Pertamina Vs. ExxonMobil: Bisakah Dimaklumi Ruginya?


Ini adalah tentang Pertamina dan ExxonMobil. Dua perusahaan yang bersaing  head-to head dalam tender pengelolaan blok blok minyak oleh SKK migas.   

Semester pertama 2020 ini Pertamina rugi. Sontak menjadi ribut seluruh umat manusia di Indonesia raya hahahah.  Yaa….semua ribut. Kecuali yang tenang hehehe. Nah, apakah ExxonMobil bernasib seperti Pertamina? Rugi juga? Atau sebaliknya? Sebelum melihat angka-angka kedua perusahaan, mari kita telusuri riwayat profesional para pimpinan kedua perusahaan.

&&&

Saat ini ExxonMobil dipimpin oleh Darren Woods. Eksekutif kelahiran 1964 ini menamatkan pendidikan di Texas A&M University-Corpus Christi dan Northwestern University. Di Texas A& M University eksekuti kelahiran Kansas ini memperoleh bachelor di bidang electrical engineering. Di Northern University mempereolah MBA di Kellogg School of Management.

Wood bergabung di ExxonMobil tahun 1992 alias pada saat berumur 28 tahun. Posisi pertamanya adalah sebagai planning analyst dan berkantor di Florham Park, New Jersey. Sepanjang karirnya, ia menempati berbagai posisi di Exxon Company International, ExxonMobil Chemical Company, dan ExxonMobil Refining and Supply Company baik di USA maupun di luar negeri sampai tahun 2005.  Seja tahun itu ia diposisikan vice president of ExxonMobil Chemical Company di Houston, Texas. Pada posisi tersebut ia mengelola bisnis specialty-chemical ExxonMobil seluruh dunia.

Tahun 2008 ia dipindahtugaskan ke Brussels, Belgia. Posisinya adalah ExxonMobil Refining and Supply Company director of refining for Europe, Africa, and the Middle East.  Posisi itu hanya dipegangnya selama 2 tahun sampai diangkat menjadi vice president of supply and transportation dan berkantor di  Fairfax, Virginia, negeri asalnya,  tahun 2010.

Dua tahun kemudian kembali dipromosikan sebagai president of ExxonMobil Refining and Supply Company, anak perusahaan ExxonMobil. Pada posisi itu ia sekaligus merangkap sebagai  and vice president of Exxon Mobil, induk perusahaan.  Pada posisi yang didudukinya sejak tahun 2012 ini bertanggung jawab atas aktivitas aktivitas kilang global, pasokan dan transportasi ExxonMobil.

Dua tahun kemudian, tahun 2014, Woods dipromosikan senior vice president of Exxon Mobil Corporation. Saat menduduki posisi ini, ia juga beraktifitas non bisnis  sebagai  anggota the Board of the U.S.-China Business Council dan Engineering Advisory Council di almamaternya Texas A& M University.

Debutnya sebagai direksi dimulai pada tanggal 1 Januari 2016. Posisinya adalah presiden dan anggota board of director.  Puncak karirnya adalah memegang posisi tertinggi di perusahaan migas terbesar dunia itu sebagai CEO & Chairman and CEO sejak 1 Januari 2017. Posisi itu dipegangnya  setelah 25 tahun bekerja keras dengan prestasi gemilang di berbagai posisi di berbagai negara di perusahaan beraset USD 362,6 miliar alias Rp 5309 triliun itu. Hingga kini berarti ia telah malang melintang di perusahaan migas hasil merger Exxon dan Mobil itu selama 28 tahun.

Sebagaimana perusahaan-perusahaan di USA, ExxonMobil menganut tata kelola perusahaaan satu kamar. Dengan sistem ini, peran eksekutif (di Indonesia dipegang oleh dewan direksi) dan pengawas (di Indonesia dipegang oleh dewan komisaris) dijadikan satu kamar yang bernama board of director (BOD).  Ada anggota BOD yang memiliki tugas eksekutif, ada yang tidak. Yang memiliki tugas eksekutif disebut executive director dan dipimpin oleh seorang CEO. Yang tidak memiliki tugas eksekutif disebut non executive director. BOD dipimpin oleh seorang chairman atau president. Dengan posisinya saat ini, Woods adalah CEO sekaligus pemimpin BOD.

