Titik Sinergi: Perumahan Muhammadiyah Babat
Oleh Iman Supriyono, konsultan dan penulis buku-buku manajemen pada SNF Consulting, http://www.snfconsulting.com
Salatiga suatu siang. Saat itu saya berada dalam forum hangat dengan dua pihak. Satu pihak adalah manajemen sebuah perusahaan produsen papan asbes. Satunya lagi adalah manajemen sebuah perusahaan distributor bahan bangunan. Pertemuan sudah diawali dengan sikap saling tidak enak diantara keduanya.
Ketidakenakan ini sebenarnya adalah sesuatu yang baru. Sudah bertahun tahun mereka bergandeng tangan. Bahkan kerjasama itu telah mengantarkan mereka untuk terus tumbuh dalam bisnisnya masing-masing. Si produsen terus menerus menambah mesin dan kapasitas produksi. Produknya dijualkan oleh si distributor ke berbagai daerah dan juga menyumbang pertumbuhan omset yang signifikan.
Lalu kenapa muncul ketidakenakan? Masalahnya ada pada keputusan pihak distributor untuk berekspansi membangun pabrik papan asbes. Semula murni distributor, sekarang distributor sekaligus pabrikan juga. Kebijakan ini dirasakan oleh pihak produsen sebagai sebuah ancaman. Bahkan dipandang sebagai sebuah bentuk ketidaksetiaan.
Maka, peran saya siang itu adalah mengembalikan suasana persahabatan bisnis yang indah antara keduanya. Yang saya lakukan adalah mencari titik temu baru yang mungkin dilakukan oleh kedua pihak. Salah satu kemungkinan yang saya sampaikan adalah spin off . Pemisahan pabrik milik si distributor menjadi sebuah entitas bisnis baru dengan memasukkan si produsen sebagai bagian dari pemegang saham. Dengan skema ini kedua pihak bahkan meningkatkan status kerja samanya. Semula hanya bersifat perjanjian kerja sama antara dua entitas kemudian ditambah menjadi kersajama permanen sebagai sesama pemegang saham dalam ikatan akta perseroan terbatas. Tugas saya pun selesai. Kedua pihak kembali bersemangat untuk terus bersinergi. Komunikasipun menghangat kembali. Bahkan semakin hangat saat kemudian semua peserta pertemuan berpindah tempat menuju sebuah restoran untuk makan siang.
&&&
Sebagai orang majelis ekonomi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah –biasan disingkat PWM- Jatim, saya mencatat paling tidak ada tiga pekerjaan besar. Masing masing adalah: membesarkan badan usaha milik PWM Jatim, membantu mengembangkan badan usaha milik satuan organisasi persyarikatan –demikian warga Muhammadiyah biasa menyebut organisasi besutan KH Ahmad Dahlan ini- dibawah koordinasi PWM Jatim, dan membantu mengembangkan badan usaha (bisnis) milik warga persyarikatan se Jawa Timur.
Tiga pekerjaan itu juga terus menjadi pikiran saya saat sering wira wiri ke Babat-Lamongan dalam rangka rapat dengan klien SNF Consulting, kantor saya. Kebetulan salah satu pimpinan di perusahaan klien itu adalah pengurus di Pimpinan Cabang Muhammadiyah –biasa disebut PCM- Babat. Saya pun akhirnya memperoleh informasi bahwah PCM Babat memiliki tanah 5 hektar lebih yang cukup potensisal untuk dibangun sebuah perumahan. Dibutuhkkan partner yang tepat untuk mengembangkannya mengingat bisnis perumahan tentu saja membutuhkan keahlian yang memadai.
Saya pun menyampaikan tentang sebuah perusahaan developer properti berpusat di Jakarta, klien SNF Consulting juga. Perusahan ini memiliki visi untuk berkembang ke berbagai kota dan kabupaten se-Indonesia bahkan negeri-negeri tetangga. Maka, kemudian saya proaktif untuk mem-proloog keduanya. Dan hasilnya, kini seluruh proses sinergi telah dijalankan dengan baik. Saat saya menulis untuk kolom ini, perumahan bertitel “Bukit Puncak Wangi Islamic Residence” besutan PCM Babat dan PT. Riscon Realty Jakarta sedang proses membangun rumah contoh dan gapura. Saat seperti ini, lebih dari 30% rumah dari 300-an unit yang direncanakan sudah dibooking oleh konsumen. Pembeli rumah dengan kisaran harga sekitar Rp 100 juta itu sebagian besar adalah warga persyarikatan. Sebuah prestasi pemasaran yang cukup bagus. Kini… pihak bank pemberi KPR pun sedang dalam proses verifikasi terhadap konsumen yang telah mem-booking rumah itu.
&&&
Titik sinergi. Itulah yang terus menerus harus ditemukan untuk pertumbuhan dan kerja sama bisnis. Di Babat, tugas majelis ekonomi dalam menumbuhkembangkan bisnis satuan organisasi persyarikatan di wilayah PWM Jatim juga terlaksana dengan sebuah titik sinergi. Mekanisme revenue sharing yang telah dituangkan dalam perjanjian notariil menjadi pedoman kerja sama yang saling menguntungkan. Riscon yang ahli dalam men-develop komplek perumahan bertanggung jawab mengelola dan menyediakan modal dengan segenap risikonya kecuali lahan. PCM Babat menyediakan lahan dan akses pasar kepada warga dan pengurus persyarikatan. PCM Babat akan menerima sekian persen dari setiap uang yang masuk dari konsumen rumah. Itulah titik sinergi yang memacu pertumbuhan kedua belah pihak. Serupa dengan suasana titik sinergi material bangunan di Salatiga. Ya…titik sinergi!
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Matan, terbit di Surabaya
Ping-balik: Intangible Asset Persyarikatan | Korporatisasi