Kolaborasi Era Monopolistik, Anda Siap?


Tulisan ini adalah materi diskusi tentang kolaborasi bisnis di Kenanga Coffee Palembang begitu menggairahkan minggu lalu. Dimulai selepas sholat magrib sampai hampir jam 12 malam. Hanya  terpotong sholat isya. Diskusi resminya memang sudah berakhir sebelum jam 11. Tetapi setelah itu peserta masih melanjutkannya secara tidak resmi sampai hampir jam 12 malam. Begitu seriusnya sampai saya bangun terlambat dan tidak bisa sholat subuh berjamaah di masjid. Apalagi saya memang lumayan terkuras karena baru tiba di Palembang hari itu juga. Berikut ini adalah inti sari materinya yang saya tulis dalam format poin-poin

mans in circle kolaborasi

Kolaborasi itu menguatkan

  1. Sesuai publikasi, judul diskusinya adalah kolaborasi era disrupsi. Tetapi ini sebenarnya tidak tepat karena yang namanya disrupsi itu sudah terjadi terus menerus paling tidak dalam tiga abad terakhir ini. Ini bisa kita lihat pada sejarah lintas abad Western Union sejak pendiriannya pada tahun 1851
  2. Maka yang lebih tepat sebagai judul adalah kolaborasi era monopolistik seperti judul tulisan ini. Monopolistik secara bahasa artinya seperti monopoli. Bedanya, jika monopoli diperoleh melalui kekuasaan negara, monopolistik diperoleh melalui kekuatan merek. Di pasar air minum dalam kemasan misalnya, Aqua adalah pemegang monopolistik. Masyarakat tidak bisa beralih dari merek milik Danone Perancis ini. Bisnis air minum PDAM berbagai daerah dihabisi oleh prinsipal dari Perancis iniPDAM menjadi Perusahaan Daerah Air Mandi hehehe.
  3. Pada era monopoli terkadang pasar dikuasai dua atau beberapa pemain besar. Kondisi ini disebut duopoli atau oligopoli. Para era monopolistik, penguasa pasar juga bisa dua atau beberapa. Pasar sepeda motor misalnya dikuasai secara duopoli oleh Honda dan Yamaha. Kondisi ini disebut duopolistik. Industri telepon seluler misalnya dikuasai secara oligopolistik oleh Telkomsel, XL Axiata dan Indosat Oredoo
    ikan kecil ikan besar korporatisasi1
  4. Kolaborasi sudah dilakukan seusia sejarah umat manusia. Tentu saja formatnya berkembang sesuai dengan eranya. Pada tulisan ini saya akan menguraikan dua model kolaborasi yaitu kolaborasi tradisional dan kolaborasi modern. Kolaborasi tradisional bisa juga disebut kolaborasi era monopoli. Kolaborasi modern bisa disebut kolaborasi era monopolistik. Yang dibutuhkan saat ini adalah kolaborasi era monopolistik.Logo SNF Consulting dengan tag line korporatisasi
  5. Skema pertama bersifat paling tradisional adalah bagi hasil yang di desa saya dikenal dengan istilah paron. Ada paron hewan ternak, ada paron Dalam paron binatang ternak, pemilik menyerahkan ternaknya untuk dipelihara mitranya. Si mitra memelihara dan nanti setiap ada hasil dibagi dua fifty fifty. Yang dimaksud hasil adalah peningkatan harga ternak atau anak dari ternak yang dipelihara.
  6. Dalam paron sawah pemilik sawah menyerahkan sawahnya untuk digarap oleh mitranya. Pada saat panen hasil panennya dibagi dua fifty-fifty. Pada saat kolaborasi paron berakhir, pihak mitra mengembalikan ternak ataupun sawahnya kepada pemilik. Tentu beserta bagi hasilnya
  7. Skema kedua adalah kolaborasi utang piutang. Pemilik (kreditur) menyerahkan harta atau uangnya kepada pihak pengutang (debitur). Pada saat berakhirnya kolaborasi debitur mengembalikan aset atau uang yang diutangya kepada kreditur beserta kompensasi yang disepakati. Kompensasi bisa berupa bunga. Bisa juga berupa margin atau bagi hasil dengan skema syariah. Atau bisa juga sama sekali tanpa kompensasi jika maksudnya memang menolong yang dalam skema syariah disebut qord al hasan
  8. Skema ini mengandung risiko kepailitan bagi debitur seperti kasus Jamu Nyonya Meneer, Sariwangi, Batavia Air, dan Jaya Envelope. Kepailitan terjadi jika pihak kreditur yang haknya tidak dibayar menggugat di pengadilan dan pengadilan mengabulkannya. Undang-undang kepailitan kita sangat pro kreditur.

