Berbisnis Sejak Mahasiswa: Kardus Kardus Besar


Asrama Mahasiswa ITS, Agustus 1990. Ini adalah hari-hari pertama saya sebagai seorang mahasiswa. Seperti kawan-kawan pada umumnya, tiap bulan saya mendapatkan jatah uang kuliah dan biaya hidup dari orang tua di desa. Rupiah hasil jerih payah ayah ibu Caruban, Madiun yang bekerja sebagai pengrajin makanan tradisional brem saya ambil tiap bulan berupa uang tunai dan masuk dompet.

Surabaya Agustus 1991. Saya sudah tidak tinggal di Asrama lagi. Ada ritme baru sebagai mahasiswa. Saya indekos di sebuah kampung tidak jauh dari kampus. Ada banyak pertimbangan untuk meninggalkan asrama. Salah satunya adalah supaya bisa berjualan brem. Ya, sejak tahun kedua bangku kuliah, jatah bulanan dari ayah ibu tidak lagi saya ambil berupa uang tunai yang masuk dompet. Saya mengambilnya berupa brem. Dompet berubah menjadi kardus-kardus besar. Kue dari sari tape ketan ini kemudian saya jual dengan konsinyasi di toko-toko di Surabaya. Hasil penjualannya baru saya belikan nasi dan lain-lain keperluan seorang mahasiswa.

Ayah ibu yang mengajarkan bisnis sejak mahasiswa

Pembaca yang baik, saat ini Anda sedang membaca artikel yang saya tulis di kabin pesawat Boeing 737 ER dari Surabaya menuju Batam awal Maret 2011. Di perut pesawat gress Lion Air ini saya terkenang kembali indahnya kehidupan sebagai seorang mahasiswa.

Saya tidak sedang menjadi sentimentil. Kenangan saya pada kehidupan mahasiswa dulu terpicu oleh maksud perjalanan saya kali ini. jika saya dulu pulang pergi dari Caruban-Surabaya dengan membawa kardus-kardus besar berisi brem, di bagasi di bawah kabin pesawat ini saya juga menyimpan kardus-kardus besar. Maksudnya sama. Hanya berbeda barang.

Di bagasi, saya menyimpan tiga kardus besar berisi baju renang muslimah. Ini bentuk lain dari uang sekolah sulung saya. Saya membawanya ke Batam dan selanjutnya naik kapal very dari dermaga Batam Center menuju dermaga Skupang di Johor, Malaysia. Lewat Batam karena tidak ada penerbangan langsung Surabaya-Johor. Di negeri seberang, Sulung saya sudah siap untuk menjual baju-baju itu. Selanjutnya, uangnya akan dimanfaatkannya untuk biaya pendidikan dan kehidupannya sebagai seorang pelajar tahun kedua di sekolah setingkat SMA di kota yang berbatasan langsung dengan Singapura ini.

Dulu diajari ayah ibu untuk berbisnis sejak mahasiswa, kini mengajari anak-anak untuk berbisnis sejak mahasiswa

Ya, saya sedang berperan seperti ayah saya tahun 1991 yang lalu. Mengirimi dagangan untuk mengajar si sulung menjadi entrepreneur. Atau paling tidak belajar menjadi entreprenur kecil-kecilan sejak tahun kedua pendidikannya di rantau. Dari aktivitas jualan baju renang ini, labanya sudah cukup untuk uang sekolah dan biaya hidup di negeri jiran sekitar Rp 2 juta perbulan. Jadi, paling tidak juga belajar menjadi mandiri. Hal terpenting dalam pendidikan yang saya ajarkan kepada anak-anak setelah dasar-dasar agama.

Saya lakukan apa yang dulu dilakukan ayah ibu karena telah merasakan manfaatnya yang besar. Berjualan dan menghasilkan uang sendiri sambil menuntut ilmu menjadikan saya lebih banyak bergaul dengan masyarakat, berkomunikasi dengan para pedagang, praktek seni mencari uang, praktek pemasaran, praktek manajemen, dan belajar hidup yang sesungguhnya. Ini semua sulit diperoleh seandainya saya menerima uang tunai dari ayah ibu dan hidup hanya bergulat dengan buku. Karenanya saya sangat berterima kasih kepada ayah ibu dan bersyukur kepada-Nya atas model pendidikan yang luar biasa ini. bentuknya adalah dengan melakukan hal yang sama untuk si buah hati. Normalnya, kardus-kardus besar ini bisa dikirim melalui jasa ekspedisi. Kali ini kardus-kardus besar itu saya kirim sendiri karena kebetulan lagi senggang dan ingin bercengkerama dengan si sulung di rumah indekosnya di Johor Bahru. Merasakan kembali nikmatnya kardus-kardus besar. Bukan dompet!

Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram  atau Grup WA SNF Consulting

Baca juga….
Perceraian entrepreneur muda
Fokus bagi entrepreneur
Menemukan rumus laba

Tulisan karya Iman Supriyono ini pernah dimuat di majalah yatim, terbit di Surabaya.

7 responses to “Berbisnis Sejak Mahasiswa: Kardus Kardus Besar

  1. Yo’i… sebuah kebermanfaatan yang menular dan, tentu saja layak ditularkan. Kardus boleh beda, tapi isinya tetap sama :brem cap kemandirian

  2. ntar buat di praktekin untuk anak saya gan.. ”makasih”.

  3. Napak tilas n copy paste perjuangan orang tua…pk iman n anak…qeren pk..

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s