Koperasi Kelas Seratus Trilyun: Monggo Kyai Said, Monggo Pak Dien…


Koperasi Kelas Seratus Trilyun: Monggo Kyai Said, Monggo Pak Dien….

oleh Iman Supriyono, konsultan manejemen pada SNF Consulting

Bung Hatta. Bahwa beliau adalah proklamator negeri ini tentu sudah tidak perlu dibahas lagi. Bahwa beliau adalah pendiri UII yang melahirkan Mahud MD dan Busro Muqoddas tentu juga sudah tidak asing lagi. Bahwa UII adalah salah satu dari delapan perguruan tinggi negeri ini yang mendapatkan akreditasi A juga sudah banyak yang tahu. Bahwa perguruan tinggi lain yang mendapatkan akreditasi A adalah UI, UGM, ITB, IPB, Unhas, Unmuh Malang, dan Unmuh Jogja tentu Anda juga sudah tidak perlu diberitahu lagi.

Ace Hardware: Koperasi kelas dunia dari Amerika

Ada satu yang sering luput dari perhatian. Bahwa Bung Hatta adalah bapak koperasi. Founding father yang menggariskan bahwa koperasi didesain sebagai saka guru ekonomi negeri ini. Saka guru secara kamus artinya adalah tiang utama bangunan rumah. Saka guru ekonomi artinya adalah tiang utama penyangga bangunan ekonomi negeri ini.

Bagaimana faktanya? Jauh sekali. Tidak ada satupun koperasi yang menjadi produsen barang atau jasa yang memenuhi kebutuhan masyarakat luas: sabun, beras, minyak goreng, bahan bakar, mobil, televisi, telepon seluler, komputer, perbankan, dan sebagainya. Yang menghasilkannya justru perseroan terbatas. Maka….saka guru ekonomi riil saat ini adalah Pt. Bukan koperasi.

Di beberapa kesempatan saya pernah menulis tentang koperasi kelas dunia. Ada Fonterra yang kita kenal melaluii susu Anlene dan Anmum. Ada Friesland Campina yang disini kita kenal melalui susu bendera dan es krim campina. Ada Coöperatieve Centrale Raiffeisen-Boerenleenbank B.A dari negeri Belanda yang disini kita kenal sebagai Rabo Bank. Sebuah bank beraset sekitar Rp 8 ribu Trilyun. Mereka adalah koperasi koperasi raksasa dengan jaringan bisnis nyaris di semua negara di dunia. Bahkan Fonterra adalah perusahaan terbesar di New Zealand dengan aset hampir Rp 200 tilyun. Maka…konsep bahwa koperasi adalah saka guru ekonomi sebenarnya bukan sesuatu yang salah.

Ada perbedaan mendasar dari koperasi dan perseroan terbatas. Pada perseorang terbatas, suara dalam pengembilan keputusan ditentukan berdasarkan proporsi modal. PT adalah kumpulan modal. Ini yang membedakan dengan koperasi. Pengambilan suara dalam koperasi menganut prinsip satu kepala satu suara. Berapapun modal yang disetorkannnya. Maka, dalam hal ini koperasi dipandang lebih menghargai manusia. Bukan menghargai uangnya.

Namun demikian, prinsip pengambilan suara koperasi yang menghargai manusia ini secara teknis jusru sering dipandang menjadi penghambatnya untuk menajdi besar. Keputusan bisnis yang membutuhkan kecepatan justru terhambat dengan one man one vote ini. Apalagi jika anggota koperasi sangat banyak. Anggota koperasi fonterra misalnya lebih dari 10 ribu orang.

Maka Fonterra dan koperasi koperasi raksasasa menyiasatinya dengan menjadikan kopersi murni sebagai holding company. Seluruh operator bisnis dikerjakan oleh anak usaha yang berbadan hukum PT. Maka, keputusan bisnis di lapangan cukup diambil oleh direksi dan komisaris PT. Bisnis akan tergerakkan dengan lincah. Rapat anggota koperasi hanya mengambil keputusan stratejik sebagai sebuah holding company: investasi dan divestasi. Mana perusahaan yang akan dibeli, didirikan, atau diperkuat modalnya dan mana perusahaan yang akan dijual. Itu saja.

&&&

Saya jadi teringat dulu Muhammadiyah pernah mendirikan jaringan minimarket Markaz dan kemudian buyar. Saya yakin semangat Markaz pasti masih terus membara. Nah, saya melihat peluangnya justru ada pada koperasi. Jumlah anggota Ormas keagamaan terbesar nomor 2 yang menurut wikipedia sebesar 35 juta menjadi sumber kekuatannya. Jika tiap orang bisa berkontribusi setoran pokok Rp 1 juta maka akan berdiri sebuah koperasi bermodal awal Rp 35 Trilyun. Dengan dana sebesar ini, tidak perlu lagi membangkitkan kembali Markaz yang sudah terkubur. Sangat tidak efektif dan berisiko tinggi. Disamping juga mungkin telah menjadi trauma sejarah.

Terus bagaimana? Cukup menjadikan koperasi sebagai holding company dan kemudian membeli perusahan yang sudah jalan bagus. Alfamart misalnya. Perusahaan mapan yang pada laporan keuangan terakhir mencatatkan laba tahunan hampir Rp 500 milyar kini tercatat memiliki ekuitas sekitar Rp 3 tilyun. Dengan harga saham sekitar Rp 450 perlembar berarti jaringan minimarket dengan lebih dari 7000 outlet ini memiliki rasio harga saham berhadap laba sebesar sekitar 35 kali. Artinya, nilai pasar seluruh saham Alfamart adalah sekitar Rp 17,5 Trilyun. Maka modal awal koperasi sudah lebih dari cukup untuk membeli Alfamart.

Bakan masih ada sisa yang isa kita belikan Indomart misalnya. Belum lagi warga Muhammadiya bisa membeli sertifikat modal koperasi (SMK, semacam saham dalam PT) yang nilainya bisa jauh lebih besar dari pada setoran pokok. Muhammadiyah cukup kredibel untuk ini. NU yang merupakan organisasi keagmaan terbesar tentu potensinya lebih besar. Potensi NU dan Muhammadiyah menurut hitungan di atas tidak akan kurang dari Rp 100 Trilyun. Inilah cara mewujudkan cita-cita Bung Hatta untuk menjadikan koperasi sebagai saka guru ekonomi. Seperti Koperasi Fonterra New Zealand yang menjadi perusahaan terbesar di negeri dekat kutub selatan ini dengan aset hampir Rp 200 Trilyun. Monggo Kyai Said…..Monggo Pak Dien……

Tulisan ini pernah dimuat di majalah Matan, terbit di Surabaya

4 responses to “Koperasi Kelas Seratus Trilyun: Monggo Kyai Said, Monggo Pak Dien…

  1. semoga menjadi inspirasi buat kita semua

  2. Ping-balik: Kolaborasi Era Monopolistik, Anda Siap? | Catatan Iman Supriyono

  3. Ping-balik: Kolaborasi Era Monopolistik, Anda Siap? – SNF Consulting

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s