Hari ini di media sosial dan grup-grup WA maupun telegram beredar link tulisan tentang resesi. Komentar-komentar yang muncul menunjukkan kekhawatiran yang luar biasa tentang hal ini. Bahkan beredar pula anjuran tentang penarikan uang di bank. Apa sebenarnya resesi? Bagaimana kita menyikapinya? Saya akan menjelaskannya dalam bentuk poin poin
- Ada perbedaan pandangan mengenai definisi resesi. Menurut saya, yang paling pas adalah definisi berikut ini: secara angka, suatu wilayah atau negara disebut mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya minus. Atau definisi yang lebih tegas bahwa yang disebut resesi adalah jika pertumbuhan ekonomi minus berlangsung paling tidak dua triwulan berturut turut.
- Alat ukur pertumbuhan ekonomi gross domestic product (GDP) atau produk domestik bruto (PDB)
- Sederhananya, PDB adalah jumlah total omzet (revenue, penjualan) semua pelaku ekonomi yang berada di wilayah atau negara tersebut, baik pelaku ekonomi perorangan maupun perusahaan, baik pelaku ekonomi lokal maupun pelaku ekonomi dari luar negeri atau luar wilayah yang diukur
- Jadi misalnya dalam konteks Indonesia, omzet PT Unilever Indonesia akan menjadi komponen dari PDB Indonesia walaupun perusahaan tersebut merupakan anak perusahaan dari Unilever di Inggris/Belanda
- Jika Anda seorang pegawai, gaji Anda adalah salah satu komponen PDB Indonesia. Demikian juga gaji WNA yang bekerja di Indonesia
- Dengan demikian, secara angka, resesi terjadi jika pada suatu wilayah terjadi penurunan PDB dibanding periode sebelumnya.
- Dalam periode tahunan, tidak ada perbedaan persepsi mengenai apa yang dimaksud “periode sebelumnya”. Tinggal membandingkan PDB pada tahun tertentu dengan PDB persis tahun sebelumnya. Misal: PDB tahun 2020 dengan tahun 2019.
- Untuk periode triwulan, terdapat kemungkinan dua perbandingan. Bisa dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Bisa juga dibandingkan dengan triwulan persis sebelumnya.
- Ini gambaran angkanya. Menurut BPS, pada triwulan I tahun 2020 PDB Indonesia adalah Rp2.703,1 triliun (diukur dengan nilai mata uang konstan tahun 2010). Menurut BPS, angka tersebut naik 2,97% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Secara perhitungan matematis, artinya, PDB Indonesia triwulan pertama 2019 adalah Rp 2.625,1 triliun. Angka pertumbuhan yang positif ini artinya adalah pada triwulan pertama tahun 2020 di Indonesia tidak terjadi resesi. Pembandingnya adalah triwulan yang sama tahun sebelumnya
- Menurut BPS, jika dibandingkan dengan triwulan persis sebelumnya (triwulan terakhir 2019) PDB Indonesia mengalami penurunan 2,41%. Artinya, omset para pelaku ekonomi di Indonesia pada triwulan pertama tahun 2020 turun 2,41% dibanding triwulan terakhir 2019. Dengan perbandingan ini, pada triwulan pertama tahun 2020 ini di negeri ini telah terjadi resesi.
- Pertanyaannya, sebagai pelaku ekonomi, apa yang Anda rasakan pada triwulan pertama tahun 2020 yang baru saja berlalu? Apakah saat itu Anda mengalami masalah yang begitu beratnya? Apakah sebegitu menderita? Apakah Anda stress? Mau bunuh diri? Saya kira secara umum akan mengatakan tidak. Biasa-biasa saja. Dan memang seperti inilah pelaku ekonomi. Omset turun itu hal yang biasa saja. Tinggal bagaimana menyesuaikan pengelolaan arus kas sesuai kondisi
- Nah, kembali kepada pertanyaan di pembukaan tulisan ini. Dengan pengertian resesi seperti di atas. Dengan pengalaman resesi pada triwulan pertama 2020. Adakah yang perlu ditakutkan jika triwulan ini terjadi resesi? Jika tahun ini terjadi resesi? Jawaban yang normal: biasa saja.
- Apalagi jika Anda telah membaca tulisan saya tentang analogi nilai rata rata kelas ini. resesi itu hal biasa bagi para “siswa” yaitu pelaku ekonomi. Karena memang resesi bukan ukuran kinerja seorang “siswa”. Tapi ukuran kinerja “wali kelas” yaitu pemerintah.
- Maka bagaimana seandainya triwulan ini terjadi resesi? Haruskah kita berbondong bondong mengambil uang di bank? Kalau Anda menjawab “ya” untuk pertanyaan ini, berarti Anda belum paham penjelasaan di atas heheheh. Baca lagi dweh.
Demikian penjelasan saya tentang resesi. Jadi bagaimana kalau terjadi resesi? Woles saja kalau Anda adalah “siswa” alias pelaku ekonomi. Baru harus kebakaran jenggot jika Anda adalah “wali kelas” alias alias pemegang otoritas kebijakan ekonomi negeri ini. Berarti kinerja anda sebagai “wali kelas” buruk. Anda bisa diberhentikan dari posisi “wali kelas” oleh “kepala sekolah” heheheh.
Diskusi tentang Korporatisasi? Gabung Grup Telegram atau Grup WA SNF Consulting
*)Artikel ke-277 ini ditulis pada tanggal 3 Agustus 2020 oleh Iman Supriyono, CEO SNF Consulting.
Ini masih triwulan-an ya, belum ketahuan kondisi semester-an. Nah sebagai murid/siswa bagaimana jika hasil semester-an jelek? Bolehkah protes ke wali kelas? Atau boleh sekalian turunkan wali kelasnya? Toh, sudah bayar ke Wali kelas dan Kepala Sekolah (dalam bentuk Pajak) yang artinya sebagai pengguna jasa mestinya boleh lah protes. Kalau SNF sendiri mengalami resesi tidak ya? Karena saya dengar dari salah satu staf, bahwa SNF juga sedang efisiensi besar-besaran.
iya memang sebagai “siswa” yang membayar pajak berhak melakukan protes dan koreksi kepada “wali kelas”. Tentang SNF: SNF kan tergantung kondisi klien. secara umum klien juga sebagaimana pelaku bisnis lain yang terdampak pandemi yang harus mengencangkan ikat pinggang. Maka SNF pun demikian mesti mengencangkan ikat pinggang heheheh