&&&

Pertamina saat ini dipimpin oleh Nicke Widyawati yang lahir tahun 1967 alias 3 tahun lebih muda daripada Woods. Saat berusia 21 tahun dan belum lulus dari ITB, Nicke sudah bekerja di Bank Duta cabang Bandung.  Begitu lulus, ia meninggalkan perbankan dan berkarir di PT Rekayasa Industri. Di perusahaan engineering yang juga dikenal sebagai REKIN itu Nicke mendapatkan tugas di berbagai proyek. Beberapa diantaranya adalah  proyek Pupuk Sriwidjaja di Palembang, di Lhokseumawe, Cilegon dan Malaysia.

Dari REKIN Nicke kemudian pindah berkarir di BUMN. Debut pertamanya adalah di  PT Mega Eltra, perusahaan BUMN yang bergerak di bidang kelistrikan dan peralatan teknik sebagai direktur utama. Tidak lama bertugas di Mega Eltra, tahun 2014 ia pindah ke PLN dan menduduki posisi sebagai direktur pengadaan strategis 1. Setelah 3 tahun menjadi direksi di PLN, tahun 2017 Nicke dipindah ke Pertamina menduduki posisi sebagai direktur sumber daya manusia merangkap sebagai Plt. direktur logistik, supply chain dan infrastruktur. Lima bulan di posisi itu wanita yang juga alumni magister hukum bisnis Universitas Padjajaran itu kemudian dipromosikan sebagai Plt direktur Pertamina dan selanjutnya direktur utama pertamina hingga saat ini.

Dengan biografi seperti di atas, maka Nicke memiliki pengalaman di industri migas selama 5 bulan sebelum menduduki posisi puncak di perusahaan minyak yang sahamnya 100% dipegang pemerintah RI ini.

Karena berbeda dengan ExxonMobil yang menganut tata kelola satu kamar, maka untuk Pertamina perlu diungkap  juga tentang komisarisnya. Saat ini komisaris utama Pertamina dijabat oleh  Basuki Tjahaja Purnama alias BTP. BTP lahir di Belitung Timur tahun 1966. Pendidikan sarjananya ditempuh di Jurusan Geologi Universitas Trisakti dan lulus tahun 1990. Karir pertamanya adalah sebagai entrepreneur yaitu mendirikan CV Panda yang bergerak sebagai kontraktor pertambangan di PT Timah. Dua tahun menekuni bisnis ia kembali meninggalkan kampung halamannya untuk menempuh pendidikan magister manajemen di Prasetya Mulya, Jakarta.  Selulus S2,  BTP bekerja PT Simaxindo Primadaya di Jakarta sebagai staf direksi bidang analisa biaya dan keuangan proyek. Samaxindo adalah  perusahaan yang bergerak dibidang kontraktor pembangunan pembangkit listrik.

Tahun 1995 BTP memutuskan berhenti bekerja dan pulang kampung ke Belitung. Di kampung halamannya ia kembali menjadi entrepreneur dengan mengelola PT Nurindra Ekapersada. Nurindra adalah perusahaan yang didirikannya tahun 1992  sebagai persiapan membangun pabrik Gravel Pack Sand (GPS). Tahun 1994 perusahaan itu telah mendirikan pabrik pasir kuarsa tapi pabrik ditutup tahun 1995. Tahun 2004 BTP tercatat sebagai pendiri perusahaan pemurnian timah di tanah kelahirannya.

Karir politik dimulai tahun 2004 dengan bergabung ke Partai Perhimpunan Indonesia Baru sebagai ketua DPC Belitung Timur. Tahun itu juga ia terpilih menjadi anggota DPRD Belitung Timur di partai besutan Syahrir itu hingga tahun 2009. Tahun 2005 ia dicalonkan dan sukses menjadi bupati Belitung Timur. Tapi posisi itu ditinggalkannya tahun 2006 untuk menjadi calon gubernur dalam pilkada Provinsi Bangka Belitung. Ia gagal dalam kontestasi politik itu.

