Ummi, begitu kau sakit, abi makin takjub dengan sahabat-sahabatmu. Begitu kau meninggal, ketakjuban itu makin menjadi-jadi. Mereka begitu cintanya kepadamu. Perhatiannya luar biasa. Perhatian yang penuh ketulusan. Perhatian yang tanpa pamrih. Kecuali untuk menggapai ridho-Nya.
Yang paling sederhana adalah perhatian melalui kiriman makanan. Walau aku tidak pernah menulis status medsos apapun yang mengabarkan sakitmu, perlahan-lahan sahabat-sahabatmu tahu juga. Begitu tahu, perhatian itu mulai muncul. Makanan terus mengalir deras ke rumah kita. Bahkan datangnya berlebih. Aku dan anak-anakmu harus terus berbagi aneka makanan itu kepada orang lain. Aneka makanan terus menumpuk di rumah.
Bahkan sampai hari ini, aku dan anak-anakmu masih terus menikmati makanan kiriman dari sahabat-sahabatmu. Mbak Um dan buah hatinya di rumah juga ikut menikmatinya. Mbak Um sudah seperti keluarga kita. Bahkan kau sudah berpesan dan pesan itu dipegang oleh perempuan Madura itu. Kau memintanya untuk tetap bekerja di rumah kita. Membantu kita dalam membesarkan anak-anak. Suami mbak Um adalah orang yang berada di barisan depan dalam proses pemakamanmu.
Ummi, perhatian sahabat-sahabatmu bukan sebatas makanan. Ketika sakitmu semakin berat, ada beberapa dari mereka mengundang abi masuk sebuah grup WA yang dibuat khusus untuk memantau perkembanganmu. Mereka memperhatikanmu seperti saudara kandungmu memperhatikanmu. Seperti saudara-saudara kandungku memperhatikanmu. Seperti anak-anak kita memperhatikanmu. Maka, update perkembanganmu pun terus abi bagikan kepada mereka. Disamping kepada anak-anakmu, saudara-saudara kandungmu, dan saudara-saudara kandungku. Sampai ketika kau sudah tidak bisa berkomunikasi jelang subuh Jumat 25 Desember itu. Sampai ketika kau menghembuskan nafas terakhirmu. Bahkan sampai saat ini. Mereka sudah seperti keluarga kita.

Mereka bukan hanya peduli kepadamu. Tetapi juga kepada anak-anakmu. Dan itu bukan hanya mereka lakukan saat ini. Itu sudah mereka lakukan sejak kelahiran anak pertama kita. Kau tentu masih sangat ingat bagaimana sulung kita dulu diasuh mereka saat kau harus berada di lab untuk praktikum teknik kimia yang menyibukkan itu. Sementara aku juga harus menghadapi urusan kampusku. Sekaligus urusan mencari nafkah. Sekaligus urusan masjid ITS yang juga kau hadapi sebagai pengurus inti.
Mereka begitu baiknya kepadamu. Sampai seolah abi dan anak-anakmu sama sekali tidak boleh terbebani oleh sakitmu. Oleh kepergianmu. Mental maupun material. Mereka turut menanggung beban itu. Sama sekali tanpa pamrih duniawi. Kau hanya seorang guru Al Qur’an. Tidak ada jabatan, bisnis, atau sejenisnya yang bisa dipamrihkan kepadamu. Murni sebuah persahabatan karena Rabb-Mu.
Dan yang lebih mengharukan adalah….kau telah tuntas mentransfer semua sahabat-sahabat baikmu itu kepadaku. Mulai sahabat SD mu di Tembok Dukuh I, Surabaya. Sahabat biru putihmu di SMP 3 Surabaya. Sahabat abu-abumu di SMA 5 Surabaya. Sahabat kuliahmu di Teknik Kimia ITS. Sahabat-sahabatmu di pendidikan Al Qur’an. Dan tentu saja sahabat kita di masjid manarul ilmi ITS. Terima kasih luar biasa untuk hal ini. Kau jagonya silaturahim.
