Keluarga Djarum membeli saham RS Hermina dengan ROI 1,93% per tahun, kok mau? Dari mana asal perhitungan ROI (return on invesment) itu? Mengapa mau dengan ROI serendah itu? Saya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan format poin-poin.
- Sebagimana diberitakan di media PT Dwimuria Investama Andalan membeli 559 185 300 lembar saham PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL) dengan harga Rp 1 875 atau total senilai Rp 1 triliun.
- Yang dibeli dari Hermina adalah saham treasuri yang diperoleh dari buy back saham. Harga peroleannya adalah Rp 452 miliar. Dengan harga Rp 1 triliun maka Hermina mendapatkan keuntungan sebesar Rp 548 miliar. Cukup untuk membangun atau mengakusisi paling tidak 2 rumah sakit tipe C. Jadi Hermina diuntungkan dengan transaksi ini.
- Sebagaiman dinyatakan dalam situs resmi Bank BCA, PT Dwimuria Investama Andalan adalah pemegang saham 54,94% saham bank papan atas tersebut. Dengan kedudukan sebagai pemegang saham pengendali BCA, maka PT Dwimuria Investama Andalan harus menyampaikan keterbukaan informasi tentang siapa pemegang sahamnya. Di situs BCA dinyatakan bahwa Robert Budi Hartono dan Bambang Hartono adalah pemegang saham PT Dwimuria Investama Andalan
- Robert Budi Hartono dan Bambang Hartono adalah anak dari Oei Wie Gwan, orang yang pada tahun 1951 mengakusisi perusahaan rokok NV Murup yang hampir pailit. NV Murup memiliki merek rokok Djarum Gramofon. Merek ini yang kemudian disingkat menjadi Djarum sampai saat ini.
- Dengan demikian, berbagai berita yang berkembang bahwa grup Djarum masuk ke bisnis kesehatan sebenarnya yang masuk adalah PT Dwimuria Investama Andalan. Selanjutnya tulisan ini akan fokus pada PT Dwimuria Investasma Andalan yang disingkat dengan Dwimuria
- Seusuai laporan keuangannya, nilai nominal saham PT Medialoka Hermina adalah Rp 20 per lembar. Sesuai laporan teraudit 2024 nilai buku perusahaan adalah Rp 4,45 triliun alias Rp 290 per lembar. Dengan demikian nilai intangible aset dalam pembelian saham oleh Dwimitra adalah Rp 1585 per lembar saham.
- Harga pasar saham Hermina saat transaksi terjadi adalah Rp 1420 per lembar saham. Maka Dwimuria membelinya dengan harga 32% di atas harga pasar.
- Laporan keuangan Hermina teraudit 2024 menyebut laba per lembar saham adalah Rp 36,11. Dengan demikian ROI Dwimuria adalah 1,93% dalam satu tahun. Investasi Rp 1 875 mendapatkan hak laba Rp 36,11. Muncul pertanyaan, kok kecil sekali? Lebih kecil dari deposito. Kok mau?
- Untuk bisa menjawab pertanyaan itu, kita harus melihatnya dari asal usul uang itu. Pada laporan keuangan BCA 2024, diperoleh bahwa laba adalah Rp 54,9 triliun. Dari laba tersebut yang dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen adalah Rp 34,2 triliin. Dengan demikian Dwimuria menerima Rp 18,8 triliun. Uang ini sifatnya uang dingin. Hasil dari memperlakukan BCA sebagai cash cow.
- Pertanyaannya, ditaruh dimana uang sebesar itu? Tentu tidak mungkin didepositokan. Aset dengan angka triliun pastilah diinvestasikan berupa saham di berbagai perusahaan. Hermina adalah satu pilihannya. Sebagai perusahaan investasi, doktrin “jangan taruh telor pada satu keranjang” tentu dipegang oleh Dwimuria. Beberapa waktu lalu juga dikabarkan berinvestasi pada saham Bakmi GM sebagai bentuk pelaksanaan doktrin ini.
- Saham menjadi pilihan logis karena nilainya tidak termakan inflasi. Bahkan tumbuh. Sedangkan deposito atau obligasi nilainya termakan inflasi. Data historis pertumbuhan majemuk rata-rata nilai pasar saham Hermina (CAGR, compounded average growth rate) dalam 7 tahun sejak IPO adalah 14,8%. Jika ditarik rentang waktu lebih panjang, sejak berdiri tahun 1985, selama 40 tahun CAGR-nya adalah 11,2%. Belum lagi ditambah dividennya tiap tahun. Angkanya jauh di atas bunga obligasi, deposito maupun laju inflasi. Jadi investasi di Hermina ini secara historis sangat menguntungkan.
- Tahun ini Hermina membagi dividen Rp 10,5 per lembar saham. Dividen ini setara dengan 0,56% dari nilai pembelian saham oleh Dwimuria. Ini adalah tambahan dari CAGR yang sebesar 14,8% atau 11,2% di atas.
- Sesuai namanya, Dwimuria adalah sebuah perusahaan investasi. Tapi laporan keuangan terauditnya yang dipublikasikan terkait dengan posisinya sebagai pemegang saham pengendali BCA belum mencerminkan posisinya sebagai perusahaan investasi. Karena memegang saham BCA lebih dari 50% maka laporan keuangan BCA dikonsolidasikan pada laporan keuangan Dwimuria. Akibatnya, laporan keuangan Dwimuria tidak jauh berbeda dengan laporan keuangan bank BCA.
- Ini menjadikan kinerja investasi seperti yang dilakukan pada Hermina “tenggelam” oleh laporan keuangan BCA. Aset BCA Rp 1 449 triliun. Aset Dwimuria Rp 1676 triliun. Dengan konsolidasi BCA maka Dwimuria menjadi sebuah operationg company. Bukan lagi sebagai investing company. Itulah kenapa perusahaan-perusahaan investasi raksasa seperti Blackrock, Fidelity, State Street, Vanguard dan lain-lain tidak mau menjadi pemegang saham pengendali di perusahaan manapun. Saratoga pun demikian. Dengan cara seperti ini, saham perusahaan manapun yang dipegang bersifat investasi yang tidak dikonsolidasikan. Kinerja investasinya pun bisa dievaluasi dengan baik.

Pembaca yang baik demikianlah kedudukan pembelian saham Hermina oleh Dwimuria. Dwimuria mendaptkan investee yang pertumbuhannya bagus, Hermina mendapatkan uang untuk ekspansi. Hasil ekspansi akan dinikmati oleh pemgang saham termasuk Dwimuria yang memegang sekitar 3% saham Hermina. Anda sudah mendapatkan pelajaran?
Artikel ke-478 karya Iman Supriyono ditulis ditulis di Surabaya pada tanggal 29 Juni 2025
Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram atau Grup WA KORPORATISASI atau hadiri KELAS KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi