Jati Diri Sosial National University of Singapore


Sejarah National University of Singapore, NUS, berawal dari tahun 1905 sebagai The Straits and Federated Malay States Government Medical School.  Para pengusaha yang dipimpin oleh Tan Jiak Kim sebagai pendiri memulainya dengan 23 mahasiswa. Tahun 1913 namanya diubah menjadi King Edward VII Medical School sebagai perguruan tinggi pertama di Singapura. Tahun 1921 status sebagai  Medical School ditingkatkan menjadi  King Edward VII College of Medicine. Tahun 1928 Raffles College didirikan sebagai pendidikan tersier di bidang seni dan sains. Tahun 1949 Raffles College digabung dengan King Edward VII College of Medicine menjadi University of Malaya, universitas pertama bagi masyarakat Singapura dan Federasi Malaya.  Tahun 1955 didirikan Nanyang University, sebuah universitas swasta  berbasis komunitas chinese. Tahun 1962 University of Malaya kampus Singapura menjadi institusi otomom bernama University of Singapore. Tahun 1980 The National University of Singapore didirikan sebagai hasil penggabungan antara University of Singapore dan Nanyang University.

Kini, NUS adalah kampus terkemuka dunia. Dalam QS Universities 2026 berada di urutan ke 8. Hanya kalah oleh MIT, Imperial College London, Standford University, UNiversity of Oxford, Harvard University, University of Cambridge, dan ETH Zurich. Jauh di atas Universitas Indonesia yang berada pada urutan 189 pada daftar tersebut. UI berdiri sebagai STOVIA pada tahun 1849.

&&&

Kampus haruslah berjati diri sosial. Jati diri sosial ini tidak cukup hanya klaim internal. Tapi harus sampai pada masyarakat. Bentuknya adalah partisipasi masyarakat dengan memberikan donasi untuk kampus. Jika masyarakat belum mau berdonasi, artinya mereka masih menganggap kampus lebih berjati diri bisnis.

Pada laporan tahunan 2024 NUS menyebut bahwa asetnya adalah SGD 18,55 alias IDR 242 triliun. Yang menarik, dari aset tersebut, komponen terbesarnya yaitu sebesar 76% yaitu SGD 14,1 alias IDR 184 triliun adalah berupa aset investasi. Yang berupa aset operasional (gedung, alat lab, dan sebagainya) hanya 24%. Profil aset ini tidak jauh berbeda dengan MIT, si peringkat 1 QS, yang aset investasinya adalah 79%.

Aset investasi NUS berkontribusi pendapatan sebesar SGD 425 juta alias IDR 5,5 triliun. Pendapatan investasi berkontribusi 19% terhadap total pendapatan kampus yang sebesar SGD 2,9 miliar alias IDR 30 triliun. Angka persentase yang disebut juga sebagai indeks wakafisasi ini hanya sedikit dibawah MIT yang 29%.

Uang kuliah (tuition fee) NUS menghasilkan SGD 828 juta alias 10,8 triliun. Pendapatan dari pembayaran mahasiswa ini berkontribusi sebesar 36% pendapatan kampus. Angka persentase yang disebut juga sebagai indeks ketergantungan ini masih agak jauh dibanding angka MIT yang sebesar 8%. Tapi dari proporsi aset investasinya, tampak bahwa NUS sedang mengejar MIT.

Tahun 2024 kampus dengan nilai endowment fund terbesar ke 32 dunia ini menerima donasi sebesar SGD 210,5 juta alias IDR 2,7 triliun dari 9 312 donatur. Donasi itulah yang terakumulasi menjadi aset investasi. Tentu saja juga dari capital gain investasinya.

Mengapa capital gain? Karena dari aset investasi di atas, NUS hanya mengalokasikan SGD 2 miliar (IDR 26 triliun) alias 14% berupa obligasi. Obligasi tidak mendapatkan capital gain bahkan sebaliknya termakan inflasi. Selebihnya sebesar SGD 12 (IDR 156 triliun) alias 86% adalah berupa ekuitas (saham) berbagai perusahaan. Inilah penghasil capital gain. Angka ini lebih besar dari MIT berada pada 79%. Artinya, aset investasi NUS berpotensi tumbuh lebih pesat dari pada aset MIT si juara pertama.

Bergabung ke ekosistem dana abadi-wakaf korporat? Hubungi bit.ly/mysnf4

Pembaca yang baik, angka-angka di atas menunjukkan jati diri sosial NUS yang sudah sangat nyata. Jati diri sosial artinya adalah bahwa kampus mesti membebaskan diri dari jati diri transaksional. Jati diri transaksional nampak dari indeks ketergantungan yaitu seberapa besar kampus tergantung dari pendapatan yang berasal dari uang kuliah para mahasiswa.

Investasi NUS dari laporan keuangan terauidit

Siapa yang mesti berkontribusi untuk mengokohkan jati diri sosial dunia pendidikan? Pertama tentu saja para pengelola lembaga pendidikan. Di kampus tentu saja para rektor, wakil rektor, dekan, wakil dekan, kepala departemen dan sebagainya. Mereka berkontribusi dengan program donasi yang menarik. Yang kedua adalah para pelaku bisnis yang melakukan proses korpoatisasi. Terus menerus melakukan scale up dengan dana yang diperoleh dari penerbitan saham. Kampus atau institusi pendidikan lain masuk sebagai investor dengan skema primary market. Meneguhkan jati diri sosial, sekaligus menumbuhkan ekonomi. Anda pengelola kampus? Anda pengelola pendidikan? Anda pelaku bisnis? Saatnya berkontribusi.

Karya ke-497 Iman Supriyono yang ditulis di Surabaya pada tanggal 31 Desember 2025.

Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram  atau Grup WA KORPORATISASI atau hadiri KELAS KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi

Tinggalkan komentar