Roti: Hikmah Dibalik Keprihatinan


Tentang roti sebenarnya adalah cerita yang mengandung unsur keprihatinan. Prihatin karena roti adalah salah satu makanan yang makin populer di negeri ini sebagai salah satu aternatif makanan pengganti nasi. Makanan selingan mengurangi ketergantungan pada beras yang hingga kini memang kita masih harus mendatangkannya dari Thailand atau Vietnam. Kepopuleran roti berarti adalah ketergantungan pada gandum yang hanya bisa ditanam di negeri-negeri subtropis. Gandum yang sehari-hari kita kenal melalui roti (dan tentu saja mie instan maupun tepung terigu) selama ini memang 100% kita impor dari negeri-negeri subtropiss seperti Amerika Serikat, Turki, Australia dan lain lain. Inilah sisi keprihatinan roti. Niat hati ingin melepaskan ketergantungan pada impor beras ternyata berubah menjadi ketergantungan impor gandum. Lepas dari mulut harimau masuk ke mulut buaya. Tetapi…. seprihatin apapun, jika kita jeli tentu kita bisa mengambil pelajaran menarik.

Pelajaran tentang roti itu berasal dari sebuah perusahaan yang sahamnya di bursa efek jakarta dicatat dengan kode “ROTI”. Bagi Anda yang tidak begitu mengenal lantai bursa, saya yakin paling tidak Anda sangat mengenal perusahaan ini melalu produknya berupa roti bermerek Sari Roti. Sebuah produk yang sangat mudah dijumpai pada supermarket dan minimarket yang tersebar dimana-mana.

sari roti

Tampil mengisi kekosongan merek nasinal produk roti

Apa pelajaran dari Sari Roti? Saya masih ingat belasan tahun lalu di Surabaya banyak sekali merek dengan produk seperti apa yang sekarang diproduksi oleh Sari Roti. Tiap pagi armada mereka berupa sepeda atau motor berkeliling kampung dan perumahan warga untuk menawarkan roti tawar dan sejenisnya. Beberapa merek yang saya masih ingat misalnya: Fran’s, Roti Tjwan Bo, Suzana. Ada juga tidak punya armada keliling tetapi produknya sangat dikenal di toko-toko yaitu Ramayana. Itu adalah beberapa merek lokal. Hanya dikenal di cakupan geografi yang kecil. Di daerah lain juga muncul merek-merek roti lokal dengan cakupan goegrafis yang juga kecil.

Seiring dengan pertumbuhan kepergian orang ke luar daerah karena makin mudahnya transportasi, untuk berbagai produk masyarakat merasa tidak cukup hanya dengan keberadaan merek lokal. Orang Jakarta yang sedang melancong ke Surabaya dan membutuhkan roti tidak familiar dengan merek-merek roti lokal. Sebaliknya juga orang Surabaya yang bepergian ke Jakarta dan membutuhkan roti tidak nyaman membeli roti merek setempat karena tidak dikenalnya. Makin hari ketidaknyamanan ini makin tumbuh seiring dengan booming penerbangan murah. Makin banyak saja orang yang bepergian ke berbagai daerah untuk berbagai kepentingan. Maka, kebutuhan akan adanya merek roti yang dikenal secara nasional makin tinggi. Disinilah Sari Roti berperan. Mengisi kekosongan kebutuhan masyarakat.

Keberadaan Sari Roti sebagai merek nasional mendapatkans sambutan luar baisa dari masyarakat. Ini terbaca misalnya dari pertumbuhan omset tiga tahun terkahir: Rp 612 M pada tahun 2010, Rp 813 M tahu 2011 dan terakhir Rp 1,190 pada tahun 2012. Pertumbuhan pasar yang mencerminkan sebuah antusiasme untuk ukuran omset yang mulai menapak bilangan Trilyun.

Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah roti.jpg

Antusiasme Sari Roti juga nampak sekali dari laporan arus kas perusahaan yang mengklaim menggunakan teknologi Jepang ini. Pada tahun 2012 perusahaan bernama lengkap PT Nippon Indosari Corporindo ini menanamkan investasi senilai Rp 429 Milyar. Perusahaan yang berdiri sejak 1995 ini membiayai investasi itu dengan kas hasil operasinya Rp 189 M dan kekurangannya dari pinjaan pihak lain. Investasi lebih banyak dibiayai dari dana pinjaman dari pada dana internal hasil operasi perusahaan. Sebuah cermin dari semangat ekspansi yang tinggi untuk makin mengokohkan diri sebagai satu satunya merek nasional untuk roti.

