Perantau
oleh Iman Supriyono, konsultan pada SNF Consulting, http://www.snfconsulting.com
Sejak 84 bersahabat untuk kebaikan selamanya. Itu adalah kalimat yang dijumpai nyaris dimanapun mata memandang pagi itu. Di bagian dada kaos abu abu yang dikenakan oleh semua hadirin tertulis besar besar kalimat itu dengan font tegas warna hitam dan merah. Tulisan super besar dengan motif dan model sama juga terpampang di back drop dinding bagian depan ruangan berkapasitas sekitar 250 orang itu. Belum lagi teriakan yel yel peserta yang menyuarakan kalimat sama.
Pagi itu saya hadir pada reuni SMP di Caruban Madiun angkatan 84. Kawan kawan yang sejak lulus tahun 87 banyak yang sama sekali tidak pernah ketemu larut dalam kegembiraan penuh nostalgia. Derunya makin terasa dengan hadirnya bapak ibu guru yang dulu membimbing para murid selama proses belajar. Bangku sekolah yang ditata dengan round table makin membuat suasana jadi gayeng. Semua asyik ngobrol sana sini bercanda dengan aroma nostalgia SMP.
Pagi itu, pertalian antara murid dengan sekolah makin diikat pada sesi cendera mata. Panita memeberi cenderamata kepada sekolah berupa gorden untuk ruang aula yang pagi itu menjadi venue. Setelah serah terima simbolis dari panitia kepada sekolah, serentak para alumini membuka goerden yang sebelumnya msih terbungkus kertas koran. Suasananya mirip kerja bakti saat masih di sekolah dulu.
Kaos untuk tiap peserta, gorden, back drop, dan tentu konsumsi, serta tetek bengek acara tentu semuanya membutuhkan uang. Dari mana asalnya? Karena ditunjuk menjadi ketua panitia oleh kawan kawan, tentu saja pencarian dana menjadi salah satu tugas utama saya. Kebutuhan untuk penyelenggaraan semua acara sejak semula diprediksikan sekitar Rp 15 juta. Sejak awal panitia memutuskan bahwa peserta reuni tidak ditarik biaya alias gratis. Jadi mesti ada donatur yang membayar untuk menutup seluruh kebutuhan dana.
Sesuar rencana akhirnya ada 26 orang yang menyumbang dana lewat rekening dengan nilai Rp 16 600 000,- plus 44 orang yang menyumbang secara tunai kepada panitia lokal di Caruban dengan nilai sebesar Rp 5 480 000,-. Total dana yang terkumpul adalah Rp 22 080 000,- dari 70 orang. Nominal sumbangan tiap orang berbeda beda. Yang tertinggi menyumbang Rp 3 juta dan yang yang terendah Rp 30 ribu.
•••
Ada fenomena menarik dalam nominal sumbangan. Tanpa mengurangi rasa hormat untuk kawan kawan yang tetap tinggal dan berkarya di caruban, yang menyumbang dalam nominal besar dan melalui rekening pada umumnya adalah kawan kawan yang bekerja di luar Caruban. Bahkan beberapa yang sejak awal menyatakan tidak bisa hadir pun masih menyumbang dengan nominal besar. Ada 2 orang yang tidak hadir dan msing masing mentransfer Rp 1 juta.
Melihat fenomena itu saya jadi teringat nasihat ayah ibu seorang kawan Caruban: carilah penghidupan dimana saja. Mau ke Jakarta, Surabaya, Medan, Makasar, Aceh, atau mana saja oke. Satu saja syaratnya: tidak di Caruban. Kawan ini bersama dua adiknya memang terbilang mapan dengan pekerjaan dan ekonominya. Kira kira sekelas para penyumbang besar dana reuni tadi.
Ada apa dengan Caruban? Memang ada beberapa kawan alumni yang pada beberapa pertemuan tampak masih meneguk minuman keras. Dan nampaknya itu telah menjadi gaya hidup. Mereka tidak tergolong pada kelompok penyumbang besar. Tetapi tentu tidak mengurangi rasa hormat kepada kawan kawan yang tetap di Caruban dan menuai kesuksesan dalam kehidupan dan karirnya.
Salahkah Caruban? Tidak. Saya kira namanya peminum minuman keras di kota manapun ada. Namun demikian, kawan kawan perantau yang umumnya didahului dengan menempuh pendidikan terbaik telah menuntun mereka pada lingkungan baru yang baik. Yang perempuan banyak yang kemudian berjilbab. Yang laki laki menikah dengan perempuan berjilbab. Lingkungan kerja dan pergaulannya mendekatkan mereka dengan agama, pekerjaan dan kehidupan yang baik. Kini saya bersama beberapa kawan Caruban perantauan sedang ada proyek kecil-kecilan untuk adik-adik Caruban agar jauh lebih berprestasi dari pada kakak-kakanya. Berprestasi dunia akhirat. Inilah sedikit kontribusi sebagai rasa syukur dari kami yang telah meninggalkan Caruban lebih dari dua dasawarsa. Perantau!
tulisan ini juga dimuat di majalah Matan, terbit di surabaya edisi oktober 2011
Tulisan Pak Iman selalu membawa inspirasi bagi teman2.thanks Pak
terima kasih kembali. semoga bermanfaat
Moga terus bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang Pak.
Terima kasih
aamin YRA. tengyu doa n supportnya