    solusi utang dengan korporatisasi1

    Utang-piutang mengandung risiko besar apalagi saat terjadi krisis ekonomi

  9. Skema kedua adalah jenis kolaborasi yang paling populer. Begitu populernya sampai ada semacam budaya yang saya menyebutnya sebagai raja utang.
  10. Kadang-kadang utang piutang disebut dengan nama lain yang seolah-olah bukan utang piutang seperti pembelian rumah secara mengangsur dengan apa yang dikenal dengan properti syariah. Akad ini pada dasarnya adalah utang piutang. Pembeli membayar kepada developer secara mengangsur. Pembayaran ini dalam catatan akuntansi developer akan dibukukan sebagai utang. Nanti pada saat rumah sudah diserahkan developer menghapus akun utangnya dengan lawan transaksi berupa berkurangnya persediaan rumah
  11. Skema ketiga adalah sewa menyewa. Pihak pemilik aset menyerahkan aset miliknya kepada penyewa untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan nilai sewa. Pada saat akhir masa perjanjian si penyewa mengembalikan asetnya kepada pemilik.
  12. Skema keempat waralaba alias franchise. Pada dasarnya waralaba adalah perjanjian sewa merek (dan sistem) antara pemilik merek (franchisor,  pewaralaba) dengan franchisee (terwaralaba). Skema asalnya pihak terwaralaba mengelola bisnis waralaba. Tetapi kemudian ada modifikasi. Waralaba Indomaret atau Alfamart dikelola oleh pemilik merek (franchisor). Terwaralaba hanya berperan sebagai investor.
  13. Skema waralaba mengandung kelemahan baik bagi terwaralaba (investor) maupun bagi pemilik merek. Tetapi terkadang tidak bisa dihindari. misalnya ketika sebuah merek mau masuk ke sebuah negara dan negara tersebut tidak mengijinkan si pemilik merek masuk secara langsung. Hanya boleh melalui mitra lokal.
  14. Perjanjian lisensi merek merupakan variasi dari skema waralaba. Pihak pemilik merek memberi hak penggunaan merek miliknya kepada pihak lain untuk memproduksi dan atau sampai menjual produk dengan imbalan sesuai kesepakatan
  15. Skema kelima adalah kerjasama pembiayaan proyek. Si A memiliki proyek dengan kebutuhan modal jumlah tertentu. Si B pemilik dana menyerahkan dananya kepada A untuk mengerjakan proyek tersebut dengan kesepakatan persentase bagi hasil terhadap laba proyek. Pada akhir proyek si A membayar kembali uang Si B bersama dengan bagi hasil yang telah disepakati. Jika B tidak ikut menanggung risiko kerugian maka skemanya pada dasarnya  adalah utang piutang.
  16. Variasi skema kelima ini antara lain BOT (build, operation, transfer). Ada pihak pemilik lahan, ada pihak yang membangun dan mengoperasikan. Hasil atas pembangunan dan pengoperasian dibagi berdua dengan cara pembagian sesuai kesepakatan. Pada saat akhir perjanjian gedung menjadi hak pemilik lahan.
  17. KSO (kerja sama operasional) atau joint operation juga merupakan variasi skema kelima ini. Dibutuhkan untuk proyek-proyek besar seperti pertambangan atau pembangunan gedung-gedung tinggi dengan tujuan untuk membagi risiko. Pihak-pihak yang terlibat mengkontribusikan aset atau keahliannya dan kemudian hasilnya dibagi sesuai kesepakatan.
  18. Lima skema di atas bersifat non permanen. Artinya skema tersebut semuanya bersifat ada batas waktunya dan akan berakhir pada saat jangka waktu terlampaui. Atau bisa juga diperpanjang tetapi tetap dengan batas waktu. Skema keenam dan seterusnya bersifat permanen

    Syirkah korporatisasi1

    Syirkah liabilitas: para pelaku bisnis yang mempraktekkan syirkah pun masih banyak yang terjebak pada mindset liabilitas dengan karakter berbatas waktu

