Di level atas, ada kasus Harvey Moeis. Berawal dari bisnis, berakhir ke hotel prodeo. Tapi sesungguhnya yang terjadi pada Harvey Moeis bukan kasus tunggal. Catatan saya bahkan ini merupakan fenomena gunung es. Terlihat hanya kecil, tapi sebenarnya besar di dalam air. Bahkan kapal besar Titanic pun tenggelam oleh gunung es yang tampak kecil.
&&&
Ini adalah kisah nyata tentang seorang pebisnis. Sebut saja si A. Si A merintis bisnis dengan mendirikan koperasi simpan pinjam. Legalitas sebagai koperasi simpan pinjam sesuai regulasi. Bisnispun pun memulai beropersi sebagaimana layaknya koperasi simpan pinjam. Menerima simpanan dari aggota dan kemudian meminjamkan kepada anggota yang membutuhkan. Koperasi mendapatkan selisihnya.
Dimulai dari nol dan kemudian sedikit demi sedikit merangkak. Seiring berjalannya waktu kepercayaan masyarakat pun makin besar. Anggota makin banyak. Tentu saja diikuti dengan nilai penyaluran dana yang juga makin besar. Si A pun menikmati kesuksesannya. Dikenal sebagai pebisnis sukes. Dihomrmati sebagai tokoh bisnis.
Nah, dalam kesuksesannya ada yang terlupa oleh si A. Dia lupa bahwa bisnisnya itu sebenarnya serupa dengan bank. Bedanya, bank dikontrol oleh OJK, koperasi simpan pinjam tidak. Pada bank yang dikontrol oleh OJK, ada banyak standar ketat yang harus dipenuhi. Misalnya saja ada standar yang disebut BMPK, batas maksimum pemberian kredit. BMPK membatasi nilai pendanaan bank kepada satu debitur. Angka batas dihitung dengan rumus tertentu, salah satu variabelnya modal inti. Komponen utama modal inti adalah ekuitas alias aset bersih.
Selain BMPK, masih banyak aturan lain yang dikontrol ketat oleh OJK karena bank adalah bisnis yang berkategori risiko tinggi. Tapi, karena bisnis si A tidak dikontrol OJK, dia lalai dalam hal prinsip BMPK ini. Juga lalai dalam beberapa hal aturan main lain. Akhirnya, koperasi yang dikelola oleh si A pun gagal bayar kepada anggota yang menyimpan uang. Anggota marah. Dan….singkat cerita, si A masuk penjara.
&&&
Ini kisah nyata si B, sebut saja begitu. Dia berbisnis dengan mendirikan sebuah PT bergerak di bidang pengembang perumahan. Bisnis dimulai dari kecil dengan susah payah. Sedikit demi sedikit tumbuh seiring dengan kemampuan si B dalam melakukan product market fit. Proses penyesuaian bisnis dengan kondisi pasar.
Selanjutnya, setelah membesar si B melakukan kesalahan yang fatal. Menjual aset properti yang belum benar-benar dimiliki oleh PT yang didirikannya. Baru dibayar uang muka, tapi sudah dijual. Dan kastemer sudah melakukan pembayaran bahkan banyak yang sudah lunas. Kastemer tidak bisa menerima rumah yang dibelinya sesuai janji. Kastemer dirugikan dan menuntut di pengadilan. Singkat cerita si B pun masuk hotel prodeo alias penjara.
&&&
Bisnis yang baik adalah yang memberi manfaat kepada umat manusia tanpa pandang suku, bangsa, agama atau apapun. Kebalikan dari memberi manfaat adalah merugikan. Orang yang dirugikan bisa menuntut di pengadilan. Jika si pebisnis memang melanggar aturan atau syariat dengan bukti yang cukup, hotel prodeo adalah balasannya. Harvey Moeis, si A, dan si B dalam tulisan di atas jangan Anda ikuti. Jangan jadi si C, si D, si E dan seterusnya untuk masuk hotel prodeo. Maka jangan ikut-ikutan melanggar aturan main. Jangan ikut-ikutan melanggar syariat. Walaupun aturan main ataupun syariat itu mungkin nampaknya tidak diawasi oleh regulator. Fokuslah berbisnis dengan cara yang baik untuk memberi manfaat bagi sesama tanpa pandang suku, bangsa maupun agama. Untuk unggul dari generasi ke generasi.
Artikel ke-470 karya Iman Supriyono ditulis dan diterbitkan untuk Majalah Matan edisi Maret 2025, terbit di Surabaya
Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram atau Grup WA KORPORATISASI atau hadiri KELAS KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi