruh telur pada satu keranjang” adalah menyebarkan investasi pada banyak negara. Prudential memiliki kantor di 18 negara dengan nasabah di 40 negara. Dengan dana investasi Rp 9 181 tentu dengan mudah si kakak bisa menyebar investasinya di berbagai negara. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh si adik yang aset investasinya hanya Rp 45 triliun.
- Karena Jiwasraya juga hanya beroperasi di Indonesia maka tentu saja aset investasi si adik sebagian besar atau hampir semua “telur”-nya akan ditaruh pada satu “keranjang” yaitu Indonesia. Ketika IHSG jeblok seperti saat ini, tentu wajar jika Jiwasraya kehilangan hampir seluruh “telur”-nya. Dana ketika Jiwasraya harus membayar kewajibannya kepada nasabah, aset-aset itu tidak mencukupi . Itulah gambaran gagal bayar Jiwasraya
- Bagaimana si kakak yang berselisih umur hanya 11 tahun menjadi raksasa sedangkan di adik tetap kerdil dan bernasib seperti telur di ujung tanduk? Ini bisa terjawab dari daftar pemegang saham prudential. CNN menyebut bahwa Lazard Asset Management LLC adalah pemegang saham terbesar yaitu sebesar 0,37%. Pemegang saham terbesar kedua adalah Managed Account Advisor LLC dengan 0,23%. Pemegang saham lain prosentasenya lebih kecil. Total nilai saham yang beredar sebagaimana saya sebut di atas adalah Rp 680 triliun. Artinya, kepemilikan Lazard bernilai Rp 2,5 triliun. Kondisi seperti ini terjadi karena Prudential sejak didirikan terus menerus menerbitkan saham baru. Tujuannya adalah untuk memperoleh modal murah dengan menguangkan intangible assetnya. Baca tulisan saya tentang ini di link ini. Cara seperti itu merupakan langkah teknis dari proses korporatisasi. Hasilnya adalah perusahaan fully public company yang berjalan murni berdasarkan sistem manajemen dan tata kelola yang bagus. Silakan baca tentang detailnya di link ini.
- Si adik tetap kerdil karena hingga saat ini tidak pernah menguangkan intangible assetnya. Pemerintah tetap memegang 100% saham Jiwasraya. Jiwasraya tidak melakukan korporatisasi.
- Efek lain dari tidak pernah menerbitkan saham diluar saham pendiri (pemerintah) adalah bahwa pemegang saham satu-satunya dalam hal ini pemerintah bisa memutuskan apapun tanpa ada pihak yang bisa menghalangi. Pemerintah adalah ibarat seorang raja dalam sebuah sistem pemerintahan monarki. Sistem manajemen pun tidak terbentuk.
- Apa solusinya? Saya belum bisa menulis detail karena laporan keuangan terbarunya belum terbit. Terbit pun tidak ada laporan arus kas. Tidak ada catatan laporan keuangan sebagaimana layaknya laporan keuangan teraudit. Jadi bagaimana? Auk ah gelap
- Tapi kalau mau serius, sebagai warga negara yang sehari-hari bekerja dari ruang meeting direksi satu perusahaan ke ruang meeting direksi perusahaan lain di SNF Consulting saya bersedia memberi masukan untuk Jiwasraya. Tetapi tentu saja butuh data yang cukup. Jiwasraya memang seperti telur di ujung tanduk. tetapi saya yakin tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya. Tidak ada masalah yang tidak ada solusinya. Kecuali kita telah menyerah dan menganggapnya sebagai takdir yang memang sudah harus diterima. Membiarkan perusahaan yang telah berusia 160 tahun itu pailit dengan menggondol puluhan triliun uang nasabah. Bagaimana?
Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram atau Grup WA SNF Consulting
*)Artikel ke-245 ini ditulis di Surabaya pada tanggal 27 Desember 2019 oleh Iman Supriyono, CEO SNF Consulting. Terima kasih untuk Ning Anni Muttamimah yang telah mengedit tulisan ini.
Bagaimana pula dengan saudaranya AJB bumi Putera mas Iman
Saya belum menelusuri datanya
Hampir semua perushaan asuransi kolaps Ustd. Iman. Asuransi pendidikan kuliah anak Saya di AIA yg kantornya satu gedung sama njenengan di Sinarmas saja sulit banget klaimnya. Sampai saya harus jual motor utk bayar kuliah. Saya punya asuransi kebakaran produk AIG juga sdh ditutup dan sisa produk mereka yg dijual Indonesia hanya 4 produk.
AIG memang bermasalah di induknya
Ini berarti menjadi nasabah Prudential lebih aman ya Mas.
Bgmana perbandingan dgn perusahaan asuransi lain. Manulife atau atau Axa.
Adakah punya data..?
secara umum begitu. asuransi lain harus baca datanya dulu 🙂
Sebetulnya PT. P juga banyak gagal bayar, tp konsepnya PT. P kan unitlink, jadi risiko ditanggung nasabah. Banyak kasus di perlindungan konsumen terkait PT. P, yang kedua profiling nasabah PT. P kebanyakan agennya menjual ke sahabat, keluarga atau teman dekat dan profiling nasabahnya lemah secara hukum, terahkir PT. P swasta bukan milik Pemerintah.