Xenia


Jalan kaki dari rumah ke kantor. Sehat dan asyik kan? Ini adalah kalimat pembuka diskusi pada sebuah situs jejaring sosial yang saya tulis pada suatu pagi akhir januari 2012 ini. Saya menuliskannya sesaat sebelum berangkat meninggalkan rumah menuju kantor SNF Consulting yang bisa ditempuh sekitar 7 menit jalan kaki santai dari rumah.

Ada banyak komentar menarik. Ada yang pingin melakukannya tetapi berat karena jarak dari rumah ke kantornya 23 kilometer. Ada yang menyebut nama Dahlan Iskan yang memang juga hobi jalan kaki dari rumah ke kantor sejak menjadi direktur PLN beberapa tahun lalu sebagai inspirasi. Ada yang selalu melakukannya karena rumah dan kantornya jadi satu. Masih banyak lagi komentar menarik lain.

Dari sekian komentar, ada satu yang menarik: Awas Xenia! Sebuah komentar yang mungkin bisa terasa tidak nyambung. Tetapi jadi nyambung karena beberapa hari sebelumnya di Jakarta telah terjadi sebuah peristiwa tragis: 13 orang diseruk Mobil Daihatsu Xenia saat sedang berjalan santai di trotoar kawasan Tugu Tani. Sembilan diantaranya meninggal dunia. Media hari-hari berikutnya salalu dihiasi dengan pemberitaan besar besar masalah ini.

&&&

Hijaunya pepohonan dan tanaman hias di kampus ITS sungguh menarik hati untuk menjadi tempat olah raga lari pagi. Apalagi rumah saya memang tidak jauh dari kampus teknologi seluas hampir 200 hektar ini. Udaranya sejuk. Suasananya segar. Hampir di tiap ruas jalan ada jalur pedestrian yang bagus. Berolah raga sekaligus menikmati suasana. Apalagi olahraganya ditemani orang terdekat: istri. Makin cocok saja.

Kampus ITS memang indah untuk lari pagi. Tetapi sebenarnya saya punya satu alasan lagi yang juga sangat penting: keselamatan. Ada poin penting dalam soal ini. Pertama, pemilihan olah raga lari pagi sudah mengandung unsur keselamatan. Saya tidak memilih misalnya bersepeda karena alasan ini. Bersepeda harus melalui jalan raya yang penuh dengan kendaraan yang bisa jadi kurang bersahabat dengan para pengendara sepeda. Kedua, lari pagi pun harus memilih lokasi yang aman. Kampus ITS memenuhi point ini. Bukan semata mata karena lalu lintasnya yang sepi. Tetapi yang lebih penting adalah karena jalur pedestriannya yang aman.

Aman seperti apa? Salah satunya dan yang membuat saya senang adalah desainnya. Trotoar atau pedestrian pada umumnya selalu dibuat persis di pinggir jalan. Tidak ada pemisah antara trotoar dengan badan jalan kecuali biasanya trotoar selalu dibuat dengan permukaan lebih tinggi dari pada badan jalan. ITS berbeda. Tidak seperti umumnya trotoar atau pedestrian. Di kampus tempat saya belajar teknologi 22 tahun lalu itu, walaupun tidak seluruhnya, trotoar atau pedestriannya tidak mepet jalan. Antara pedestrian dengan badan jalan dipisahkan taman selebar sekitar 1 meter. Taman itu dipenuhi dengan tanaman hias, rumput hias dan pohon pohon tanaman keras. Disamping berfungsi untuk keindahan, keberadaan taman ini juga akan melindungi pejalan kaki dari ancaman kendaraan yang melaju dengan kencang di jalan.

Pejalan kaki di pedestrian orchard road singapore terlindung dari laju kendaraan di jalan dengan taman dan pohon pohon besar

Lho bukankah trotoar atau pedestriannya sudah lebih tinggi? Ternyata lebih tinggi saja tidak cukup. Berita kecelakan Xenia pada bagian awal dari tulisan ini menunjukkan ketidakcukupannya. Sembilan nyawa harus melayang karena kelalaian seorang pengemudi Xenia yang sedang terpengaruh efek sabu. Dengan kecepatan tinggi, mudah sekali bagi roda sebuah mobil untuk melompati ketinggian trotoar dan kemudian tanpa ampun membantai para pejalan kaki yang sedang bersantai atau berolahraga di pedestrian atau trotoar.

Andai saja trotoar di kawasan Tugu Tani Jakarta itu didesain seperti di ITS, tentu tidak akan ada berita melayangnya 9 nyawa itu. Laju Xenia akan tertahan pepohonan. Tentu media tidak menghiasi dirinya dengan berita kecelakaan itu. Ini pulalah rupanya yang menjadi alasan mengapa desain pedestrian atau trotoar di Singapura misalnya pada umumnya juga seperti yang ada di ITS. Ada taman pemisah antara badan jalan dengan jalur pedestrian. Desain yang aman. Aman bagi pejalan kaki. Supaya tidak ada lagi anak anak yang kehilangan ayah beserta seluruh peluang nafkah dari sang ayah gara-gara kelalaian pengemudi seperti kasus Xenia di Jakarta itu. Semoga tidak ada lagi anak anak yang kehilangan kasih sayang ibunya gara gara kecelakaan saat jalan kaki di pedestrian. Semoga Xenia di Tugu Tani menjadi pelajaran. Semoga kelak segalanya jadi lebih baik. Amin.

Tulisan Iman Supriyono ini juga dimuat di majalah Baz, terbit di Surabaya

6 responses to “Xenia

  1. Irsyad Hidayatullah

    Saya rindu suasana ITS…
    Iya… Saya sering ketemu pak iman jalan2 pagi sama istri d ITS…

  2. wah,saya juga suka jalan2 pagi @ITS,tp belum beruntung ketemu pak Iman ya,hehe

  3. Green Campus. Sampai ada bagian spesialis khusus untuk pengawasan pohon-pohon dikampus. Ternyata memang sangat bermanfaat.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s