Tahun 2009 BTP menjadi caleg dari Partai Golkar dan sukses menjadi anggota DPRI. Posisi sebagai anggota dewan ditinggalkan dengan dicalonkan sebagai wakil gubernur dan menang pada pilkada DKI Jakarta tahun 2012. Tahun 2012 BTP menjadi Plt Gubernur DKI karena Jokowi ikut pilpres dan sukses terpilih menjadi presiden. Tahun 2014 resmi menjadi gubernur DKI hingga 2017. Setelah menjalani kehidupan di penjara selama 2 tahun karena kasus pelecehan agama, tahun 2019 ia diangkat menjadi komisaris Pertamina hingga saat ini.

Dengan latar belakang karir seperti di atas, maka BTP menjabat sebagai komisaris utama Pertamina dengan nol pengalaman di industri migas.

&&&

Semester pertama 2019 Pertamina mencatatkan omzet sebesar USD 20,48 miliar. Pertamina menggunakan mata uang USD dalam laporan keuangan resminya. Angka diatas mengalami penurunan sebesar 23% dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar USD 25,55 miliar. Penurunan itu berakibat Pertamina mengalami kerugian komprehensif sebesar USD 926 juta alias Rp 13 Triliun kurs hari ini. Periode  yang sama tahun sebelumnya Pertamina membukukan laba USD 628 juta alias Rp 9,24 triliu kurs hari ini.

Bagaimana dengan ExxonMobil? Tahun ini omzetnya adalah USD 88,76 miliar. Omzet itu mengalami penurunan  33% dari omzet periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar USD 132,72 miliar. Dengan penurunan itu perusahaan migas terbesar dunia (omzet, laba, aset dan nilai) menurut Forbes ini mengalami kerugian sebesar USD 1,67 miliar alias Rp 24,9 triliun kurs hari ini. Periode yang sama tahun lalu ExxonMobil membukukan laba USD 5,48 miliar alias Rp 8 triliun kurs hari ini.

&&&

Pertamina rugi. Omzetnya turun drastis. ExxonMobil juga rugi. Omzetnya  juga idem. Keduanya memang berada pada industri yang terpengaruh berat oleh krisis akibat pandemi Covid 19. Orang pada tinggal dirumah. Kebutuhan BBM turun drastis. Tiga bulan pertama lockdown misalnya saya sama sekali tidak membeli bbm untuk mobil yang biasanya sehari hari saya pakai beraktivitas.

Secara bisnis, rugi pada kondisi krisis adalah hal yang biasa. Bagi para pemegang saham, yang penting adalah memastikan bahwa manajemen telah melakukan tindakan terbaik. Dalam hal inilah Pertamina dan ExxonMobil berbeda. Berbeda dalam track record tim manajemennya.

Menghadapi krisis ini, ExxonMobil dipimpin oleh orang  yang sudah berpengalaman di bisnis migas dan merintis karir dari nol sampai posisi puncak sepanjang 28 tahun. Ibarat karateka Woods adalah sabuk hitam. Dengan kapasitas seperti ini, pemegang saham dan stakeholder akan  mudah memahami bahwa efek krisis ini tidak bisa dihindari. Rugi bukan kesalahan dewan direksi. Bukan kesalahan CEO. Bukan kesalahan executive director. Bukan pula kesalahan non executive director alias komisaris dalam menjalankan peran strategiknya mengawasi kinerja direksi.

Karateka: sabuk putih mengawasi sabuk kuning melawan sabuk hitam

Bagaimana dengan Pertamina? Saat krisis covid ini, Pertamina dipimpin oleh dirut yang baru berpengalaman 3 tahun di industri migas. Ibarat karateka, di industri migas, Nicke adalah sabuk kuning. Padahal, dalam riset tentang masa jabatan CEO, proses pembelajaran CEO itu rata-rata butuh waktu 11 tahun sejak pengangkatannya. Maka bisa dibayangkan bagaimana sebuah perusahaan dengan aset USD 70,23 miliar alias Rp 1030 triliun  dipimpin oleh seorang CEO yang sedang dalam masa awal proses pembelajaran.