Bagaimana nasib merek-merek lokal? Tentu masih ada celah untuk tetap eksis. Tetapi tentu pertumbuhan mereka tidak bisa dibandingkan dengan yang merek nasional. Nah, Anda para praktisi bisnis bisa mengambil perlajaran dari Sari Roti. Ada peluang untu produk atau jasa apapun untuk tampil sebagai merek nasional. Merek yang dikenal dan tersebar secara nasional. Ada peluang Ekpansi!

**Tulisan Iman Supriyono ini pernah dimuat pada majalah Matan, terbit di Surabaya

14 responses to “Roti: Hikmah Dibalik Keprihatinan

  1. Ulasannya mantap pak….sukses buat njenengan

  2. Roti itu sendiri sebenarnya industri yang sudah tua. Bahkan bisa dibilang persaingannya cukup tinggi. Jika saya lewat di jalan dinoyo Surabaya, saya hanya membatin, roti basah adalah rejekinya orang daerah. Tidak mungkin perusahaan nasional dan multi bisa merambah ke area ini. Dan sepanjang pengamatan beberapa tahun lalu, mayora pernah mencoba memproduksi roti basah kemasan. Rasanya bagi saya sangat enak. Tapi beberapa kali saya membeli di hypermarket, kondisi roti sering berjamur hitam (tapi gak komplain karena gak sempat). Akhirnya benar, produksi tidak berlanjut. Roti basah dari perusahaan multi yang barusan masuk pasar adalah kraft. Rasanya enak juga. Dan anehnya, koq gak ada yang berjamur ya seperti pengalaman sebelumnya?! Jadinya saya penasaran dengan pengawetnya ini. Pasar roti basah dengan pemasaran iklan tv dan bersifat nasional tidak banyak pemainnya. Syaratnya tahu pengawet yang tepat. Namun setelah membaca tulisan Pak Iman, jadinya mentah semua teori saya. Strateginya Sari Roti berbeda. Tapi tujuan meraih pasar nasional berhasil. Bukan roti tawar terbaik menurut saya, Tapi bisa diterima dilidah semua orang (riset pake lidahnya orang padang barangkali). Jika memang demikian, bukan tidak mungkin akan ada perusahaan nasional lain bahkan perusahaan multinasional yang akan meramaikan roti basah di Indonesia. Soalnya pasarnya sangat besar. Terakhir, berharap gorengan masih aman dimainkan oleh orang-orang kecil dan lokal.

  3. Pakai nama lokal sampai saya dan teman-teman tidak sadar itu bukan perusahaan lokal sini. Mantap. Terima kasih sharing ilmunya pak Iman 🙂

  4. Seneng blog ini update lagi 🙂
    Btw saya yg fokus pada expansi.
    Kbetulan saya ada produk Gendongan Bayi Modern (www.icbabywrap.com)
    Selama ini hanya online dan sudah mencakup Nasional (kirim ke seluruh kota di Indonesia).

    Nah, saya tertarik merambah offline di Baby shop.
    Namun seringkali Harga 189rb terasa mahal dikalangan ibu2 offline.
    Adakah saran atau trik menarik dr pak Iman untuk Kami?

    Tq n salam dr Malang 😉

    • produk pesaingnya dijual offline harga berapa saja? yg dimaksud pesaing bisa memang yang benar2 sama atau yang bisa mensubstitusi walaupun tidak sama persis

      • Produk pesaing Gendongan tradisional (jauh bngt bedanya). Tp ya krn ibu2 yg ga faham produk, masa 189rb ditawar 50rb, wahahah..

        Utk produk peaing lain yg harga sejenis, adalah Baby carrier (yg pake gesper/ instan).

  5. nah, ikuti aja yg dilakukan baby carrier…masuk ke outlet yg dia juga masuk biar menjadia alternatif bagi customer

    • Baik pak.
      Saat ini Kami sdng proses pengembangan Packing pakai Box. Agar lebih Eksklusif saat dipajang, dg harapan bs menaikkan image dan pembeli merasa cocok dengan Harga karena mm kualitas bagus.
      Tq.

  6. Sangat menginspirasi sekali pak Iman

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s