Beberapa sahabatmu menyampaikan kepada abi. Abi akan tetap diundang jika ada kumpul-kumpul sahabatmu. Seperti yang selama ini kita lakukan. Aku selalu kau ajak hadir jika ada kumpul-kumpul sahabat-sahabatmu. Dan sebaliknya juga. Aku juga selalu mengajakmu hadir jika ada kumpul-kumpul sahabatku. Sahabatmu adalah sahabatku juga. Sahabatku adalah sahabatmu juga. Kita menyatu.
Ummi, ada saatnya kita menghadapi masalah dan pertengkaran berat. Saat itulah abi merasakan bahwa sahabatku dan sahabatmu yang menyatu itu menjadi katalisator terbaik. Menjadi perekat agar kebersamaan kita tidak retak sedikitpun. Bagaimana bisa retak kalau ikatan kita dikuatkan oleh banyak sekali sahabatmu. Oleh banyak sekali sahabatku. Oleh banyak sekali sahabat kita. Itulah mengapa kau tidak pernah kuatir kepadaku kemanapun aku pergi. Aku pun juga begitu. Bahkan ke luar negeri pun sahabat kita menyatu. Sahabatmu adalah sahabatku juga. Sahabatku adalah sahabatmu juga. Alangkah indahnya hidup ini. Alhamdulillah….. Allahumarhamha….
Ummi, melepas kepergianmu memang berat. Tetapi kebaikanmu kepada sahabat-sahabatmu itu meringankanku. Meringankan anak-anak kita. Sepergimu mereka bertestimoni. Kau pandai sekali menjalin persahabatan. Kau adalah sahabat yang ringan tangan membantu. Kau adalah sahabat terbaik. Sahabat tersetia. Sahabat yang menyenangkan. Sahabat yang akan terus dikenang. Sahabat yang akan terus didoakan kebaikannya. Aku memohon kepada Dzat yang menguasai jiwaku. Aku memohon kepada Dzat yang menguasai jiwamu. Duhai Ar-Rahman, berikan kekuatan kepada aku dan anak-anakku untuk melanjutkan segala kebaikannya dalam menjalin persahabatan karena-Mu. Jadikan kebaikan bersahabat itu sebagai amal jariahnya. Aamin
Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram atau Grup WA SNF Consulting
Baca juga
Obituari pertama: Pendidikan terbaik berbagai bangsa
Obituari kedua: Pekerjaan tak terkenal sang Insinyur
Obituari ketiga: Pernikahan, pertengkaran dan sepiring berdua kita
Obituari keempat: Kau, aku dan masjid
Obituari kelima: Sahabatmu sahabatku, sahabatku sahabatmu
Obituari keenam: Caramu memandirikan anak-anak kita
Obituari ketujuh: Sederhana dan percaya diri adalah kamu
Obituari kedelapan: Kau, aku dan adikku
Obituari kesembilan: Istriku editorku
Obituari kesepuluh: Musim durian tahun lalu
Obituari kesebelas: Ummi di mata Jo
*)Artikel ke-302 karya Iman Supriyono ini ditulis di kantornya, SNF Consulting, Jalan Pemuda Surabaya pada tanggal 7 Januari 2021. Tulisan ini merupakan obituari keempat untuk almarhumah R.A. Anni Muttamimah, istri penulis, yang meninggal pada hari Jumat tanggal 25 Desember 2020. Ummi adalah panggilan keluarga untuk almarhumah. Abi adalah panggilan keluarga untuk penulis.
Ping-balik: Caramu Memandirikan Anak-Anak Kita | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Sederhana dan Percaya Diri Adalah Kamu | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Kau, Aku dan Adikku | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Istriku Editorku | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Musim Durian Tahun Lalu | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Ummi di Mata Jo | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Karir Tak Terkenal Insinyur Bergengsi | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Bangku Kosong: Pendidikan Terbaik Berbagai Bangsa | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Pernikahan, Pertengkaran & Sepiring Berdua Kita | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Kau, Aku dan Masjid | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Sahabatmu Sahabatku, Sahabatku Sahabatmu – SuaraKupang.com