Tugas komisaris adalah pengawasan stratejik dan administratif. Pengawasan stratejik artinya adalah memastikan bahwa direksi telah mengambil keputusan yang tepat untuk menjadikan perusahaan laba dan terus tumbuh. Nah, dengan pengalaman yang jauh lebih pendek dari pada dirut, komisaris utama adalah ibarat karateka sabuk putih. Karateka sabuk putih mengawasi karateka sabuk kuning yang sedang bertarung melawan sabuk hitam si Covid-19. Maka, sulit untuk meyakini bahwa komisaris Pertamina telah mengawasi dan memastikan bahwa direksi telah mengambil kebijakan yang tepat dalam menghadapi gelombang besar industri migas dunia ini. Apalagi Pertamina juga kental dengan fenomena Pseudo CEO.

ExxonMobil melawan Covid-19 dengan dipimpin “karateka sabuk hitam”. Menghadapi lawan yang sama Pertamina dipimpin oleh “karateka sabuk kuning” dengan pengawasan “karateka sabuk putih”. Itulah kenyataan perusahaan BUMN migas milik rakyat Indonesia itu. Tetapi sebagai orang yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa mari kita tetap berdoa. Semoga Pertamina selamat menghadapi badai ekonomi ini. Semoga kedepan menjadi pelajaran. Agar Pertamina kelak selalu dipimpin oleh para “ karateka sabuk hitam” industri  migas hasil kaderisasi internal. Juga diawasi oleh “karateka sabuk hitam” hasil kaderisasi internal. Bukan cabutan dari luar. Agar Pertamina bisa menguasai tambang minyak seluruh dunia seperti ExxonMobil. Aamin.

Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram  atau Grup WA SNF Consulting

*)Artikel ke-282 ini ditulis di Surabaya pada tanggal 28 Agustus 2020 oleh Iman Supriyono, CEO SNF Consulting.

11 responses to “Pertamina Vs. ExxonMobil: Bisakah Dimaklumi Ruginya?

  1. Menarik bahasannya. Logis dan netral. Terima kasih.

  2. Ping-balik: Pertamina Rugi Vs. AKR Laba: Buka-bukaan, Siapa Takut? | Catatan Iman Supriyono

  3. Pemerintah selama ini selalu memprioritaskan pertumbuhan ekonomi drpd bidang lainnya ? Namun actionnya dgn menempatkan orang2 yg miskin pengalaman dalam mengelola BUMN ? Tidak heran kalau target selalu tidak bisa tercapai ?

  4. Menarik sekali tulisannya. Jangan sampai aset trilyunan dipimpin oleh non-well experienced professional. Kapan bisa ngopi bareng di area Thamrin atau Sudirman atau Semanggi Pak Iman Supriyono. Kantor saya kebetulan di sekitar Mega Kuningan. SNF dimana kantornya di Jkt pak?

  5. Susah pak, berharap perbaikan di bumn, ganti presiden ganti kabinet, ganti menteri bumn, ganti jg direksi bumn…bagaimana bisa direksi mencapai sabuk hitam…Indonesia sdh gak ada harapan pak….
    Sudah merdeka dari penjajahan bangsa asing, sekarang dijajah bangsa sendiri…nasib….

  6. Ko Ahok sdh tahukah ulasan ini mas Imam. Kok kalah dgn pwrusahaan sekelass AKR.
    Memang bener Jokowi harus dilakukan Revilusi Mental Pejabat Indonesia. Klu anytime system bisa dirybah. Tapi Klu manusianya gk mau berubah ya susah. Tapi tdk ada kata susah harus diubah spy menjadu berbuah. Salam Sehat mas Imam. GBU

  7. Ping-balik: Garuda, Air Asia & SQ Era Pandemi: Siapa Paling Parah? | Catatan Iman Supriyono

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s