  19. Skema keenam adalah berupa koperasi. Koperasi adalah kolaborasi permanen antara para anggota yang kemudian menunjuk pengurus dan pengawas untuk menjalankan kolaborasi tersebut. Pengurus dan pengawas ditunjuk dengan jangka waktu tertentu.
  20. Ada beberapa contoh koperasi besar seperti KPFFonterra, Susu Bendera dan Rabo Bank. Tetapi secara umum peran koperasi di dunia bisnis kalah telak dibanding badan hukum Perseroan Terbatas karena koperasi memiliki kelemahan yang mendasar.
  21. Skema ketujuh adalah badan hukum Perseroan Terbatas yang merupakan kolaborasi permanen antara para pemegang saham. Beberapa orang atau badan hukum yang memiliki maksud bisnis mendirikan sebuah PT di depan notaris dan kemudian menunjuk direksi dan komisaris. Direksi dan komisaris bisa berasal dari para pemegang saham atau pun bukan pemegang saham.
  22. Joint venture dilakukan dengan skema ketujuh ini. Bedanya, joint venture badan hukumnya didirikan oleh dua atau lebih perusahaan yang telah eksis di dunia bisnis yang saling memiliki potensi untuk disinergikan
  23. Sampai skema ketujuh sifatnya belum bisa mengikuti perkembangan kondisi ekonomi yang monopolistik. Belum mampu memenuhi tuntutan masyarakat modern dengan fenomena crowding effect dan career choice effect. Yang mampu memenuhi adalah badan hukum perseroan terbatas yang melakukan korporatisasi.
  24. Skema kedelapan yaitu korporatisasi adalah transformasi dari bisnis perorangan menjadi korporasi yang bersistem manajemen. Silakan membaca langkah demi langkah korporatisasi untuk menghasilkan perusahaan-perusahaan yang menguasai pasar berbagai bangsa berupa fully public company seperti Danone dalam contoh diatas
  25. Dengan korporatisasi sebuah perusahaan bisa memperoleh modal dalam skala besar dengan cost of capital yang murah. Kelebihan ini memungkinkann perusahaan yang melakukan korporatisasi untuk tumbuh pesat baik secara organik dengan belanja modal yang berkali kali lipat laba. Bahkan bisa tumbuh lebih cepat lagi secara anorganik melalui akuisisi dan merger. Akuisisi dan  merger adalah cara paling lazim ditempuh untuk ekspansi ke luar negeri.

    brosur merger akuisisi1

    Merger dan akuisisi adalah cara untuk konsolidasi kekuatan

  26. Korporatisasi adalah satu-satunya skema yang menghasilkan pertumbuhan laba, omzet, aset dan kapitalisasi pasar secara masif. Empat variabel ini adalah ukuran utama bisnis modern. Inilah pelaksanaan konsep ekonomi berjamaah dalam era bisnis modern.  Persis seperti sholat berjamaah yang mendapatkan pahala 27 kali lipat sholat sendirian.
  27. Seluruh skema kolaborasi di atas bersifat bisnis. Masih ada kolaborasi bersifat non bisnis (non profit) yaitu berupa yayasan dan perkumpulan. Disebut non profit karena laba dari kedua badan hukum tersebut tidak boleh dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham seperti di PT atau SHU kepada anggota seperti koperasi. Bahkan pendiri dan pembina yayasan sama sekali tidak boleh menerima kompensasi finansial berupa apapun termasuk gaji. Namun demikian sebagai badan hukum yayasan atau badan  hukum bisa berkolaborasi dengan orang atau badan hukum lain dengan skema-skema bisnis seperti di atas. Bahkan yayasan atau perkumpulan bisa mengelola dana wakaf dengan nilai besar seperti Masjid al Al Azhar Kairo atau Universitas Al Azhar atau Harvard University.

Demikian penjelasan tentang kolaborasi. Tulisan ini kedepan masih butuh dilengkapi. Oleh karena itu ada baiknya lain kali Anda membaca kembali tulisan ini. Selamat berkolaborasi.

Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram  atau Grup WA SNF Consulting

**)Artikel ke-209 di web ini ditulis di Surabaya pada tanggal 25 Juli 2019 oleh Iman Supriyono, konsultan senior dan direktur SNF Consulting http://www.snfconsuting.com

8 responses to “Kolaborasi Era Monopolistik, Anda Siap?

  1. Ping-balik: Kawin Tak Syar’i: Mengapa Impor Sapi | Catatan Iman Supriyono

  2. Ping-balik: Menang Melawan Si Curang | Catatan Iman Supriyono

  3. Ping-balik: Nha Hang: Hijrah untuk Tumbuh dan Berprestasi | Catatan Iman Supriyono

  4. Ping-balik: Crowding Effect: Membesar Atau Mati | Catatan Iman Supriyono

  5. Ping-balik: Perusahaan Berkemajuan: Toyota | Catatan Iman Supriyono

  6. Ping-balik: Pajak: Dikejar Petugas atau Beramal? | Catatan Iman Supriyono

  7. Ping-balik: Menang Melawan Si Curang – SNF Consulting

  8. Ping-balik: Kawin Tak Syar’i: Mengapa Impor Sapi? – SNF Consulting

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s