Intangible Asset Persyarikatan


Intangible asset adalah aset yang tidak bisa dicatat dalam sistem akuntansi. Contohnya berupa merek yang kuat, nama besar, sejarah yang panjang, manajemen yang kuat, pelanggan yang loyal, pemasok yang berkualitas dan sebagainya. Perusahaan yang bekerja keras menguatkan merek misalnya dengan menjaga kualitas dan standard produk dalam jangka panjang tidak bisa menuangkan upaya itu sebagai aset secara akuntansi. Perusahaan yang memiliki sistem manajemen yang kuat juga tidak bisa menuliskannya sebagai aset dalam akuntansi. Perusahaan yang melakukan pembinaan terhadap karyawan tidak bisa menuliskannya secara akuntansi sebagai aset. Dan sebagainya. Padahal, apa yang dilakukan itu jelas-jelas memperbaiki kinerja perusahaan.

Untuk gambaran, mari kita lihat sebagai contoh. Siloam Internasional Hospitals Tbk, perusahaan menaungi Rumah Sakit Siloam, per 31 Desember 2021 membukukan aset bersih alias ekuitas Rp 6,5 triliun. Pada saat yang sama, nilai seluruh saham (nilai pasar) perusahaan adalah Rp 14,5 triliun. Rp 6,5 triliun adalah seluruh aset bersih (aset dikurangi utang) perusahaan berdasarkan catatan  historis akuntansi. Rp 14,5 triliun adalah nilai perusahaan menurut transaksi saham di pasar. Selisihnya yaitu Rp 8 triliun adalah penghargaan para investor terhadap intangible asset perusahaan.

Jika membutuhkan modal untuk ekspansi, perusahaan dapat menerbitkan saham baru. Katakan perusahaan menerbitkan 10% saham, maka dana yang akan diterima oleh perusahaan adalah Siloam adalah Rp 1,45 triliun. Padalah menurut akuntansi, nilai 10% itu adalah Rp 650 miliar. Maka, penerbitan 10% itu bermakna perusahaan telah menguangkan intangible asset. Memperoleh Rp 800 miliar dari intangible asset.

Atas uang yang diterima itu, perusahaan hanya memberikan hak laba kepada investor sebesar Rp 66,5 miliar. Dalam pandangan para investor, mereka hanya bersedia hanya akan menerima return on ivesment (R0I) sebesar  4,5% per tahun. Jauh lebih rendah dari pada bunga bank yang di atas 10%. Mereka mau diberi ROI kecil karena adanya intangible asset tadi. Inilah yang menjadi modal Siloam untuk tumbuh pesat.

&&&

Muktamar bagi Persyarikatan adalah sebuah hajatan besar. Hajatan besar tentu saja sekaligus menjadi momentum evaluasi. Kali ini saya mengajak pembaca untuk melakukan evaluasi tentang kemampuan persyarikatan dalam mendayagunakan intangible aset di sektor kesehatan. Mendayagunakan nama besar, sejarah, kepercayaan masyarakat dan sebagainya untuk menumbuhkan layanan kesehatan berupa rumah sakit sebagai pilar utama persyarikatan.

Sistem hukum Indonesia mengenal 4 badan hukum yaitu perkumpulan, yayasan, perseroan terbatas dan koperasi. Persyarikatan sejak awal telah memilih badan hukum perkumpulan sesuai Staatsblad nomor 64 tahun 1870. Memang NKRI belum menerbitkan undang-undang perkumpulan sendiri hingga saat ini.

Empat badan hukum tersebut memiliki karakter masing-masing. Tapi kali ini kita akan membahas dari kacamata karakter terkait intangilble aset. Dari 4 badan hukum tersebut, hanya perseroan terbatas yang bisa mengakomodasi adanya intangible asset dan mengonversikannya menjadi uang untuk modal pertumbuhan organisasi. Itulah mengapa PT adalah badan hukum berperan paling besar dalam menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.

Apa yang saya gambarkan pada bagian awal tulisan ini adalah bagaimana Siloam yang memang berbadan hukum perseroan terbatas menguangkan intangible assetnya. Membangun rumah sakit baru dimana-mana. Menjadi tempat yang nyaman bagi para dokter terbaik untuk berkarir. Pertumbuhan adalah salah satu syarat kenyamanan bagi SDM terbaik.

Nah, karena karena persyarikatan berbadan hukum perkumpulan, maka tidak ada tempat untuk melakukan seperti yang dilakukan Siloam. Apakah tidak ada cara lain? Ada. Rumah sakit adalah industri yang terbuka bagi badan hukum PT untuk masuk. Untuk bisa tumbuh pesat dengan menjual intangible aset dengan nilai triliunan seperti Siloam, persyarikatan dapat mendirikan badan hukum PT untuk mewadahi layanan kesehatan. Setelah itu ditata sedemikian rupa agar bisa memilki nilai intangible asset yang tinggi untuk diuangkan menjadi modal pertumbuhan. Agar tidak ada dokter rumah sakit persyarikatan yang pindah ke Siloam karena tergiur oleh pertumbuhannya.  Tinggal pertanyaan besarnya nya, maukah pengambil keputusan di muktamar nanti mengambil peluang ini? Semoga.

Artikel ke-387 karya Iman Supriyono ini ditulis dan diterbitkan oleh Majalah Matan, terbit di Surabaya, edisi November 2022

Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram  atau Grup WA KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi

Atau ikut KELAS KORPORATISASI

Baca Juga
Pilar Ketiga Muhammadiyah Era Korporasi
Investment Company on Waiting Muhammadiyah
Toyota Camri Mobil Dinas PWM Jatim
Perumahan Muhammadiyah Babat

Obituari Pak Nadjikh Ketua Majelis Ekonomi PP Muhammaadiyah
Obituari Pak Nadjikh Yang Supportif
Uang Kasir Uang Kasur Pak Sis Sesepuh Majelis Ekonomi Muhammadiyah

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s